JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Sosial (Kemensos) lagi-lagi menemukan daftar penerima bantuan sosial (Bansos) yang sejatinya tidak berhak. Dalam temuan kali ini, terdeteksi adanya 10.249 keluarga penerima manfaat (KPM) penerima bansos sembako/BPNT (bantuan pangan non tunai) yang tak layak menerima Bansos.
Data tersebut terdeteksi melalui sistem di Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) setelah dilakukan pemadanan data penerima bansos oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Yang ternyata, diketahui jika diantara nama-nama tersebut menempati jabatan direksi dan pejabat tertentu di sejumlah perusahaan.
Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mengatakan, ketika dicek di database, penerima tersebut terdaftar sebagai orang miskin. Pekerjaannya pun sebagai cleaning service bahkan buruh. “Tapi , mereka tercatat sebagai pengurus atau pejabat di perusahaan itu (pada sistem AHU). Tetapi, realitanya mereka miskin,” ujarnya dalam keterangan resminya, kemarin (15/6).
Atas hasil temuan BPK tersebut, Kemensos langsung membekukan data dimaksud dan mengeluarkannya dari data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Menurutnya, ini harus dilakukan karena ketidaksesuaian tersebut. “Harus kita berikan shock therapy. Kita akan cut dulu,” tegasnya.
Kalaupun nantinya ada komplain lantaran betul-betul miskin, Risma pun mempersilahkan. Dia menjanjikan adanya evaluasi terhadap perbedaan data antara Kemensos dan sistem AHU.
Risma pun mengaku telah menemui Menkumham Yasonna Laoly untuk membicarakan persoalan tersebut. Sehingga, bisa dilakukan pengecekan data kembali. “Saya minta semua pihak yang memberikan data KPM agar dilakukan pengecekan secara detail dan teliti sebelum dimasukkan ke sistem AHU,” ungkapnya.
Sebagai informasi, pemerintah daerah (pemda) memainkan peran kunci dalam DTKS agar penyaluran Bansos tepat sasaran. Hal ini sesuai dengan amanat UU No. 13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin yang menetapkan peran pemda dalam melaksanakan pemutakhiran data kemiskinan. Pemda dan jajarannya sampai tingkat desa/kelurahan memiliki kewenangan penuh menentukan siapa yang layak menerima bantuan dan siapa yang tidak.
Selain itu, Mensos juga mengajak serta aparat penegak hukum (APH) dan semua pihak untuk mendiskusikan permasalahan ini. Dengan begitu, semua pihak belajar untuk mempertanggungjawabkan apa yang dikerjakan.
Sebelumnya, Kemensos juga pernah mendeteksi adanya aparatur sipil negara (ASN) di sejumlah kementerian/lembaga yang tercatat sebagai penerima bansos. Diduga, mereka tercatat sebagai penerima sebelum akhirnya berhasil menjadi ASN. Sayangnya, usai menjadi abdi negara tidak ada update data. Sehingga, mereka masih menerima bansos tersebut. Akhirnya, Risma pun meminta agar dana bansos yang diberikan untuk dikembalikan pada negara. (mia/jpg)