26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Putin Langsung Sambut Crimea

Presiden Rusia, Vladimir Putin menandatangani berkas penerimaan Crimea.
Presiden Rusia, Vladimir Putin menandatangani berkas penerimaan Crimea.

MOSKOW, SUMUTPOS.CO – Presiden Vladimir Putin mengabaikan saran, kritik, dan kecaman masyarakat internasional terhadap Rusia terkait dengan referendum Republik Crimea. Kemarin (18/3) pemimpin 61 tahun itu mulai mengambil langkah untuk menerima kembalinya wilayah di semenanjung Laut Hitam tersebut ke wilayahnya.

Bergabungnya Crimea ke Kremlin memaksa para penguasa Eropa merevisi garis batas wilayah Rusia dan Ukraina. Itu bakal menjadi penggambaran ulang peta Benua Biru sejak usainya Perang Dunia II pada 1945. ”Presiden (Putin) telah menginformasikan kepada parlemen mengenai hasil referendum Crimea tersebut secara resmi,” terang media Rusia, mengutip keterangan seorang pejabat Kremlin.

Tidak sekadar mengumumkan hasil referendum yang berpihak kepada Rusia, Putin juga memerintahkan parlemen untuk menyusun perjanjian penggabungan wilayah dengan Crimea. Selanjutnya, perjanjian itu bakal menjadi landasan hukum dan undang-undang baru Negeri Beruang Merah. Kemarin Putin mengajak seluruh anggota majelis tinggi dan majelis rendah untuk membahas Crimea.

”Di hadapan parlemen, presiden menjelaskan posisi beliau sebagai kepala negara terkait permintaan Crimea untuk menjadi bagian dari Rusia,” papar Sergei Naryshkin, ketua Majelis Rendah Parlemen Rusia alias Duma. Kemarin puluhan ribu warga Kota Moskow menyambut bergabungnya Crimea ke wilayah Rusia dengan menggelar aksi turun ke jalan.

”Kini kita bersama,” seru mereka sambil mengusung spanduk bertulisan slogan pro-Moskow. Seperti halnya dengan Kremlin, rakyat Rusia pun menyambut baik hasil referendum yang menyebutkan bahwa sekitar 97 persen pemilih dewasa di Crimea memilih bergabung dengan Rusia. Dulu, sebelum menjadi bagian dari Ukraina pada 1954, Crimea memang tercatat sebagai salah satu wilayah Rusia.

Senin lalu (17/3), seiring dengan dirilisnya hasil referendum Crimea, Amerika Serikat dan Uni Eropa (UE) menjatuhkan sanksi terhadap Rusia. Tepatnya beberapa politikus Rusia. Sebelumnya, AS dan beberapa negara Eropa memang berancang-ancang menjatuhkan sanksi kepada pemerintahan Putin. Sebab, mereka menganggap Kremlin sebagai biang keladi berpisahnya Crimea dari Ukraina.

Sejak tergulingnya Viktor Yanukovych dari kursi presiden pada akhir Februari lalu, Kremlin memang menjadi ”musuh” bagi Kiev. Sebab, pemerintahan Putin merupakan pendukung setia Yanukovych. Hingga kemarin pun, Moskow masih menyebut politikus 63 tahun itu sebagai presiden sah Ukraina. Kremlin juga menolak menjalin hubungan diplomatik dengan pemerintahan baru Ukraina.

 

AS Ancam Beri Sanksi

Kemarin Gedung Putih menjelaskan bahwa pemerintahan Presiden Barack Obama telah menjatuhkan sanksi kepada tujuh pejabat Rusia. Salah satu di antaranya adalah Wakil Perdana Menteri (PM) Dmitry Rogozin. ”Jika Rusia masih terus melanjutkan pengaruhnya atas Ukraina, kami siap menjatuhkan sanksi yang lebih tegas,” ungkap presiden berdarah Kenya tersebut.

Jika sanksi AS baru menarget tujuh pejabat Rusia dan empat politikus Ukraina pro-Kremlin, UE menjatuhkan sanksi kepada lebih banyak pejabat. Mulai kemarin UE telah membekukan aset sekitar 21 politikus Rusia dan Ukraina. Selain itu, UE memberlakukan larangan bepergian kepada mereka. Termasuk Laksamana Alexander Vitko yang menjabat komandan pangkalan militer Rusia di Laut Hitam.

Dari Jepang, pemerintahan PM Shinzo Abe pun menghukum Rusia atas lepasnya Crimea dari Ukraina melalui referendum kontroversial Minggu lalu. Kemarin Tokyo menarik diri dari forum investasi internasional yang bakal digelar di Rusia. ”Kami sangat menyesalkan sikap Rusia yang mengakui kemerdekaan Republik Otonomi Khusus Crimea. Itu melanggar kedaulatan Ukraina,” terang Kementerian Luar Negeri Jepang. (AP/AFP/hep/c11/dos)

Presiden Rusia, Vladimir Putin menandatangani berkas penerimaan Crimea.
Presiden Rusia, Vladimir Putin menandatangani berkas penerimaan Crimea.

MOSKOW, SUMUTPOS.CO – Presiden Vladimir Putin mengabaikan saran, kritik, dan kecaman masyarakat internasional terhadap Rusia terkait dengan referendum Republik Crimea. Kemarin (18/3) pemimpin 61 tahun itu mulai mengambil langkah untuk menerima kembalinya wilayah di semenanjung Laut Hitam tersebut ke wilayahnya.

Bergabungnya Crimea ke Kremlin memaksa para penguasa Eropa merevisi garis batas wilayah Rusia dan Ukraina. Itu bakal menjadi penggambaran ulang peta Benua Biru sejak usainya Perang Dunia II pada 1945. ”Presiden (Putin) telah menginformasikan kepada parlemen mengenai hasil referendum Crimea tersebut secara resmi,” terang media Rusia, mengutip keterangan seorang pejabat Kremlin.

Tidak sekadar mengumumkan hasil referendum yang berpihak kepada Rusia, Putin juga memerintahkan parlemen untuk menyusun perjanjian penggabungan wilayah dengan Crimea. Selanjutnya, perjanjian itu bakal menjadi landasan hukum dan undang-undang baru Negeri Beruang Merah. Kemarin Putin mengajak seluruh anggota majelis tinggi dan majelis rendah untuk membahas Crimea.

”Di hadapan parlemen, presiden menjelaskan posisi beliau sebagai kepala negara terkait permintaan Crimea untuk menjadi bagian dari Rusia,” papar Sergei Naryshkin, ketua Majelis Rendah Parlemen Rusia alias Duma. Kemarin puluhan ribu warga Kota Moskow menyambut bergabungnya Crimea ke wilayah Rusia dengan menggelar aksi turun ke jalan.

”Kini kita bersama,” seru mereka sambil mengusung spanduk bertulisan slogan pro-Moskow. Seperti halnya dengan Kremlin, rakyat Rusia pun menyambut baik hasil referendum yang menyebutkan bahwa sekitar 97 persen pemilih dewasa di Crimea memilih bergabung dengan Rusia. Dulu, sebelum menjadi bagian dari Ukraina pada 1954, Crimea memang tercatat sebagai salah satu wilayah Rusia.

Senin lalu (17/3), seiring dengan dirilisnya hasil referendum Crimea, Amerika Serikat dan Uni Eropa (UE) menjatuhkan sanksi terhadap Rusia. Tepatnya beberapa politikus Rusia. Sebelumnya, AS dan beberapa negara Eropa memang berancang-ancang menjatuhkan sanksi kepada pemerintahan Putin. Sebab, mereka menganggap Kremlin sebagai biang keladi berpisahnya Crimea dari Ukraina.

Sejak tergulingnya Viktor Yanukovych dari kursi presiden pada akhir Februari lalu, Kremlin memang menjadi ”musuh” bagi Kiev. Sebab, pemerintahan Putin merupakan pendukung setia Yanukovych. Hingga kemarin pun, Moskow masih menyebut politikus 63 tahun itu sebagai presiden sah Ukraina. Kremlin juga menolak menjalin hubungan diplomatik dengan pemerintahan baru Ukraina.

 

AS Ancam Beri Sanksi

Kemarin Gedung Putih menjelaskan bahwa pemerintahan Presiden Barack Obama telah menjatuhkan sanksi kepada tujuh pejabat Rusia. Salah satu di antaranya adalah Wakil Perdana Menteri (PM) Dmitry Rogozin. ”Jika Rusia masih terus melanjutkan pengaruhnya atas Ukraina, kami siap menjatuhkan sanksi yang lebih tegas,” ungkap presiden berdarah Kenya tersebut.

Jika sanksi AS baru menarget tujuh pejabat Rusia dan empat politikus Ukraina pro-Kremlin, UE menjatuhkan sanksi kepada lebih banyak pejabat. Mulai kemarin UE telah membekukan aset sekitar 21 politikus Rusia dan Ukraina. Selain itu, UE memberlakukan larangan bepergian kepada mereka. Termasuk Laksamana Alexander Vitko yang menjabat komandan pangkalan militer Rusia di Laut Hitam.

Dari Jepang, pemerintahan PM Shinzo Abe pun menghukum Rusia atas lepasnya Crimea dari Ukraina melalui referendum kontroversial Minggu lalu. Kemarin Tokyo menarik diri dari forum investasi internasional yang bakal digelar di Rusia. ”Kami sangat menyesalkan sikap Rusia yang mengakui kemerdekaan Republik Otonomi Khusus Crimea. Itu melanggar kedaulatan Ukraina,” terang Kementerian Luar Negeri Jepang. (AP/AFP/hep/c11/dos)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/