26 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

BMKG: Aphelion Tidak Pengaruhi Atmosfer dan Cuaca

SUMUTPOS.CO – Fenomena aphelion sedang menjadi perbincangan karena disebut membuat suhu udara di Indonesia lebih dingin. Namun, Badan Meteorologi, Klimatalogi, dan Geofisika (BMKG) memastikan, fenomena aphelion tidak mempengaruhi atmosfer dan cuaca di Indonesia.

Yang membuat suhu udara terasa lebih dingin merupakan monsoon dingin Australia yang bertiup ke wilayah Indonesia.

Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Ida Pramuwardani menuturkan informasi di media sosial yang menyebut fenomena aphelion membuat cuaca di bumi cenderung lebih dingin tidaklah benar. Memang fenomena Aphelion ini adalah fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada Juli. Saat Aphelion, posisi matahari memang berada pada titik jarak terjauh dari bumi. “Kendati begitu, kondisi tersebut tidak berpengaruh banyak pada fenomena atmosfer atau cuaca di permukaan bumi,” terangnya.

Fenomena suhu udara dingin sebetulnya merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau, dari Juli hingga September. Saat ini wilayah Pulau Jawa hingga NTT berada pada musim kemarau. Periode ini ditandai pergerakan angin dari arah timur-tenggara yang berasal dari Benua Australia.” Pada bulan Juli, wilayah Australia berada dalam periode musim dingin,” urainya.

Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara menuju Indonesia atau dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia. Pergerakan massa udara itu melewati perairan Samudera Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih dingin. “ Kondisi itulah yang mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa terasa lebih dingin, seperti Pulau Jawa, Bali dan Nusa,” paparnya.

Selain dampak angin dari Australia, berkurangnya awan dan hujan di Pulau jawa hingga Nusa Tenggara turut berpengaruh ke suhu yang dingin di malam hari. Sebab, tidak adanya uap air dan air menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi tidak tersimpan di atmosfer. “Ini biasanya terjadi malam,” urainya.

Panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepas ke atmosfer luar sehingga membuat udara terasa lebih dingin terutama pada malam hingga pagi hari. “Hal ini yang kemudian membuat udara terasa lebih dingin terutama pada malam hari,” jelasnya.

Fenomena ini merupakan hal yang biasa terjadi tiap tahun. Bahkan, hal ini pula yang nanti dapat menyebabkan beberapa tempat seperti di Dieng dan dataran tinggi atau wilayah pegunungan lainnya, berpotensi terjadi embun es. “Embun es ini yang dikira salju oleh sebagian orang,” jelasnya.

Pendapat serupa disampaikan Profesor Riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin. Mantan Kepala Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) itu Aphelion adalah fenomena yang rutin. Mengikuti rotasi bumi mengelilingi matahari.

’’Apholeon atau jarak matahari terjauh dari bumi terjadi setiap Juli,’’ katanya. Sebaliknya fenomena perihelion atau jarak matahari terdekat dengan bumi terjadi setiap Januari. Dia menegaskan posisi matahari yang terjauh dari bumi tersebut, tidak berdampak pada suhu di bumi.

Dia menegaskan tidak ada dampak signifikan terhadap suhu bumi, ketika matahari berada di posisi terjauhnya dengan bumi. Dia mengatakan info yang beredar tentang genomena aphelion yang memicu penurunan suhu adalah hoax lama. Selalu muncul pada bulan Juli, bertepatan dengan terjadinya fenomena tersebut.

’’Cuaca dingin tidak disebabkan oleh posisi matahari terhadap posisi terjauh (dari bumi),’’ kata pria yang sering menyampaikan paparan posisi hilal berdasarkan hisab itu. Dia mengatakan bahwa rendahnya suhu di bumi disebabkan adanya angin dingin musim kemarau. Angin dingin itu berhembus dari arah Australia, yang di sana sedang musim dingin. (idr/wan/jpg)

SUMUTPOS.CO – Fenomena aphelion sedang menjadi perbincangan karena disebut membuat suhu udara di Indonesia lebih dingin. Namun, Badan Meteorologi, Klimatalogi, dan Geofisika (BMKG) memastikan, fenomena aphelion tidak mempengaruhi atmosfer dan cuaca di Indonesia.

Yang membuat suhu udara terasa lebih dingin merupakan monsoon dingin Australia yang bertiup ke wilayah Indonesia.

Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Ida Pramuwardani menuturkan informasi di media sosial yang menyebut fenomena aphelion membuat cuaca di bumi cenderung lebih dingin tidaklah benar. Memang fenomena Aphelion ini adalah fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada Juli. Saat Aphelion, posisi matahari memang berada pada titik jarak terjauh dari bumi. “Kendati begitu, kondisi tersebut tidak berpengaruh banyak pada fenomena atmosfer atau cuaca di permukaan bumi,” terangnya.

Fenomena suhu udara dingin sebetulnya merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau, dari Juli hingga September. Saat ini wilayah Pulau Jawa hingga NTT berada pada musim kemarau. Periode ini ditandai pergerakan angin dari arah timur-tenggara yang berasal dari Benua Australia.” Pada bulan Juli, wilayah Australia berada dalam periode musim dingin,” urainya.

Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara menuju Indonesia atau dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia. Pergerakan massa udara itu melewati perairan Samudera Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih dingin. “ Kondisi itulah yang mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa terasa lebih dingin, seperti Pulau Jawa, Bali dan Nusa,” paparnya.

Selain dampak angin dari Australia, berkurangnya awan dan hujan di Pulau jawa hingga Nusa Tenggara turut berpengaruh ke suhu yang dingin di malam hari. Sebab, tidak adanya uap air dan air menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi tidak tersimpan di atmosfer. “Ini biasanya terjadi malam,” urainya.

Panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepas ke atmosfer luar sehingga membuat udara terasa lebih dingin terutama pada malam hingga pagi hari. “Hal ini yang kemudian membuat udara terasa lebih dingin terutama pada malam hari,” jelasnya.

Fenomena ini merupakan hal yang biasa terjadi tiap tahun. Bahkan, hal ini pula yang nanti dapat menyebabkan beberapa tempat seperti di Dieng dan dataran tinggi atau wilayah pegunungan lainnya, berpotensi terjadi embun es. “Embun es ini yang dikira salju oleh sebagian orang,” jelasnya.

Pendapat serupa disampaikan Profesor Riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin. Mantan Kepala Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) itu Aphelion adalah fenomena yang rutin. Mengikuti rotasi bumi mengelilingi matahari.

’’Apholeon atau jarak matahari terjauh dari bumi terjadi setiap Juli,’’ katanya. Sebaliknya fenomena perihelion atau jarak matahari terdekat dengan bumi terjadi setiap Januari. Dia menegaskan posisi matahari yang terjauh dari bumi tersebut, tidak berdampak pada suhu di bumi.

Dia menegaskan tidak ada dampak signifikan terhadap suhu bumi, ketika matahari berada di posisi terjauhnya dengan bumi. Dia mengatakan info yang beredar tentang genomena aphelion yang memicu penurunan suhu adalah hoax lama. Selalu muncul pada bulan Juli, bertepatan dengan terjadinya fenomena tersebut.

’’Cuaca dingin tidak disebabkan oleh posisi matahari terhadap posisi terjauh (dari bumi),’’ kata pria yang sering menyampaikan paparan posisi hilal berdasarkan hisab itu. Dia mengatakan bahwa rendahnya suhu di bumi disebabkan adanya angin dingin musim kemarau. Angin dingin itu berhembus dari arah Australia, yang di sana sedang musim dingin. (idr/wan/jpg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/