JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait teknis PP No 11/2014 tentang Pungutan oleh OJK ditarget rampung pada 31 Maret 2014. Rencananya, uang hasil pungutan dari pelaku industri baru akan digunakan untuk anggaran 2015. Sedangkan dana Rp 2,4 triliun yang dialokasikan tahun ini masih bersumber dari anggaran negara.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan, pihaknya sudah bertemu semua asosiasi dari pelaku di industri pasar modal. “Kami menampung berbagai masukan yang ada. Pada 31 Maret POJK harus rampung,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Dengan tuntasnya POJK yang mengatur teknis pelaksanaan pungutan, maka pembayaran oleh pelaku industri menjadi lebih jelas. Pihaknya baru akan menggunakan dana hasil pungutan untuk dana operasional pada 2015. “Tahun ini anggaran OJK dari APBN. Sesuai UU, anggaran OJK memang dari APBN dan atau pungutan,” ungkapnya.
Sifat pungutan OJK tidak berlaku saklek. Pihaknya akan menghentikan pungutan jika target untuk anggaran tahun berikutnya sudah terpenuhi dari pungutan yang sudah terjadi. Seperti diwartakan, pungutan memang dilakukan bertahap empat kali dalam” setahun atau setiap triwulan.
Apabila pada pungutan ketiga alias pada triwulan ketiga nilai nominalnya sudah melebihi kebutuhan operasional OJK untuk tahun berikutnya, kelebihannya akan disetor ke kas negara. Bersamaan dengan itu, setiap pelaku industri tidak perlu membayar sisa pungutan di kuartal keempat. “Kalau sudah memenuhi akan distop,” tegasnya.
Sebaliknya, jika dana hasil pungutan ternyata tidak mencukupi kebutuhan operasional OJK untuk tahun berikutnya, maka akan mengambil porsi dari APBN. “Supaya kebutuhan pengawasan dapat dipenuhi dengan baik,” kata Nurhaida.
Potensi kelebihan anggaran dari hasil pungutan kepada pelaku industri sangat mungkin terjadi ketika misalnya banyak perusahaan tercatat melakukan aksi korporasi. Baik itu menerbitkan saham baru atau menerbitkan obligasi. Begitu pula jika misalnya pada tahun tertentu ada banyak perusahaan yang melakukan IPO. Semua aksi korporasi dalam PP No 11/2014 oleh OJK dikenakan biaya administrasi. (gen/oki)
JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait teknis PP No 11/2014 tentang Pungutan oleh OJK ditarget rampung pada 31 Maret 2014. Rencananya, uang hasil pungutan dari pelaku industri baru akan digunakan untuk anggaran 2015. Sedangkan dana Rp 2,4 triliun yang dialokasikan tahun ini masih bersumber dari anggaran negara.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan, pihaknya sudah bertemu semua asosiasi dari pelaku di industri pasar modal. “Kami menampung berbagai masukan yang ada. Pada 31 Maret POJK harus rampung,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Dengan tuntasnya POJK yang mengatur teknis pelaksanaan pungutan, maka pembayaran oleh pelaku industri menjadi lebih jelas. Pihaknya baru akan menggunakan dana hasil pungutan untuk dana operasional pada 2015. “Tahun ini anggaran OJK dari APBN. Sesuai UU, anggaran OJK memang dari APBN dan atau pungutan,” ungkapnya.
Sifat pungutan OJK tidak berlaku saklek. Pihaknya akan menghentikan pungutan jika target untuk anggaran tahun berikutnya sudah terpenuhi dari pungutan yang sudah terjadi. Seperti diwartakan, pungutan memang dilakukan bertahap empat kali dalam” setahun atau setiap triwulan.
Apabila pada pungutan ketiga alias pada triwulan ketiga nilai nominalnya sudah melebihi kebutuhan operasional OJK untuk tahun berikutnya, kelebihannya akan disetor ke kas negara. Bersamaan dengan itu, setiap pelaku industri tidak perlu membayar sisa pungutan di kuartal keempat. “Kalau sudah memenuhi akan distop,” tegasnya.
Sebaliknya, jika dana hasil pungutan ternyata tidak mencukupi kebutuhan operasional OJK untuk tahun berikutnya, maka akan mengambil porsi dari APBN. “Supaya kebutuhan pengawasan dapat dipenuhi dengan baik,” kata Nurhaida.
Potensi kelebihan anggaran dari hasil pungutan kepada pelaku industri sangat mungkin terjadi ketika misalnya banyak perusahaan tercatat melakukan aksi korporasi. Baik itu menerbitkan saham baru atau menerbitkan obligasi. Begitu pula jika misalnya pada tahun tertentu ada banyak perusahaan yang melakukan IPO. Semua aksi korporasi dalam PP No 11/2014 oleh OJK dikenakan biaya administrasi. (gen/oki)