29 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Mayat Gerilyawan Sulu Dibungkus Plastik

LAHAD DATU-Operasi daulat memasuki tahap akhir. Polisi Malaysia mengklaim berhasil membersihkan Kampung Tanduo dari gerilyawan. Kampung ini yang dianggap sebagai basis terkuat mereka.

“Saat ini sudah tahap akhir dari operasi mopping di Tanduo. Insya Allah sebentar lagi warga dibenarkan pulang kembali ke kampung,” ujar Ketua Polisi Sabah Datuk Hamza Thaib pada wartawan kemarin.

Kampung Tanduo adalah kampung pertama tempat mendarat para gerilyawan bersuku Tausug atau Sulu itu. Menurut Hamza (22) mayat berhasil dievakuasi ke rumah sakit Tawau dan rumah sakit Lahad Datu.

Dalam foto yang ditunjukkan oleh pihak kepolisian, gerilyawan Sulu itu dibawa dengan kantong-kantong plastik warna hitam. Hamza mengakui sebagian mayat itu sudah membusuk karena sudah beberapa hari belum bisa diambil. “Karena itu kami akan menunggu forensik untuk mengesahkan identitas mayat-mayat itu,” katanya.

Hamza belum meastikan nama pimpinan yang disebut-sebut bernama Musa ikut tewas. “Kalau dari sisi pangkat memang dia jendral, tapi namanya kami masih menunggu forensik,” katanya.

Polisi Malaysia juga sudah menangkap 97 orang di berbagai wilayah di sekitar Lahad Datu. Mereka dianggap sebagai kaki tangan gerilyawan Sulu. “Saat ini kami terus melakukan siasatan untuk mencari tali barut (antek) peneroboh ini,” ujarnya.

Jawa Pos kemarin mendapatkan keterangan dari salah satu saksi mata yang pernah melihat penangkapan itu di restoran Aulia, sebuah restoran utama di jalan Teratai, Lahad Datu. “Saya melihat tiga polis tidak pakai seragam ada bekuk orang sedang makan,” kata Ikrom, warga Lahad Datu yang sering berada di sekitar restoran.

Dia menceritakan, polisi itu hanya memakai celana pendek dan berkaos santai. “Saya duga dia dari CID. Pasal ada pistol dari pinggangnya,” katanya.

Penangkapan di Malaysia memang selama ini dikenal sunyi dan senyap. Berbeda dengan di Indonesia, Malaysia punya Special Measures Act 2012 yang memperbolehkan aparat menangkap siapapu, dan warga negara manapun yang dianggap membahayakan keamanan negara.

Di bagian lain, tepat sepekan setelah diliburkan tanggal 4 Maret lalu, kemarin 52 sekolah di Lahad Datu mulai beroperasi. Pantauan koran ini, siswa-siswa tampak antusias diantar orang tuanya. Guru-guru mereka mengantar pulang hingga ke depan gerbang sekolah.

Iskandar Sholeh, orangtua siswa sekolah kebangsaan Lahad Datu bernama Aisyah mengaku senang sekolah berjalan normal. “Cemas masih ada sedikit tapi karena banyak polis ya tidak apa-apa,” katanya.

Kota juga mulai bergairah dan berangsur normal. Kemacetan panjang bahkan terjadi di pusat kota. “Ini sudah macam hari hari biasa,” kata Salim, sopir mobil sewa yang setiap hari menemani koran ini meliput di Felda Sahabat. (rdl/jpnn)

LAHAD DATU-Operasi daulat memasuki tahap akhir. Polisi Malaysia mengklaim berhasil membersihkan Kampung Tanduo dari gerilyawan. Kampung ini yang dianggap sebagai basis terkuat mereka.

“Saat ini sudah tahap akhir dari operasi mopping di Tanduo. Insya Allah sebentar lagi warga dibenarkan pulang kembali ke kampung,” ujar Ketua Polisi Sabah Datuk Hamza Thaib pada wartawan kemarin.

Kampung Tanduo adalah kampung pertama tempat mendarat para gerilyawan bersuku Tausug atau Sulu itu. Menurut Hamza (22) mayat berhasil dievakuasi ke rumah sakit Tawau dan rumah sakit Lahad Datu.

Dalam foto yang ditunjukkan oleh pihak kepolisian, gerilyawan Sulu itu dibawa dengan kantong-kantong plastik warna hitam. Hamza mengakui sebagian mayat itu sudah membusuk karena sudah beberapa hari belum bisa diambil. “Karena itu kami akan menunggu forensik untuk mengesahkan identitas mayat-mayat itu,” katanya.

Hamza belum meastikan nama pimpinan yang disebut-sebut bernama Musa ikut tewas. “Kalau dari sisi pangkat memang dia jendral, tapi namanya kami masih menunggu forensik,” katanya.

Polisi Malaysia juga sudah menangkap 97 orang di berbagai wilayah di sekitar Lahad Datu. Mereka dianggap sebagai kaki tangan gerilyawan Sulu. “Saat ini kami terus melakukan siasatan untuk mencari tali barut (antek) peneroboh ini,” ujarnya.

Jawa Pos kemarin mendapatkan keterangan dari salah satu saksi mata yang pernah melihat penangkapan itu di restoran Aulia, sebuah restoran utama di jalan Teratai, Lahad Datu. “Saya melihat tiga polis tidak pakai seragam ada bekuk orang sedang makan,” kata Ikrom, warga Lahad Datu yang sering berada di sekitar restoran.

Dia menceritakan, polisi itu hanya memakai celana pendek dan berkaos santai. “Saya duga dia dari CID. Pasal ada pistol dari pinggangnya,” katanya.

Penangkapan di Malaysia memang selama ini dikenal sunyi dan senyap. Berbeda dengan di Indonesia, Malaysia punya Special Measures Act 2012 yang memperbolehkan aparat menangkap siapapu, dan warga negara manapun yang dianggap membahayakan keamanan negara.

Di bagian lain, tepat sepekan setelah diliburkan tanggal 4 Maret lalu, kemarin 52 sekolah di Lahad Datu mulai beroperasi. Pantauan koran ini, siswa-siswa tampak antusias diantar orang tuanya. Guru-guru mereka mengantar pulang hingga ke depan gerbang sekolah.

Iskandar Sholeh, orangtua siswa sekolah kebangsaan Lahad Datu bernama Aisyah mengaku senang sekolah berjalan normal. “Cemas masih ada sedikit tapi karena banyak polis ya tidak apa-apa,” katanya.

Kota juga mulai bergairah dan berangsur normal. Kemacetan panjang bahkan terjadi di pusat kota. “Ini sudah macam hari hari biasa,” kata Salim, sopir mobil sewa yang setiap hari menemani koran ini meliput di Felda Sahabat. (rdl/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/