Oleh: Dame Ambarita
Pemimpin Redaksi Sumut Pos
Berdasarkan usulan Fleming, waktu dibagi berdasarkan rotasi bumi 24 jam. Bumi bulat dihitung 360 derajat, dan lalu dibagi dalam 24 zona waktu. Kala itu disetujui, pembagian waktu bumi diawali tengah malam di bujur 0 derajat Greenwich (GMT). Setiap 15 derajat ke arah kanan atau kiri berarti selisih satu jam (+1 GMT atau -1 GMT). Begitu terus hingga berputar dan kembali ke GMT.
Begitulah, hingga ada 24 daerah waktu di dunia – berdasarkan perhitungan kecepatan rotasi bumi, lingkaran bola bumi, dan lama rotasi bumi. Meski berpatok ke GMT, sebenarnya waktu dunia tetap berdasarkan pergerakan semu matahari. Hanya saja kali ini ada standarisasinya.
***
Wilayah Indonesia, yang dulunya terdiri dari kerajaan-kerajaan terpisah, tak serta merta mengikuti pengaturan zona waktu GMT itu. Masing-masing daerah memiliki sistem penyebutan waktu. Suku-suku memiliki penanda waktu sendiri-sendiri. Seperti Batak kuno yang disebutkan di atas misalnya.
Pengaturan waktu mengikuti standar GMT baru ada pada 6 Januari 1908. Seperti ditulis oleh historia.com, Belanda mulai mengatur zona waktu di wilayah Indonesia sekarang, dimulai dari Jawa Tengah dan Batavia. Saat itu diatur, ada perbedaan waktu 12 menit untuk Jawa dan Madura. Pengaturan ini sesuai waktu Amsterdam. Di luar wilayah itu, Belanda sama sekali tak mengaturnya.
Berikutnya, pengaturan zona waktu berkembang untuk wilayah di luar Jawa seperti Sumatera Barat dan Timur serta Balikpapan. Untuk pertama kalinya, Hindia Belanda membagi enam zona waktu sejak 11 November 1932. Ada selisih waktu, tiap zona 30 menit.
Pengaturan ini berubah saat Jepang berkuasa di nusantara pada 1942. Saat itu, Jepang menyatukan standar waktu Indonesia mengikuti Tokyo yaitu GMT+9. Alasannya sederhana. Jepang ingin membuat efektif operasi militer mereka.
Namun setelah Jepang kalah di Perang Dunia Kedua, dan Belanda menduduki kembali sebagian daerah di Indonesia pada 1947, sistem waktu di Indonesia diringkas menjadi tiga zona. Tiap zona berselisih GMT +6, +7, dan +8, kecuali Papua yang berselisih GMT + 9.
Namun, pembagian ini tak berlangsung lama. Pada 1950, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, dan Indonesia kembali ke pembagian enam zona waktu dengan selisih 30 menit tiap zona. Hanya Irian yang masih menggunakan peraturan Belanda tahun 1947 karena masih diduduki Belanda. Aturan itu bertahan selama 13 tahun.
Tahun 1963, Indonesia mengubah kembali zona waktu menjadi tiga zona waktu: barat, tengah, dan timur. Irian Jaya yang telah kembali ke wilayah Indonesia masuk zona timur bersama daerah tingkat I Maluku.
Begitulah keputusan pemerintah, dan rakyat Indonesia pun menyusun irama hidupnya setiap hari berdasarkan zona waktu itu.
Peraturan itu bertahan sampai 1987, ketika pemerintah membuat kebijakan memutuskan Bali masuk ke zona tengah karena pertimbangan pariwisata, sedangkan Kalimantan Barat dan Tengah ditarik ke zona barat dari zona tengah. Indonesia tetap dengan zona tiga waktu sampai hari ini. (bersambung)