26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Suatu Malam di Rumah Tuan Ruffel

Cerpen  Delvi Yandra

Lilian tidak menyangka peristiwa itu akan terjadi. Noki dan gerombolannya telah berencana mencuri wadah porselen ajaib yang konon dapat membuat seseorang menjadi lebih dewasa dan tampan. Wadah porselen itu tersimpan rapi di rumah Tuan Ruffel. Tetapi, hanya sedikit orang yang tahu keajaiban wadah porselen itu.

Semua berkat ramalan Nyonya Fox dan peta curian. Dan sekarang, mau tidak mau Lilitan harus menyusul ke sana. ke rumah Tuan Ruffel.

Noki dan anak-anak lainnya sangat ingin menjadi dewasa. Semata agar mereka tidak diremehkan oleh orang-orang dewasa. Mereka ingin dapat membeli karcis menonton bioskop kelas atas, menginap di hotel mewah, menyimpan uang di bank, jalan-jalan ke luar kota tanpa ada yang mengawasi, pergi kencan dengan pacar yang montok dan pintar merokok. Keinginan itu terus tak dapat mereka bendung. Menjadi anak-anak sungguh membosankan.
Adalah Tatiana, anak perempuan piatu berusia delapan tahun yang gemar memakai lipstik. Noki menampungnya karena anak itu lihai mencuri perhiasan. Tatiana ingin terlihat dewasa. Dia akan menyayat kulit anak laki-laki dengan pecahan cermin, apabila mereka memanggilnya “Taty Si Cengeng.”

Ketika akhirnya Tatiana tertangkap basah sedang mencuri perhiasan di toko Nyonya Gissele, Noki telah kehilangan orang kepercayaannya. Beberapa bulan kemudian, dia merekrut Lilian dan Si Kecil Sam yang terkantung-katung di kolong jembatan.

Gudang penyimpanan gandum yang tidak terpakai telah menjadi rumah mereka selama dua tahun ini. Ya. Mereka adalah sekelompok anak yatim-piatu yang tidak ingin ditampung di “Rumah Kasih” milik Bibi Esther; rumah yang membuat mereka tidak dapat melakukan permainan-permainan kecil yang menyenangkan. Perempuan tua itu tentu tidak akan peduli dengan kondisi anak-anak. Dia hanya tahu bagaimana sepasang suami istri akan datang dan mengadopsi mereka satu per satu.

Dan Noki telah menemukan tempat persembunyian paling aman di kota. Ya. Gudang penyimpanan gandum.
Aih, tanpa pikir panjang lagi, Lilian bergegas menyusuri jalan yang remang. Sinar bulan melompat di balik pepohonan. Dia tidak memperhatikan langkahnya ketika seekor tikus got seukuran kepalan tangan orang dewasa lewat di depannya. Dia mengendap di gang sempit sebab segerombolan polisi bersepeda sedang melintas. Mereka berpatroli karena telah beberapa minggu ini mencari pelaku pencuri mainan yang belum ditemukan. Padahal Lilian tahu, Noki-lah pelakunya.

Sebenarnya, sejak dua bulan yang lalu Noki telah melakoni pekerjaan ini. tetapi pemilik toko baru tiga Minggu yang lalu memergoki si pelaku sedang beraksi dan melaporkannya ke polisi. Alhasil, Noki pun diburu.
Lilian membiarkan polisi itu menghilang di tikungan, beberapa blok dari gang sempit tempat dia bersembunyi. Dengan dengus nafas terengah, Lilian kembali mempercepat langkahnya sebelum gerombolan polisi itu menemukan Noki dan sekawanan lainnya.

Bruuukkk! Dia meringis kesakitan ketika menabrak tubuh wanita bungkuk di kegelapan. Itu Nyonya Fox, peramal yang menjerat Noki dalam masalah kali ini.

“Hei anak nakal! Mencari Noki ya?” Matanya nyalang menatap Lilian. Dengan sekali ayunan tangan dan gerakan jari telunjuk, Nyonya Fox memberi isyarat arah yang mesti dituju Lilian.

Lilian menunduk sembari meninggalkan Nyonya Fox, menerobos kegelapan.

Langkah Lilian terhenti ketika melihat bayangan gelap sedang mencangkung di atas pagar tembok pembatas rumah Tuan Ruffel. Tepat sekali! Mereka telah merencanakannya.

Dia mendekat perlahan, tersaruk-saruk, sehingga suara langkah kakinya terdengar cukup keras di malam yang sunyi.
“Hei Noki! Di mana Sam? Bukankah sudah kukatakan jangan mengajak Sam!”

Noki tidak peduli. Dengan cekatan laki-laki jangkung berambut merah itu menjulurkan tali agar Lilian segera naik ke atas pagar tembok pembatas. Lilian tak mempunyai pilihan lain sebelum Noki membangunkan semua orang dan akan membuat rencana mereka gagal total.

Sambil melirik ke kiri dan ke kanan, Lilian meraih ujung tali tersebut dan memanjat pagar tembok pembatas yang sama tingginya dengan pohon ek muda. Sesampainya di atas, dia melihat pekarangan yang luas dan mewah. Sebuah maha karya yang ditata rapi oleh pemiliknya. Terdapat sebuah kolam kecil dikelilingi oleh tumbuh-tumbuhan dan bunga yang indah. Lilian melihat ke arah pintu. Terlihat dua sosok kecil di remang cahaya yang memancar dari dalam rumah. Ya. Arnold dan Si Kecil Sam sedang berusaha membuka pintu tersebut.

“Hei, apakah anjing-anjingnya kalian racuni?” Bisik Lilian kepada Noki yang terus mengawasi bagian pekarangan.
“Sejak kami datang memang tidak ada seekor anjing pun.”

“Bagaimana mungkin? Menurut informasi di peta yang kita curi, bukankah ada tiga ekor anjing?”
Noki merapatkan jari telunjuknya ke bibir Lilian, menyuruhnya agar diam dan mengawasi sekitar pekarangan. Sementara, Arnold dan Si Kecil Sam berhasil masuk dan bergegas menuju tangga dapur.

Akhirnya, mereka tiba di suatu tempat, persis di sisi tangga dapur; sebuah gudang penyimpanan barang-barang gerabah dan kerajinan tangan. Barang-barang dari tanah liat tertata rapi di satu tempat; piring, pot, gelas berbagai bentuk, cerek, dan ah tentu saja wadah porselen berbentuk mangkuk yang mereka cari-cari selama ini.
“Kau yakin?” Tanya Si Kecil Sam sambil menaikkan sebelah alis matanya.

“Jangan samakan aku dengan kakakmu yang penuh keraguan itu. Ini sungguh-sungguh wadah porselen yang selama ini kita cari,” sambil meraih wadah porselen berbentuk mangkuk itu, Arnold menyuruh Si Kecil Sam agar mengawasi pintu dan tangga.

Belum sempat Si Kecil Sam menuju pintu, tiba-tiba, di antara bias-bias cahaya muncul Tuan Ruffel dengan moncong senapan di tangannya yang siap membidik kedua bocah ingusan itu.

“Aih, ada tikus-tikus kecil rupanya. Kalian mau mencuri barang-barangku ya?”

Kedua anak itu terkejut, wajah mereka pucat, terutama Si Kecil Sam. Sementara, Arnold meletakkan kembali wadah porselen itu pada tempatnya. Tuan Ruffel menyuruh Arnold agar memanggil teman-temannya yang sedang bersembunyi di pekarangan sebelum kepala Si Kecil Sam tembus oleh peluru panas yang akan meluncur dari moncong senapan.

Lilian dan Noki pasrah. Mereka berempat berkumpul dan duduk di ruang tengah. Sementara, Tuan Ruffel bersandar di pintu dengan senapan di sela-sela ketiaknya sambil menghisap dalam-dalam rokoknya.
“Boleh minta satu?” pinta Noki pada Tuan Ruffel.

“Ah, ini tidak baik untuk kesehatan,” matanya tertuju pada Lilian, “hei, mengapa kalian ingin mencuri wadah porselen itu?”

“Kami ingin cepat dewasa, konon, jika kita meminum air yang dituang pada wadah itu, kita akan tumbuh dengan cepat,” jawab Lilian. Sementara, Si Kecil Sam bersembunyi di punggung kakaknya itu.

Tiba-tiba Tuan Ruffel tertawa terbahak-bahak. Seolah-olah Lilian telah mengatakan hal yang konyol. Serta merta Tuan Ruffel mengatakan bahwa tidak ada benda apapun di dunia ini, termasuk wadah porselen berbentuk mangkuk sekali pun yang dapat mengubah orang menjadi lebih tua atau sebaliknya.

“Itu hanya cerita yang dikarang orang-orang kota. Mereka tidak suka dengan kesuksesanku,” lanjut Tuan Ruffel. Anak-anak tertunduk lesu. Akhirnya, mereka memahami bahwa menjadi anak-anak adalah takdir yang harus dilalui agar kelak menjadi dewasa. Tetapi gambaran itu tidak terlihat pada wajah Noki. Dia tetap percaya ramalan Nyonya Fox.

Tuan Ruffel pun mengajak anak-anak melihat-lihat koleksinya. Mulai dari piring, pot, gelas berbagai bentuk, cerek, dan mangkuk. Sementara Noki tertunduk lesu sambil bersandar di satu sisi dinding ruangan. Menatap kosong ke arah koleksi-koleksi Tuan Ruffel.

“Mengapa kau menyimpan benda-benda seperti itu?” Noki berbicara dengan memajukan mulutnya beberapa senti ke depan. Tuan Ruffel tidak menjawab. Dia terus saja memperkenalkan gerabah-gerabah miliknya kepada anak-anak. Sesekali Lilian menatap jenuh ke arah Noki.

“Apa kau kesepian?” Lanjut Noki. Tiba-tiba Tuan Ruffel berbalik dan berkata, “sekali lagi kau melontarkan pertanyaan-pertanyaan konyol maka sebutir peluru akan mendarat di kepalamu.” Noki terdiam, surut.
Menjelang pagi, Tuan Ruffel memberikan beberapa tawaran menarik kepada anak-anak. Tawaran yang akan mengubah hidup mereka selamanya. Katanya, anak-anak boleh tinggal di rumahnya, menempati kamar-kamar kosong dan menjadi bagian dari keluarga Tuan Ruffel. Dia berjanji akan mengajak anak-anak menonton bioskop kelas atas dan jalan-jalan ke luar kota.

Noki hendak menolak tawaran itu tetapi buru-buru Tuan Ruffel melanjutkan percakapan. “Tapi dengan syarat, kalian harus merawat dan memelihara gerabah-gerabahku ini.”

Tak hanya Noki, anak-anak lainnya pun tersenyum licik. Kecuali Lilian.
Layarbiru studio
/ Eureka! 2010-2011

Cerpen  Delvi Yandra

Lilian tidak menyangka peristiwa itu akan terjadi. Noki dan gerombolannya telah berencana mencuri wadah porselen ajaib yang konon dapat membuat seseorang menjadi lebih dewasa dan tampan. Wadah porselen itu tersimpan rapi di rumah Tuan Ruffel. Tetapi, hanya sedikit orang yang tahu keajaiban wadah porselen itu.

Semua berkat ramalan Nyonya Fox dan peta curian. Dan sekarang, mau tidak mau Lilitan harus menyusul ke sana. ke rumah Tuan Ruffel.

Noki dan anak-anak lainnya sangat ingin menjadi dewasa. Semata agar mereka tidak diremehkan oleh orang-orang dewasa. Mereka ingin dapat membeli karcis menonton bioskop kelas atas, menginap di hotel mewah, menyimpan uang di bank, jalan-jalan ke luar kota tanpa ada yang mengawasi, pergi kencan dengan pacar yang montok dan pintar merokok. Keinginan itu terus tak dapat mereka bendung. Menjadi anak-anak sungguh membosankan.
Adalah Tatiana, anak perempuan piatu berusia delapan tahun yang gemar memakai lipstik. Noki menampungnya karena anak itu lihai mencuri perhiasan. Tatiana ingin terlihat dewasa. Dia akan menyayat kulit anak laki-laki dengan pecahan cermin, apabila mereka memanggilnya “Taty Si Cengeng.”

Ketika akhirnya Tatiana tertangkap basah sedang mencuri perhiasan di toko Nyonya Gissele, Noki telah kehilangan orang kepercayaannya. Beberapa bulan kemudian, dia merekrut Lilian dan Si Kecil Sam yang terkantung-katung di kolong jembatan.

Gudang penyimpanan gandum yang tidak terpakai telah menjadi rumah mereka selama dua tahun ini. Ya. Mereka adalah sekelompok anak yatim-piatu yang tidak ingin ditampung di “Rumah Kasih” milik Bibi Esther; rumah yang membuat mereka tidak dapat melakukan permainan-permainan kecil yang menyenangkan. Perempuan tua itu tentu tidak akan peduli dengan kondisi anak-anak. Dia hanya tahu bagaimana sepasang suami istri akan datang dan mengadopsi mereka satu per satu.

Dan Noki telah menemukan tempat persembunyian paling aman di kota. Ya. Gudang penyimpanan gandum.
Aih, tanpa pikir panjang lagi, Lilian bergegas menyusuri jalan yang remang. Sinar bulan melompat di balik pepohonan. Dia tidak memperhatikan langkahnya ketika seekor tikus got seukuran kepalan tangan orang dewasa lewat di depannya. Dia mengendap di gang sempit sebab segerombolan polisi bersepeda sedang melintas. Mereka berpatroli karena telah beberapa minggu ini mencari pelaku pencuri mainan yang belum ditemukan. Padahal Lilian tahu, Noki-lah pelakunya.

Sebenarnya, sejak dua bulan yang lalu Noki telah melakoni pekerjaan ini. tetapi pemilik toko baru tiga Minggu yang lalu memergoki si pelaku sedang beraksi dan melaporkannya ke polisi. Alhasil, Noki pun diburu.
Lilian membiarkan polisi itu menghilang di tikungan, beberapa blok dari gang sempit tempat dia bersembunyi. Dengan dengus nafas terengah, Lilian kembali mempercepat langkahnya sebelum gerombolan polisi itu menemukan Noki dan sekawanan lainnya.

Bruuukkk! Dia meringis kesakitan ketika menabrak tubuh wanita bungkuk di kegelapan. Itu Nyonya Fox, peramal yang menjerat Noki dalam masalah kali ini.

“Hei anak nakal! Mencari Noki ya?” Matanya nyalang menatap Lilian. Dengan sekali ayunan tangan dan gerakan jari telunjuk, Nyonya Fox memberi isyarat arah yang mesti dituju Lilian.

Lilian menunduk sembari meninggalkan Nyonya Fox, menerobos kegelapan.

Langkah Lilian terhenti ketika melihat bayangan gelap sedang mencangkung di atas pagar tembok pembatas rumah Tuan Ruffel. Tepat sekali! Mereka telah merencanakannya.

Dia mendekat perlahan, tersaruk-saruk, sehingga suara langkah kakinya terdengar cukup keras di malam yang sunyi.
“Hei Noki! Di mana Sam? Bukankah sudah kukatakan jangan mengajak Sam!”

Noki tidak peduli. Dengan cekatan laki-laki jangkung berambut merah itu menjulurkan tali agar Lilian segera naik ke atas pagar tembok pembatas. Lilian tak mempunyai pilihan lain sebelum Noki membangunkan semua orang dan akan membuat rencana mereka gagal total.

Sambil melirik ke kiri dan ke kanan, Lilian meraih ujung tali tersebut dan memanjat pagar tembok pembatas yang sama tingginya dengan pohon ek muda. Sesampainya di atas, dia melihat pekarangan yang luas dan mewah. Sebuah maha karya yang ditata rapi oleh pemiliknya. Terdapat sebuah kolam kecil dikelilingi oleh tumbuh-tumbuhan dan bunga yang indah. Lilian melihat ke arah pintu. Terlihat dua sosok kecil di remang cahaya yang memancar dari dalam rumah. Ya. Arnold dan Si Kecil Sam sedang berusaha membuka pintu tersebut.

“Hei, apakah anjing-anjingnya kalian racuni?” Bisik Lilian kepada Noki yang terus mengawasi bagian pekarangan.
“Sejak kami datang memang tidak ada seekor anjing pun.”

“Bagaimana mungkin? Menurut informasi di peta yang kita curi, bukankah ada tiga ekor anjing?”
Noki merapatkan jari telunjuknya ke bibir Lilian, menyuruhnya agar diam dan mengawasi sekitar pekarangan. Sementara, Arnold dan Si Kecil Sam berhasil masuk dan bergegas menuju tangga dapur.

Akhirnya, mereka tiba di suatu tempat, persis di sisi tangga dapur; sebuah gudang penyimpanan barang-barang gerabah dan kerajinan tangan. Barang-barang dari tanah liat tertata rapi di satu tempat; piring, pot, gelas berbagai bentuk, cerek, dan ah tentu saja wadah porselen berbentuk mangkuk yang mereka cari-cari selama ini.
“Kau yakin?” Tanya Si Kecil Sam sambil menaikkan sebelah alis matanya.

“Jangan samakan aku dengan kakakmu yang penuh keraguan itu. Ini sungguh-sungguh wadah porselen yang selama ini kita cari,” sambil meraih wadah porselen berbentuk mangkuk itu, Arnold menyuruh Si Kecil Sam agar mengawasi pintu dan tangga.

Belum sempat Si Kecil Sam menuju pintu, tiba-tiba, di antara bias-bias cahaya muncul Tuan Ruffel dengan moncong senapan di tangannya yang siap membidik kedua bocah ingusan itu.

“Aih, ada tikus-tikus kecil rupanya. Kalian mau mencuri barang-barangku ya?”

Kedua anak itu terkejut, wajah mereka pucat, terutama Si Kecil Sam. Sementara, Arnold meletakkan kembali wadah porselen itu pada tempatnya. Tuan Ruffel menyuruh Arnold agar memanggil teman-temannya yang sedang bersembunyi di pekarangan sebelum kepala Si Kecil Sam tembus oleh peluru panas yang akan meluncur dari moncong senapan.

Lilian dan Noki pasrah. Mereka berempat berkumpul dan duduk di ruang tengah. Sementara, Tuan Ruffel bersandar di pintu dengan senapan di sela-sela ketiaknya sambil menghisap dalam-dalam rokoknya.
“Boleh minta satu?” pinta Noki pada Tuan Ruffel.

“Ah, ini tidak baik untuk kesehatan,” matanya tertuju pada Lilian, “hei, mengapa kalian ingin mencuri wadah porselen itu?”

“Kami ingin cepat dewasa, konon, jika kita meminum air yang dituang pada wadah itu, kita akan tumbuh dengan cepat,” jawab Lilian. Sementara, Si Kecil Sam bersembunyi di punggung kakaknya itu.

Tiba-tiba Tuan Ruffel tertawa terbahak-bahak. Seolah-olah Lilian telah mengatakan hal yang konyol. Serta merta Tuan Ruffel mengatakan bahwa tidak ada benda apapun di dunia ini, termasuk wadah porselen berbentuk mangkuk sekali pun yang dapat mengubah orang menjadi lebih tua atau sebaliknya.

“Itu hanya cerita yang dikarang orang-orang kota. Mereka tidak suka dengan kesuksesanku,” lanjut Tuan Ruffel. Anak-anak tertunduk lesu. Akhirnya, mereka memahami bahwa menjadi anak-anak adalah takdir yang harus dilalui agar kelak menjadi dewasa. Tetapi gambaran itu tidak terlihat pada wajah Noki. Dia tetap percaya ramalan Nyonya Fox.

Tuan Ruffel pun mengajak anak-anak melihat-lihat koleksinya. Mulai dari piring, pot, gelas berbagai bentuk, cerek, dan mangkuk. Sementara Noki tertunduk lesu sambil bersandar di satu sisi dinding ruangan. Menatap kosong ke arah koleksi-koleksi Tuan Ruffel.

“Mengapa kau menyimpan benda-benda seperti itu?” Noki berbicara dengan memajukan mulutnya beberapa senti ke depan. Tuan Ruffel tidak menjawab. Dia terus saja memperkenalkan gerabah-gerabah miliknya kepada anak-anak. Sesekali Lilian menatap jenuh ke arah Noki.

“Apa kau kesepian?” Lanjut Noki. Tiba-tiba Tuan Ruffel berbalik dan berkata, “sekali lagi kau melontarkan pertanyaan-pertanyaan konyol maka sebutir peluru akan mendarat di kepalamu.” Noki terdiam, surut.
Menjelang pagi, Tuan Ruffel memberikan beberapa tawaran menarik kepada anak-anak. Tawaran yang akan mengubah hidup mereka selamanya. Katanya, anak-anak boleh tinggal di rumahnya, menempati kamar-kamar kosong dan menjadi bagian dari keluarga Tuan Ruffel. Dia berjanji akan mengajak anak-anak menonton bioskop kelas atas dan jalan-jalan ke luar kota.

Noki hendak menolak tawaran itu tetapi buru-buru Tuan Ruffel melanjutkan percakapan. “Tapi dengan syarat, kalian harus merawat dan memelihara gerabah-gerabahku ini.”

Tak hanya Noki, anak-anak lainnya pun tersenyum licik. Kecuali Lilian.
Layarbiru studio
/ Eureka! 2010-2011

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/