JAKARTA, SUMUTPOS.CO – PDI Perjuangan (PDIP) sampai saat ini belum mengumumkan sanksi bagi kadernya Budiman Sudjatmiko yang telah mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden (Capres). Budiman sendiri menolak untuk mundur dari partai banteng.
Kepala Sekretariat DPP PDI Perjuangan (PDIP) Adi Dharmo mengatakan, partainya belum mengumumkan sanksi bagi Budiman, karena masih fokus membahas survei sejumlah lembaga yang menunjukkan kenaikan elektoral Ganjar Pranowo . Menurutnya, kenaikan elektoral Ganjar mengalami rebound. Berbeda dengan tren elektoral Prabowo Subianto yang sudah mentok. “Dan menunjukkan tren penurunan,” terang Adi melalui keterangan
resminya kemarin (21/8).
Adi mengatakan, mengkaji hasil survei kenaikan elektabiltas Ganjar itu lebih penting. Menurut dia, hal itu menjadi momentum politik bagi pergerakan yang semakin masif untuk Ganjar Pranowo bersama parpol pengusung dan relawan.
Budiman kembali angkat suara terkait ancaman sanksi bagi dirinya. Dia mengatakan, sampai sekarang belum ada surat pemanggilan dari DPP PDIP. “Baru peringatan dari Pak Sekjen secara personal dan belum ada surat pemanggilan,” terangnya.
Menurutnya, jika ada tindakan kepada kader, biasanya akan didahului dengan pemanggilan resmi melalui surat kepada kader yang akan dikenakan sanksi. Karena dirinya belum menerima surat penggilan, maka dia hanya bisa menunggu.
Budiman mengatakan, dirinya tidak akan mundur dari PDIP. Menurutnya, jika mundur, dia malah tidak mempunyai kesempatan untuk menjelaskan apa yang menjadi argumen dan alasanya terkait sikap politik yang telah dia ambil.
Budiman menegaskan bahwa dia mempunyai argumen atas tindakan politiknya mendukung Prabowo. Selama ini, dia mendengar pidato Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menyatakan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin yang memiliki pandangan-pandangan strategik.
Setelah dirinya melihat tiga bakal capres yang ada, menurutnya, kriteria itu ada pada sosok Prabowo. “Bukan karena Pak Ganjar buruk, bukan karena Pak Ganjar jelek. Pak Ganjar punya gaya kepemimpinan sendiri,” terangnya.
Mungkin, kata dia, langkah politiknya dianggap salah secara administratif organisasi. Karena itu dia siap mempertanggungjawabkannya. Tetapi, dia meyakini bahwa secara ideologis dan strategis, dia sedang menerjemahkan pemikiran Megawati yang selama ini disampaikan.
Jadi, Budiman merasa, secara idoelogis dan strategis, dia tidak melakukan kesalahan. Karena itu, dirinya tidak layak untuk mundur dari PDIP. Namun, dia siap menerima resiko dari apa yang dia lakukan. “Tapi, saya ingin ada tahapan-tahapan secara organisasi,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, gejolak yang terjadi di internal PDIP sebagai fenomena yang biasa dalam politik jelang pemilu. Setiap ada kebijakan partai yang tidak memuaskan, pihak-pihak yang kecewa bakal memutuskan untuk hengkang.
Fenomena itu, terjadi juga di partai lain semisal Nasdem usai deklarasi Anies. Sepanjang sejarah pemilu, fenomena itu pasti terjadi di banyak partai. “Di pilpres 2019 dan 2014 banyak juga yg pindah. Di golkar ada, di partai lain ada,” ujarnya.
Dalam kasus Budiman dan Effendi di PDIP, Adi juga menduga ada faktor lain yang melatarbelakangi sikap keduanya. Misalnya pencalegan atau nihilnya peran di internal partai.
Budiman misalnya, dalam beberapa tahun tidak dilibatkan dalam struktur pengurus. Kemudian, namanya juga tidak masuk dalam daftar caleg PDIP. Situasi itu, bisa saja melatarbelakangi akrobatik politiknya. “Sehingga mereka coba berontak dan mencari pelabuhan baru yang bisa menampung eksistensi mereka,” kata Adi.
Karena hakikatnya, lanjut dia, basis kalkulasi politisi adalah eksistensi dan keuntungan bagi karir politiknya. Jika partai lama sudah tidak menguntungkan lagi, maka mereka akan mencari pelabuhan baru yang lebih menjanjikan. “Jadi mazhab politik itu untung rugi,” tegasnya.
Bagi PDIP sendiri, ketegasan sikap diperlukan. Itu untuk menjaga tradisi partai yang wajib tegak lurus dengan keputusan Megawati. “Itu menunjukkan bagi PDIP tak boleh ada orang yang membangkang secara politik,” pungkasnya. (lum/far/jpg)