29 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Pengacara Tuding Anggota DPRD Sumut Terlibat

MEDAN- Hamdani Harahap selaku kuasa hukum terdakwa Bangun Oloan Harahap mengatakan ada beberapa anggota DPRD Sumut yang juga turut menikmati dana korupsi bantuan sosial (bansos) Pemprov Sumut. Namun penyidikan terhadap perkara korupsi dana bantuan sosial (Bansos) Pemprov Sumut yang dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut tidak fair. Meski penyidikan itu berjalan lama, tapi perkara itu hanya menjerat pegawai bawah dan belum menyentuh decision maker.

Menurutnya jika penyidikan dilakukan secara profesioanal, maka akan terungkap fakta keterkaitan dengan oknum anggota DPRD Sumut dalam perkara Bansos. Dirinya pun menjelaskan, jika Jaksa fair akan melihat fakta indikasi kolusi antara oknum pimpinan/anggota DPRD Sumut dengan oknum lain di Pemprov Sumut.

Kasus yang menjerat kliennya dinilai janggal. Sebab delapan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menerima bantuan sosial itu telah menyalagunakan dana bansos. Dia menuding penyalagunaan itu muncul setelah para LSM melakukan pertemuan dengan pihak DPRD Sumut.

Sebelumnya, pihaknya pun telah pula meminta agar KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mengambil alih perkara itu. Pada saat hadir ke Kantor KPK, Hamdani Harahap juga melampirkan beberapa bukti keterlibatan anggota DPRD Sumut dalam perkara bansos. Melalui surat bernomor 5681/CK-P/IV/2013, dengan hal laporan indikasi korupsi dana Bantuan Sosial dan Bantuan Hibah   APBD SU  TA. 2009 sampai dengan  2012 Hamdani meminta KPK berkenan mengambil alih penyidikan dan penuntutan dari Kejati Sumut atas perkara Bansos.

“Ketika kami mendampingi Bangun Oloan Harahap, dipersidangan PN Medan, diperoleh fakta dan beralasan hukum, selain klien kami masih ada orang lain yang lebih relevan dan lebih beralasan hukum untuk dijadikan terdakwa dari pada klien kami. Namun kejaksaan belum menghadapkannya kepersidangan sekalipun telah relatif lama diselidiki oleh Kejaksaan dan telah berulang kali didesak masyarakat,” urai Hamdani.

Hamdani menyebutkan fakta setelah mempelajari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi-saksi, barang bukti dalam berkas perkara, ditemukan fakta-fakta hukum dari keterangan saksi Imom Saleh Ritonga dan Aidil Agus (keduanya tersangka Bansos), bahwa Imom Saleh Ritongan mengetahui DPRD Sumut sedang menyusun anggaran. Setelah terjadi pertemuan disepakatilah beberapa oknum anggota DPRD Sumut mendapat fee dengan dengan persentasi variatif berupa 43 persen sampai 60 persen, dari setiap proposal yang dicairkan dari APBD Sumut TA 2011.

“Kemudian mereka menghubungi temannya yang seorang anggota dewan dan meminta bantuan pengurusan dana bantuan. Selanjutnya disepakati dengan beberapa oknum anggota DPRD Sumut mendapat fee dengan persentasi variatif berupa 43 persen sampai 60 persen, dari setiap proposal yang dicairkan dari APBD Sumut TA 2011,” urainya.

Terpisah, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumut Yuspar, mengatakan pihaknya pun pernah mendapatkan surat dari KPK yang pokoknya menanyakan progres penanganan perkara Bansos. Namun jika memang ada data dan fakta-fakta hukum yang menyebutkan bahwa adanya keterlibatan anggota DPRD Sumut menerima fee untuk meloloskan dana bansos, bisa langsung menyampaikan ke pihaknya dan tidak mesti hadir ke KPK.

“Kalau memang ada datanya sampaikan ke kami. Apa yang dikatakan fee itu nanti kita cari. Kita lihat dulu ke belakang apakah ada unsur pimpinan dari DPRD bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dalam menetapkan APBD. Apakah ada indikasi penyimpang , tidak bisa dijawab dengan surat itu ,” urainya menanggapi sikap Hamdani Harahap, selaku kuasa hukum terdakwa Bangun Oloan Harahap, mantan Kepala Biro Perekonomian Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. (far)

MEDAN- Hamdani Harahap selaku kuasa hukum terdakwa Bangun Oloan Harahap mengatakan ada beberapa anggota DPRD Sumut yang juga turut menikmati dana korupsi bantuan sosial (bansos) Pemprov Sumut. Namun penyidikan terhadap perkara korupsi dana bantuan sosial (Bansos) Pemprov Sumut yang dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut tidak fair. Meski penyidikan itu berjalan lama, tapi perkara itu hanya menjerat pegawai bawah dan belum menyentuh decision maker.

Menurutnya jika penyidikan dilakukan secara profesioanal, maka akan terungkap fakta keterkaitan dengan oknum anggota DPRD Sumut dalam perkara Bansos. Dirinya pun menjelaskan, jika Jaksa fair akan melihat fakta indikasi kolusi antara oknum pimpinan/anggota DPRD Sumut dengan oknum lain di Pemprov Sumut.

Kasus yang menjerat kliennya dinilai janggal. Sebab delapan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menerima bantuan sosial itu telah menyalagunakan dana bansos. Dia menuding penyalagunaan itu muncul setelah para LSM melakukan pertemuan dengan pihak DPRD Sumut.

Sebelumnya, pihaknya pun telah pula meminta agar KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mengambil alih perkara itu. Pada saat hadir ke Kantor KPK, Hamdani Harahap juga melampirkan beberapa bukti keterlibatan anggota DPRD Sumut dalam perkara bansos. Melalui surat bernomor 5681/CK-P/IV/2013, dengan hal laporan indikasi korupsi dana Bantuan Sosial dan Bantuan Hibah   APBD SU  TA. 2009 sampai dengan  2012 Hamdani meminta KPK berkenan mengambil alih penyidikan dan penuntutan dari Kejati Sumut atas perkara Bansos.

“Ketika kami mendampingi Bangun Oloan Harahap, dipersidangan PN Medan, diperoleh fakta dan beralasan hukum, selain klien kami masih ada orang lain yang lebih relevan dan lebih beralasan hukum untuk dijadikan terdakwa dari pada klien kami. Namun kejaksaan belum menghadapkannya kepersidangan sekalipun telah relatif lama diselidiki oleh Kejaksaan dan telah berulang kali didesak masyarakat,” urai Hamdani.

Hamdani menyebutkan fakta setelah mempelajari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi-saksi, barang bukti dalam berkas perkara, ditemukan fakta-fakta hukum dari keterangan saksi Imom Saleh Ritonga dan Aidil Agus (keduanya tersangka Bansos), bahwa Imom Saleh Ritongan mengetahui DPRD Sumut sedang menyusun anggaran. Setelah terjadi pertemuan disepakatilah beberapa oknum anggota DPRD Sumut mendapat fee dengan dengan persentasi variatif berupa 43 persen sampai 60 persen, dari setiap proposal yang dicairkan dari APBD Sumut TA 2011.

“Kemudian mereka menghubungi temannya yang seorang anggota dewan dan meminta bantuan pengurusan dana bantuan. Selanjutnya disepakati dengan beberapa oknum anggota DPRD Sumut mendapat fee dengan persentasi variatif berupa 43 persen sampai 60 persen, dari setiap proposal yang dicairkan dari APBD Sumut TA 2011,” urainya.

Terpisah, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumut Yuspar, mengatakan pihaknya pun pernah mendapatkan surat dari KPK yang pokoknya menanyakan progres penanganan perkara Bansos. Namun jika memang ada data dan fakta-fakta hukum yang menyebutkan bahwa adanya keterlibatan anggota DPRD Sumut menerima fee untuk meloloskan dana bansos, bisa langsung menyampaikan ke pihaknya dan tidak mesti hadir ke KPK.

“Kalau memang ada datanya sampaikan ke kami. Apa yang dikatakan fee itu nanti kita cari. Kita lihat dulu ke belakang apakah ada unsur pimpinan dari DPRD bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dalam menetapkan APBD. Apakah ada indikasi penyimpang , tidak bisa dijawab dengan surat itu ,” urainya menanggapi sikap Hamdani Harahap, selaku kuasa hukum terdakwa Bangun Oloan Harahap, mantan Kepala Biro Perekonomian Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. (far)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/