32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

APBD Sumut Disarankan Batal

MEDAN-Terganjalnya pengesahan APBD Sumut 2014 yang disinyalir lantaran “tersandera” sikap anggota DPRD yang minta alokasi anggarann
dewan dinaikkan, mendapat tanggapan dari aktivis Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Ucok Sky Kadafi. Ucok menyarankan agar sekalian saja Pemprov Sumut tidak mengesahkan APBD 2014.

Menurutnya, langkah ini lebih baik dibanding harus menuruti keinginan oknum-oknum anggota dewan yang sedang giat-giatnya mengumpulkan dana untuk kampanye pemilu mendatang. “Daripada uang APBD banyak mengalir dan dinikmati anggota dewan, saya sarankan Pemprov Sumut tidak usah membahas APBD 2014 dengan alasan DPRD menolak. Pemprov harus berani tegas. Toh sesuai aturan, jika APBD tak disahkan, bisa menggunakan APBD 2013,” ujar Koordinator Bidang Advokasi dan Investigasi FITRA itu kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin (9/1).

Memang, lanjutnya, ada kelemahan jika Pemprov Sumut menggunakan APBD 2013. Antara lain, inovasi-inovasi program kegiatan akan sulit dilakukan karena harus mengacu kepada APBD tahun lalu. Meski demikian, kata Ucok, hal itu lebih baik daripada uang APBD lebih banyak dinikmati politisi yang ada di dewan. “Yang penting lewati dulu tahun politik ini. Pemprov jangan mau kompromi. Kalau menuruti DPRD, habislah uang APBD di tahun politik ini,” kata Ucok.

Dikatakan, setiap menjelang pemilu, para anggota dewan selalu ingin mengeruk uang APBD, dengan beragam modus. Dana diperlukan untuk kampanye pileg.  “Selain terang-terangan minta anggaran DPRD dinaikkan, biasanya nanti mereka juga yang akan mengeruk dana bansos. Mereka pasti mendorong dana bansos diperbesar, mereka juga nanti yang akan mengajukan proposal-proposal bantuan. Kegiatan-kegiatan kampanye teselubung akan minta dana APBD,” ujar Ucok.

Bahkan, lanjut dia, setiap pembahasan APBD di tahun jelang pemilu, DPRD juga minta di APBD menganggarkan dana pesangon sebagai mantan anggota dewan. “Dana tali kasih, pesangon, dana pengabdian, apa lah namanya macam-macam. Itu modus setiap lima tahun sekali,” beber Ucok.

Pengamat Pemerintahan USU, Agus Suryadi, berusaha lebih bijak menyikapi. Menurutnya, berdasarkan UU 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah bahwa unsurnya terdiri atas eksekutif dan legislatif. Sehingga perlu ada komunikasi yang intens antara 2 lembaga tersebut. “Kunci dari permasalahan ini adalah komunikasi politik yang baik tidak terwujud. Ini jelas kegagalan elit di dua lembaga daerah tersebut,” katanya.

Menurutnya selain masalah tarik ulur terkait bantuan sosial (bansos) yang muncul dipermukaan, ada pembagian yang tidak adil antara daerah seperti DBH, BDB yang tidak selesai. Anggota DPRD Sumut yang juga representasi perwakilan daerah tentu memiliki kepentingan terhadap daerah yang dirinya wakili. “Kecil kalilah kalau masalah bansos. Ada hal yang lebih penting seperti DBH dan BDB yang tak kunjung selesai sampai hari ini. Itu juga permasalahan yang penting,” ujarnya.

Menurutnya bahwa ada asumsi yang dibangun oleh eksekutif bahwa legislatif seolah tidak merestu APBD 2014. Ada yang salah bahwa elit di lembaga eksekutif dan legislatif di Sumut minim komunikasi menyelesaikan persoalan ini. Eksekutif harus menyampaikan kepentingan untuk membangun Sumut.

Disinggung mengenai kemungkinan praktik transaksional terjadi, dia mengaku bahwa hal tersebut sangat wajar terjadi. “Bisa saja transaksional! Wajarlah terjadi itu, namun kan tidak melulu soal uang, bisa saja kepentingan,” imbuhnya.

Diakhir Agus menegaskan bahwa jika sampai 31 Januari APBD tak kunjung disahkan maka Sumut bisa kehilangan bantuan dana dari APBN. Dan ini tentu menjadi masalah serius untuk pembangunan Sumut. Terlebih jika DAU terpotong.

Tidak itu saja, penundaan pengesahan APBD Sumut, secara tidak langsung berdampak pada terganggunya tahapan sosialisasi Pemilihan Umum (Pemilu) yang dapat dilakukan Pemerintah Provinsi Sumut (Pemprovsu). Ini dikarenakan waktu pemungutan suara pada Pemilu Legislatif 4 April 2014 mendatang sudah semakin mendekati. Sementara untuk sosialisasi Pemilu, untuk mengandalkan anggaran dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut saja dirasa kurang maksimal.

Itulah sebab Komisioner KPU Sumut Yulhasni mengharapkan agar pengesahan APBD tersebut secepatnya disahkan oleh DPRD Sumut. “Inikan untuk kepentingan sosialisasi yang biasanya juga dilakukan Pemerintah daerah selain KPU,” katanya.

“Bukan bermaksud ikut campur urusan mereka, tetapi kan kalau lama disahkan kan sosialisasi Pemilu bisa terhambat dan tidak maksimal. Sementara kalau mengandalkan KPU saja, itu pasti kurang. Jadi harus ada juga sosialisasi dari pemerintah daerah seperti Pemprovsu. Mereka sebagai mitra KPU jadi tidak bisa melaksanakan sosialisasi. Padahal waktu pemungutan suara sudah dekat. Mau kapan lagi mereka sosialisasi,” jelasnya.

Sudah 1500-an Proposal Masuk

Di sisi lain, pemohon dana bantuan sosial (Bansos) Pemprovsu harus siap-siap gigit jari pada tahun 2014 ini, pasalnya para pemohon 2014 tidak akan dapat bantuan dari Pemprovsu karena ada 367 proposal luncuran tahun 2013 masuk ke APBD tahun 2014.

Di temui di Kantor Gubernur Sumut, Kepala Biro Binkemsos, Hasban Ritonga mengatakan, hingga pengujung tahun 2013, pihaknya mencatat permohonan proposal bantuan rumah ibadah yang masuk ke APBD 2014 sudah mencapai 1500-an lebih. Jumlah proposal tersebut diperkirakan terus bertambah  seiring dengan masuknya pengajuan bantuan rumah ibadah setiap harinya.

Menurut dia, setiap proposal bantuan rumah ibadah yang masuk ke bironya pasti dibantu, dengan catatan syarat-syarat harus terpenuhi semuanya. Apabila syarat sudah lengkap, namun Pemprovsu tidak bisa dicairkan pada tahun ini, maka proposal akan kembali diproses pada tahun berikutnya.

“Contoh, permohonan untuk tahun 2014 sebanyak 1500-an proposal bantuan rumah ibadah, tetapi kekuatan anggaran kita hanya 600 proposal saja yang bisa cair. Maka sisanya akan masuk ke pencairan tahun 2015. Proposal yang bisa cair harus memenuhi syarat dan kelengkapan berkas, sembari mengaku mereka ada juga menerima proposal yang memiliki data fiktif,” paparnya, Rabu (8/1).

Ketika disinggung mengenai proposal yang dibawa sejumlah oknum anggota DPRD Sumut, Hasban tidak bersedia berkomentar. “Sudahlah kalau masalah itu, gak usahlah,” ucapnya.(sam/mag-5/mag-2/rud/rbb)

MEDAN-Terganjalnya pengesahan APBD Sumut 2014 yang disinyalir lantaran “tersandera” sikap anggota DPRD yang minta alokasi anggarann
dewan dinaikkan, mendapat tanggapan dari aktivis Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Ucok Sky Kadafi. Ucok menyarankan agar sekalian saja Pemprov Sumut tidak mengesahkan APBD 2014.

Menurutnya, langkah ini lebih baik dibanding harus menuruti keinginan oknum-oknum anggota dewan yang sedang giat-giatnya mengumpulkan dana untuk kampanye pemilu mendatang. “Daripada uang APBD banyak mengalir dan dinikmati anggota dewan, saya sarankan Pemprov Sumut tidak usah membahas APBD 2014 dengan alasan DPRD menolak. Pemprov harus berani tegas. Toh sesuai aturan, jika APBD tak disahkan, bisa menggunakan APBD 2013,” ujar Koordinator Bidang Advokasi dan Investigasi FITRA itu kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin (9/1).

Memang, lanjutnya, ada kelemahan jika Pemprov Sumut menggunakan APBD 2013. Antara lain, inovasi-inovasi program kegiatan akan sulit dilakukan karena harus mengacu kepada APBD tahun lalu. Meski demikian, kata Ucok, hal itu lebih baik daripada uang APBD lebih banyak dinikmati politisi yang ada di dewan. “Yang penting lewati dulu tahun politik ini. Pemprov jangan mau kompromi. Kalau menuruti DPRD, habislah uang APBD di tahun politik ini,” kata Ucok.

Dikatakan, setiap menjelang pemilu, para anggota dewan selalu ingin mengeruk uang APBD, dengan beragam modus. Dana diperlukan untuk kampanye pileg.  “Selain terang-terangan minta anggaran DPRD dinaikkan, biasanya nanti mereka juga yang akan mengeruk dana bansos. Mereka pasti mendorong dana bansos diperbesar, mereka juga nanti yang akan mengajukan proposal-proposal bantuan. Kegiatan-kegiatan kampanye teselubung akan minta dana APBD,” ujar Ucok.

Bahkan, lanjut dia, setiap pembahasan APBD di tahun jelang pemilu, DPRD juga minta di APBD menganggarkan dana pesangon sebagai mantan anggota dewan. “Dana tali kasih, pesangon, dana pengabdian, apa lah namanya macam-macam. Itu modus setiap lima tahun sekali,” beber Ucok.

Pengamat Pemerintahan USU, Agus Suryadi, berusaha lebih bijak menyikapi. Menurutnya, berdasarkan UU 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah bahwa unsurnya terdiri atas eksekutif dan legislatif. Sehingga perlu ada komunikasi yang intens antara 2 lembaga tersebut. “Kunci dari permasalahan ini adalah komunikasi politik yang baik tidak terwujud. Ini jelas kegagalan elit di dua lembaga daerah tersebut,” katanya.

Menurutnya selain masalah tarik ulur terkait bantuan sosial (bansos) yang muncul dipermukaan, ada pembagian yang tidak adil antara daerah seperti DBH, BDB yang tidak selesai. Anggota DPRD Sumut yang juga representasi perwakilan daerah tentu memiliki kepentingan terhadap daerah yang dirinya wakili. “Kecil kalilah kalau masalah bansos. Ada hal yang lebih penting seperti DBH dan BDB yang tak kunjung selesai sampai hari ini. Itu juga permasalahan yang penting,” ujarnya.

Menurutnya bahwa ada asumsi yang dibangun oleh eksekutif bahwa legislatif seolah tidak merestu APBD 2014. Ada yang salah bahwa elit di lembaga eksekutif dan legislatif di Sumut minim komunikasi menyelesaikan persoalan ini. Eksekutif harus menyampaikan kepentingan untuk membangun Sumut.

Disinggung mengenai kemungkinan praktik transaksional terjadi, dia mengaku bahwa hal tersebut sangat wajar terjadi. “Bisa saja transaksional! Wajarlah terjadi itu, namun kan tidak melulu soal uang, bisa saja kepentingan,” imbuhnya.

Diakhir Agus menegaskan bahwa jika sampai 31 Januari APBD tak kunjung disahkan maka Sumut bisa kehilangan bantuan dana dari APBN. Dan ini tentu menjadi masalah serius untuk pembangunan Sumut. Terlebih jika DAU terpotong.

Tidak itu saja, penundaan pengesahan APBD Sumut, secara tidak langsung berdampak pada terganggunya tahapan sosialisasi Pemilihan Umum (Pemilu) yang dapat dilakukan Pemerintah Provinsi Sumut (Pemprovsu). Ini dikarenakan waktu pemungutan suara pada Pemilu Legislatif 4 April 2014 mendatang sudah semakin mendekati. Sementara untuk sosialisasi Pemilu, untuk mengandalkan anggaran dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut saja dirasa kurang maksimal.

Itulah sebab Komisioner KPU Sumut Yulhasni mengharapkan agar pengesahan APBD tersebut secepatnya disahkan oleh DPRD Sumut. “Inikan untuk kepentingan sosialisasi yang biasanya juga dilakukan Pemerintah daerah selain KPU,” katanya.

“Bukan bermaksud ikut campur urusan mereka, tetapi kan kalau lama disahkan kan sosialisasi Pemilu bisa terhambat dan tidak maksimal. Sementara kalau mengandalkan KPU saja, itu pasti kurang. Jadi harus ada juga sosialisasi dari pemerintah daerah seperti Pemprovsu. Mereka sebagai mitra KPU jadi tidak bisa melaksanakan sosialisasi. Padahal waktu pemungutan suara sudah dekat. Mau kapan lagi mereka sosialisasi,” jelasnya.

Sudah 1500-an Proposal Masuk

Di sisi lain, pemohon dana bantuan sosial (Bansos) Pemprovsu harus siap-siap gigit jari pada tahun 2014 ini, pasalnya para pemohon 2014 tidak akan dapat bantuan dari Pemprovsu karena ada 367 proposal luncuran tahun 2013 masuk ke APBD tahun 2014.

Di temui di Kantor Gubernur Sumut, Kepala Biro Binkemsos, Hasban Ritonga mengatakan, hingga pengujung tahun 2013, pihaknya mencatat permohonan proposal bantuan rumah ibadah yang masuk ke APBD 2014 sudah mencapai 1500-an lebih. Jumlah proposal tersebut diperkirakan terus bertambah  seiring dengan masuknya pengajuan bantuan rumah ibadah setiap harinya.

Menurut dia, setiap proposal bantuan rumah ibadah yang masuk ke bironya pasti dibantu, dengan catatan syarat-syarat harus terpenuhi semuanya. Apabila syarat sudah lengkap, namun Pemprovsu tidak bisa dicairkan pada tahun ini, maka proposal akan kembali diproses pada tahun berikutnya.

“Contoh, permohonan untuk tahun 2014 sebanyak 1500-an proposal bantuan rumah ibadah, tetapi kekuatan anggaran kita hanya 600 proposal saja yang bisa cair. Maka sisanya akan masuk ke pencairan tahun 2015. Proposal yang bisa cair harus memenuhi syarat dan kelengkapan berkas, sembari mengaku mereka ada juga menerima proposal yang memiliki data fiktif,” paparnya, Rabu (8/1).

Ketika disinggung mengenai proposal yang dibawa sejumlah oknum anggota DPRD Sumut, Hasban tidak bersedia berkomentar. “Sudahlah kalau masalah itu, gak usahlah,” ucapnya.(sam/mag-5/mag-2/rud/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/