LUBUKPAKAM- Jelang agenda pembacaaan tuntutan, Idawati boru Pasaribu yang jadi terdakwa kasus pembunuhan Bidan Nurmala Dewi boru Tambunan menghadirkan 12 saksi meringankan dalam lanjutan sidang di Pengadilan Negeri (PN) Lubukpakam, Selasa (22/10) siang. Anehnya, para saksi diantaranya Sihombing, Dumaria boru Siahaan dan Martinus Simatupang mengaku mau memberi keterangan dengan dalih berutang budi pada Idawati.
Dumaria yang pertama diperiksa mengaku mengenal Idawati sejak 13 tahun lalu. Pasalnya rumah sekaligus warung nasi miliknya bersebelahan dengan gudang dan rumah Idawati. Mendengar itu, hakim yang diketuai Pontas Efendi, SH itu lantas mengejar sejauh mana kedekatan saksi dengan terdakwa. Menurut Dumaria, pada 6 Februari 2013 lalu, ia dan Idawati serta 8 orang lainnya berangkat ke Jakarta menumpangi KM Kelud. Kapan kalian tiba di Jakarta? Ditanya begitu, awalnya Dumaria mengaku tanggal 7 Februari 2013 sekira pukul 24.00 WIB.
Saat ditanya kembali waktunya secara detail, Dumaria yang terlihat grogi akhirnya menjawab kalau ia dan Idawati tiba di Pelabuhan Tanjung Priok tanggal 8 Februari 2013 sekira pukul 24.00 WIB. Curiga melihat sikap Dumaria yang ketakutan dan memberikan keterangan berbelit, hakim lantas melontarkan pertanyaan apakah Dumaria tau nomor hape Idawati. Tapi Dumaria menjawab tak ingat lagi dengan dalih hapenya hilang. “Masa, saudara mengaku dekat dan bertetangga dengan terdakwa, tapi tak menyimpan atau tau nomor hapenya,” tanya hakim.
Tapi Dumaria hanya diam sembari tertunduk. Selain mengaku dekat dengan terdakwa, Dumaria juga mengungkap kalau Berton Silaban adalah langganan tetap di warung nasi miliknya. Namun ketika ditanya apakah Dumaria pernah menanyakan keberadaan Berton yang tak pernah kelihatan lagi pada Idawati? Dumaria menajawab tak pernah. “Saya saja kalau tak datang dua minggu ke kantin pengadilan ini, pihak kantin akan mencari tau dan bertanya kenapa saya tidak pernah lagi datang ke sana. Ini si Berton yang sudah menjadi langganan saudara malah tak dicari tahu keberadaanya. Paling tidak tanya sama Idawati kemana Berton menghilang,” beber hakim yang hanya bisa dijawab saksi dengan terdiam.
Sama seperti saksi Dumaria, saksi lain bermarga Sihombing juga mengaku tak tahu nomor hape Idawati dengan alasan hapenya juga ikut hilang. “Wah…rata-rata hape milik saksi hilang dan tak tau nomor Idawati. Padahal semuanya ngaku kenal dekat,” kata hakim curiga. Dipengujung kesaksiannya, Sihombing mengaku berutang budi pada Idawati. Hal senada juga diakui Martinus. Selain merasa berutang budi, pria yang bekerja di bengkel itu juga berterus terang jadi saksi meringankan atas permintaan penasihat hukum Idawati. (man/deo)
LUBUKPAKAM- Jelang agenda pembacaaan tuntutan, Idawati boru Pasaribu yang jadi terdakwa kasus pembunuhan Bidan Nurmala Dewi boru Tambunan menghadirkan 12 saksi meringankan dalam lanjutan sidang di Pengadilan Negeri (PN) Lubukpakam, Selasa (22/10) siang. Anehnya, para saksi diantaranya Sihombing, Dumaria boru Siahaan dan Martinus Simatupang mengaku mau memberi keterangan dengan dalih berutang budi pada Idawati.
Dumaria yang pertama diperiksa mengaku mengenal Idawati sejak 13 tahun lalu. Pasalnya rumah sekaligus warung nasi miliknya bersebelahan dengan gudang dan rumah Idawati. Mendengar itu, hakim yang diketuai Pontas Efendi, SH itu lantas mengejar sejauh mana kedekatan saksi dengan terdakwa. Menurut Dumaria, pada 6 Februari 2013 lalu, ia dan Idawati serta 8 orang lainnya berangkat ke Jakarta menumpangi KM Kelud. Kapan kalian tiba di Jakarta? Ditanya begitu, awalnya Dumaria mengaku tanggal 7 Februari 2013 sekira pukul 24.00 WIB.
Saat ditanya kembali waktunya secara detail, Dumaria yang terlihat grogi akhirnya menjawab kalau ia dan Idawati tiba di Pelabuhan Tanjung Priok tanggal 8 Februari 2013 sekira pukul 24.00 WIB. Curiga melihat sikap Dumaria yang ketakutan dan memberikan keterangan berbelit, hakim lantas melontarkan pertanyaan apakah Dumaria tau nomor hape Idawati. Tapi Dumaria menjawab tak ingat lagi dengan dalih hapenya hilang. “Masa, saudara mengaku dekat dan bertetangga dengan terdakwa, tapi tak menyimpan atau tau nomor hapenya,” tanya hakim.
Tapi Dumaria hanya diam sembari tertunduk. Selain mengaku dekat dengan terdakwa, Dumaria juga mengungkap kalau Berton Silaban adalah langganan tetap di warung nasi miliknya. Namun ketika ditanya apakah Dumaria pernah menanyakan keberadaan Berton yang tak pernah kelihatan lagi pada Idawati? Dumaria menajawab tak pernah. “Saya saja kalau tak datang dua minggu ke kantin pengadilan ini, pihak kantin akan mencari tau dan bertanya kenapa saya tidak pernah lagi datang ke sana. Ini si Berton yang sudah menjadi langganan saudara malah tak dicari tahu keberadaanya. Paling tidak tanya sama Idawati kemana Berton menghilang,” beber hakim yang hanya bisa dijawab saksi dengan terdiam.
Sama seperti saksi Dumaria, saksi lain bermarga Sihombing juga mengaku tak tahu nomor hape Idawati dengan alasan hapenya juga ikut hilang. “Wah…rata-rata hape milik saksi hilang dan tak tau nomor Idawati. Padahal semuanya ngaku kenal dekat,” kata hakim curiga. Dipengujung kesaksiannya, Sihombing mengaku berutang budi pada Idawati. Hal senada juga diakui Martinus. Selain merasa berutang budi, pria yang bekerja di bengkel itu juga berterus terang jadi saksi meringankan atas permintaan penasihat hukum Idawati. (man/deo)