KABANJAHE, SUMUTPOS.CO – Melalui voting tidak seimbang, sidang paripurna DPRD Karo akhirnya melahirkan keputusan memberhentikan DR (HC) Kena Ukur Karo Jambi Surbakti sebagai Bupati Karo, Kamis (13/3) siang.
Berikutnya, keputusan ini akan disampaikan ke Gubernur Sumut, Mendagri dan Presiden RI. Voting diambil dalam rapat skor setelah anggota DPRD Karo asal Fraksi Karya Peduli Bangsa, Eka Jaya Sitepu tidak sepakat dengan pengambilan keputusan secara aklamasi. Tanpa ragu, Ketua DPRD Karo Effendi Sinukaban langsung mengetuk palu tanda DPRD berkeputusan memberhentikan Karo Jambi sebagai Bupati Karo lewat keputusan No 1 Tahun 2014 DPRD Karo.
Ketukan Palu “keramat” ini langsung disambut tepuk tangan sebagian besar anggota DPRD dan perwakilan massa yang tergabung dalam Gerakan Penyelamatan Tanah Karo Simalem (GPTKS).
Pada pembukaan sidang, Effendi didampingi dua orang wakil ketua Ferianta Purba dan Onasis Sitepu menyebutkan rapat dihadiri oleh 32 orang anggota dewan dari total keseluruhan sebanyak 35 orang orang. Tiga orang anggota dewan yang tidak hadir antara lain, Jointa, Harapen Sitepu dan Monni Pandia.
Sidang ini menurut Effendi Sinukaban adalah tindaklanjut dari turunnya salinan putusan Mahkamah Agung nomor 12/P.PTS/III/2014/01 P/KHS/2014, yang didalamnya terdapat putusan Mahkamah Agunung No 01 P/KHS/2014. Keputusan MA itu merupakan jawaban atas permohonan DPRD Karo no 172/P/09/I/2014 tanggal 10 Januari 2014 yang memuat keputusan DPRD Karo no 13 tahun 2013 tertanggal 20 Desember 2013 tentang pendapat DPRD Karo terhadap dugaan pelanggaran etika dan perundang undangan yang dilakukan Karo Jambi sebagai Bupati Karo.
Di salinan itu, tambah Effendi yang membacakannya bergantian dengan wakil ketua Ferianta Purba, dilampirkan pertimbangan para hakim MA menilai dugaan pelanggaran etika dan peraturan antara lain yang menyangkut keterlibatan dan keberadaan Endang Rimenda Molek br Ginting dalam dinas Pendidikan Nasional Kab. Karo, keikutsertaan Karo Jambi sebagai pengurus di Yayasan Pendidikan SMA Plus Karo Jambi.
Berikutnya, tidak merespon surat DPRD Karo, bertindak tidak sesuai aturan dalam pengangkatan jabatan struktural di lingkungan Pemkab Karo, kerjasama yang tidak patut dengan pihak ketiga. Atas ini semua, pemohon disebut MA sebagaimana dibacakan Effendi dalam mengambil keputusan pemberhentian yang menjadi objek permohonan sudah sesuai dengan mekanisme. Apalagi, disebutkan termohon (Bupati Karo) terindikasi tidak menghargai eksistensi lembaga DPRD Karo sebagai perwakilan masyarakat Karo.
Dasar itu pulalah yang membuat MA kemudian mengadili dengan mengabulkan permohonan DPRD Karo No 172/P/09/1/2014 tanggal 10 Januari 2014. Kemudian menyatakan keputusan DPRD Karo No 13 tanggal 20 Desember 2013 tentang pendapat DPRD Karo terhadap dugaan pelanggaran etika dan peraturan perundang undangan yang dilakukan oleh Karo Jambi sebagai Bupati Karo sudah berdasarkan hukum. Usai sidang, Effendi didampingi sejumlah pimpinan dan anggota DPRD Karo menyatakan keputusan yang dihasilkan dalam rapat paripurna akan diantar paling lambat hari Senin (17/3) secara bersamaan, baik ke Gubernur Sumut, Mendagri dan Presiden RI.
Selain itu, dampak dari transisi politik yang terjadi ini, Sinukaban juga menghimbau Karo Jambi agar tidak lagi melangsungkan kebijakan strategis seperti mutasi sembari menunggu turunnya keputusan dari Presiden RI melalui Mendagri tiga puluh hari kedepan sejak tanggal penyerahan hasil paripurna DPRD Karo yang memberhentikan Karo Jambi. “Tidak hanya himbauan belaka, kita juga akan sampaikan surat langsung kepada yang bersangkutan agar tidak mengambil kebijakan strategis demi menjaga kondusifitas di Kab Karo,” tegas Effendi.
Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho yang mendapat informasi hal ini, masih menunggu salinan putusan itu. Berbicara kepada wartawan, Kamis (13/3) sore, Gatot menyatakan dia baru mendapat informasi secara lisan. Situasi di kabupaten tersebut menjadi perhatiannya, namun secara administratif langkah yang akan diambilnya menunggu diterimanya surat resmi dari DPRD Karo.
“Saya baru mendengar laporan. Tapi, laporan resmi hasil paripurna belum saya terima,” kata Gatot, di rumah dinas Jalan Sudirman, Medan.
Disebutkan Gatot, secara prosedur proses pemberhentian atau pemakzulan seorang kepala daerah itu dapat dilakukan setelah keluarnya fatwa dari Mahkamah Agung (MA). Setelah itu baru dilanjutkan dengan paripurna DPRD. Jika proses itu benar sudah berlangsung, maka yang akan dilakukan adalah meneruskan surat itu kepada Presiden.
“Kalau ada hasil paripurna dewan yang menegaskan fatwa dari Mahkamah Agung itu, tinggal kita teruskan kepada Presiden,” kata Gatot.
Terkait kejadian ini, kata Gatot, dirinya tentu menyayangkan. Sebenarnya beberapa waktu lalu, kepada ketika para tokoh masyarakat Kabupaten Karo yang menemuinya, Gatot sudah menyarankan dibentuk forum mediasi, namun ternyata tidak terlaksana. (nang/deo)