29 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Jokowi Anggap Pro-Kotra Itu Biasa

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – MESKI memicu kontroversi, Presiden Joko Widodo irit bicara. Pro dan kontra penerbitan Perppu No 2 Tahun 2022 tak ditanggapi serius oleh Presiden Joko Widodo. Dia menganggap perbincangan ini merupakan hal biasa.

“Ya biasa dalam setiap keluarnya sebuah regulasi ada pro dan kontra,” katanya.

Dia pun enggan menanggapi. “Semua bisa kita jelaskan,” imbuhnya.

Kalangan pelaku usaha berharap, hadirnya Perppu Cipta Kerja dapat menjadi kepastian hukum di dunia usaha, bukan sebaliknya. Beberapa pasaln

masih dianggap menunjukkan sikap inkonsistensi pemerintah. Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Antonius J Supit menyoroti pasal 79 mengenai hak libur pekerja.

Anton menilai hal tersebut tidak perlu dipeributkan. Sebab, sebenarnya aturannya secara garis besar masih sama dengan aturan yang eksisting. Dalam pasal 79 yang tertuang dalam Perppu tertulis, pertama, istirahat antara jam kerja yang jumlahnya paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja. Kedua, istirahat mingguan minimal satu hari untuk enam hari kerja dalam seminggu.

Aturan itu berbeda dengan kebijakan libur pekerja yang tertuang dalam Pasal 79 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2009 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur pekerja diberikan waktu istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu, atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu. “Tidak jadi soal. Perppu Cipta Kerja masih mengatur maksimal 40 jam kerja dalam seminggu. Artinya, para pengusaha bisa memilih antara lima hari kerja dengan durasi 8 jam kerja per hari atau enam hari kerja dengan durasi 7 jam kerja per hari ditambah 5 jam pada hari terakhir,” ujarnya.

Dia juga menyinggung Pasal 88D ayat (2) yang disebutkan bahwa formula penghitungan upah minimum mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.

Sementara itu, pada Pasal 88F menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan upah minimum. “Itu artinya formulasi upah minimum dapat berubah sewaktu-waktu dan tidak menutup kemungkinan akan terus berubah setiap tahunnya. Pemerintah mengatakan Perppu ini untuk kepastian hukum, tetapi adanya Perppu justru menunjukkan inkonsistensi karena masih mengubah pasal-pasal dari ketenagakerjaan,” ujarnya.

Sementara itu, Ketum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid menyatakan, pihaknya menghargai keputusan pemerintah atas penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 sebagai pengganti UU Cipta Kerja. “Ketidakpastian hukum sering menjadi hambatan bagi iklim investasi yang sehat. Hal ini terutama terlihat setelah UUCK dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK. Pemerintah harus segera mengatasi kekosongan hukum yang telah lama menjadi keluhan investor dan pelaku usaha,” ujar Arsjad.

Menurut dia, kepastian hukum sangat penting bagi kegiatan bisnis dan investasi. Dengan adanya penetapan Perppu ini, Kadin berharap ada kepastian hukum dan kepercayaan bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan menciptakan lebih banyak lagi lapangan pekerjaan. “Kami juga berharap kondisi hubungan industrial dapat lebih ditingkatkan agar lebih harmonis dan kondusif antar pelaku usaha dan tenaga kerja serta buruh. Karena selain kepastian hukum, iklim ketenagakerjaan yang kondusif juga merupakan salah satu faktor utama untuk menarik investor” tambah Arsjad.

Menurut Arsjad, Kadin sebagai representasi dari dunia usaha pada intinya menghormati keputusan pemerintah. Arsjad mengamini apa yang disampaikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bahwa penerbitan Perppu akan mendukung target investasi di 2023 sebesar Rp 1.400 triliun. (dee/mia/han/agf/lyn)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – MESKI memicu kontroversi, Presiden Joko Widodo irit bicara. Pro dan kontra penerbitan Perppu No 2 Tahun 2022 tak ditanggapi serius oleh Presiden Joko Widodo. Dia menganggap perbincangan ini merupakan hal biasa.

“Ya biasa dalam setiap keluarnya sebuah regulasi ada pro dan kontra,” katanya.

Dia pun enggan menanggapi. “Semua bisa kita jelaskan,” imbuhnya.

Kalangan pelaku usaha berharap, hadirnya Perppu Cipta Kerja dapat menjadi kepastian hukum di dunia usaha, bukan sebaliknya. Beberapa pasaln

masih dianggap menunjukkan sikap inkonsistensi pemerintah. Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Antonius J Supit menyoroti pasal 79 mengenai hak libur pekerja.

Anton menilai hal tersebut tidak perlu dipeributkan. Sebab, sebenarnya aturannya secara garis besar masih sama dengan aturan yang eksisting. Dalam pasal 79 yang tertuang dalam Perppu tertulis, pertama, istirahat antara jam kerja yang jumlahnya paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja. Kedua, istirahat mingguan minimal satu hari untuk enam hari kerja dalam seminggu.

Aturan itu berbeda dengan kebijakan libur pekerja yang tertuang dalam Pasal 79 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2009 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur pekerja diberikan waktu istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu, atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu. “Tidak jadi soal. Perppu Cipta Kerja masih mengatur maksimal 40 jam kerja dalam seminggu. Artinya, para pengusaha bisa memilih antara lima hari kerja dengan durasi 8 jam kerja per hari atau enam hari kerja dengan durasi 7 jam kerja per hari ditambah 5 jam pada hari terakhir,” ujarnya.

Dia juga menyinggung Pasal 88D ayat (2) yang disebutkan bahwa formula penghitungan upah minimum mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.

Sementara itu, pada Pasal 88F menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan upah minimum. “Itu artinya formulasi upah minimum dapat berubah sewaktu-waktu dan tidak menutup kemungkinan akan terus berubah setiap tahunnya. Pemerintah mengatakan Perppu ini untuk kepastian hukum, tetapi adanya Perppu justru menunjukkan inkonsistensi karena masih mengubah pasal-pasal dari ketenagakerjaan,” ujarnya.

Sementara itu, Ketum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid menyatakan, pihaknya menghargai keputusan pemerintah atas penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 sebagai pengganti UU Cipta Kerja. “Ketidakpastian hukum sering menjadi hambatan bagi iklim investasi yang sehat. Hal ini terutama terlihat setelah UUCK dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK. Pemerintah harus segera mengatasi kekosongan hukum yang telah lama menjadi keluhan investor dan pelaku usaha,” ujar Arsjad.

Menurut dia, kepastian hukum sangat penting bagi kegiatan bisnis dan investasi. Dengan adanya penetapan Perppu ini, Kadin berharap ada kepastian hukum dan kepercayaan bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan menciptakan lebih banyak lagi lapangan pekerjaan. “Kami juga berharap kondisi hubungan industrial dapat lebih ditingkatkan agar lebih harmonis dan kondusif antar pelaku usaha dan tenaga kerja serta buruh. Karena selain kepastian hukum, iklim ketenagakerjaan yang kondusif juga merupakan salah satu faktor utama untuk menarik investor” tambah Arsjad.

Menurut Arsjad, Kadin sebagai representasi dari dunia usaha pada intinya menghormati keputusan pemerintah. Arsjad mengamini apa yang disampaikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bahwa penerbitan Perppu akan mendukung target investasi di 2023 sebesar Rp 1.400 triliun. (dee/mia/han/agf/lyn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/