29 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Ditembak Brigadir Susanto, AKBP Pamudji Sebut Astaghfirullah

JAKARTA-Penyidik Polda Metro Jaya akhirnya menemukan motif penembakan Kepala Pelayanan Maskas (Kayanma) AKBP Pamudji
yang dilakukan oleh anak buahnya Brigadir Susanto adalah ketidaksukaan dengan teguran yang dilakukan oleh korban kepada tersangka.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto mengatakan, sejauh ini dari keterangan sementara tersangka serta beberapa saksi-saksi menyebutkan, antara korban dengan tersangka tidak memiliki permasalahan pribadi. Sehingga, diduga motif tersangka menembak korban di ruang Yanma Polda Metro Jaya lantaran tidak terima dengan teguran AKBP Pamudji.

“Mungkin, dia (tersangka) tidak suka ketika ditegur, “ terang Rikwanto kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya kemarin (20/3). Meski penyidik telah menetapkan Brigadir Susanto sebagai tersangka, namun upaya penyelidikan masih terus berlanjut. Dari hasil Rekontruksi mini Tim Ditreskrimum Polda Metro Jaya, ditemukan dua lubang bekas tembakan di dinding tempat ditemukanya korban. Hal itu menguatkan dugaan korban meninggal bukan karena bunuh diri.

Selain itu, dari keterangan dua orang saksi yakni Brigadir P dan Brigadir M, saksi mendengar ketika suara letusan pertama dan suara teriakan astaghfirullah dari dalam ruang. Suara itu diduga merupakan rengekan dari AKBP Pamudji yang terkena tembakan senjata api jenis Revolver milik tersangka. Setelah itu terdengar suara ambruk.

Informasi lain yang diperoleh Jawa Pos (grup Sumut Pos) menyebutkan, Susanto stres akibat tugas yang diterimanya pada hari terbunuhnya Pamudji. Sebagai anggota Yanma, Susanto menjadi bagian tim yang mengurusi persiapan acara pelepasan mantan Kapolda Metro Jaya Irjen Putut Bayuseno yang resmi menjadi Kabaharkam Polri.

Penugasan lapangan nonstop sejak pagi hingga petang itu sempat membuat dia tertekan. Begitu dimarahi Pamudji karena tidak berseragam, emosinya pun meledak dan membuat Susanto menembak sang komandan. “Terlalu lebay, kamu,” ujar Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Heru Pranoto saat ditanya soal informasi tersebut di Mabes Polri kemarin.

Heru kemarin mendatangi Bareskrim Polri. Dia membawa serta salah seorang saksi, aiptu Dede Mulyadi. Ketika ditanya wartawan, dia mengatakan jika pihaknya hanya berkonsultasi. Menurut dia, semua penelitian yang dilakukan pihaknya dilaporkan dan dikonsultasikan ke bagian bimbingan Bareskrim.

Heru membantah jika kedatangannya itu untuk melimpahkan kasus tersebut ke Mabes Polri. “Untuk sementara tidak (dilimpahkan),” lanjutnya. saat ini,pihaknya berupaya menyinkronkan keterangan saksi dengan bukti ilmiah hasil uji laboratorium forensik.

Sementara itu, Susanto saat ini mendekam di sel tahanan Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Dia dicampur dengan tahanan tindak pidana umum. “Tadi malam sudah ditahan,” ujar Rikwanto. Kasus Susanto ditangani Subdit Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) karena tergolong pidana umum.

Susanto bertugas di Yanma unit Pelayanan Musik (Yansik) Polda Metro Jaya sejak 1 Januari 2002 hingga sekarang. Dari informasi yang dihimpun Jawa Pos, Brigadir Susanto merupakan pria kelahiran Malang 2 April 1974. Pria berusia 39 tahun itu merupakan anak tunggal. Susanto memiliki dua orang anak berusia 15 tahun dan tujuh tahun.

Susanto mengawali karirnya di kepolisian sejak tahun 1995, saat berusia 18 tahun dan baru lulus SMA. Saat kali pertama menjadi anggota Polri, Susanto yang berpangkat Tamtama ditugaskan di Sabhara Mabes Polri.

Kemudian, pada 2002 dipindahkan ke Polda Metro Jaya dan ditugaskan dan Yanma unit Pelayanan Musik (Yansik) Polda Metro Jaya hingga sekarang. Bahkan, di korps musik itu Brigadir Susanto terhitung sebagai senior sehingga dia diperkenankan memegang senjata.

Sementara itu, Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) menekankan kepada seluruh pimpinan satuan kerja untuk mengedepankan komunikasi persuasif dengan anggota yang memegang senjata api. Tujuannya guna lebih mengetahui kelayakan seorang anggota dalam menguasai senjata api. Hal itu disampaikan Kepala Bidang Humas Polda Sumut, Kombes Pol Heru Prakoso ketika dikonfirmasi Sumut Pos , Kamis (20/3) siang. Namun, hal itu disebut Heru tidak berkaitan dengan kejadian penembakan yang dialami AKBP di Polda Metro Jaya.

“Kejadian di sana, kok harus kita yang kebakaran jenggot. Kalau kita di Polda Sumut, dari kemarin-kemarin sudah mengintruksikan untuk pimpinan satker mengedepankan dialog dengan anggota yang memegang senjata. Seperti ketika melihat anggota yang biasanya periang berubah pendiam, kita ingatkan untuk dilakukan dialog sehingga ada keputusan, untuk menarik senjata api yang dipegang anggota bersangkutan, “ ungkap Heru.

Lebih lanjut, perwira dengan pangkat 3 melati di pundaknya itu menyebut kalau pihaknya juga melakukan pemeriksaan rutin, setiap 3 bulan, untuk anggota yang memegang senjata api. Disebutnya, hal itu diluar dari peraturan yang menetapkan pemeriksaan untuk 1 tahun sekali, saat melakukan perpanjangan penggunaan senjata api. Dikatakannya, pihaknya akan memberi sanksi disiplin bagi anggota yang izin penggunaan senjatanya berakhir namun dltetap memegang senjata api dengan tidak melakukan pengurusan perpanjangan izin.

Disinggung soal Standar Operasi Prosedur (SOP) penggunaan senjata api, Heru mengaku kalau hal itu bersifat situasional. Dikatakannya, pihaknya mengintruksikan kepada anggota yang memegang senjata, untuk mengedepankan melakukan peringatan dengan penembakan ke udara, sebelum melakukan tembakan melumpuhkan bagi pelaku kejahatan. Namun, Heru tidak memungkiri adanya anggota yang memegang senjata menyalahi SOP. Disebutnya, pihaknya akan memberika sanksi disiplin bagi anggota yang menyalahi SOP dalam pengguanan senjata api.

“Bila kita menerima laoporan dari masyarakat akan pelanggaran SOP penggunaan senjata, maka Bidang Propam yang akan menanganinya. Seperti anggota yang mengaku melakukan penembakan karena tersangka mencoba melarikan diri, kita periksa pelapor dan melihat luka tembak tersangka yang ditembak. Kalau lutut bagian depan, bagaimana penembakan dilakukan karena lari, dari arah belakang, “ sebut Heru mengakhiri. (agu/byu/boy/jpnn/ain/rbb)

JAKARTA-Penyidik Polda Metro Jaya akhirnya menemukan motif penembakan Kepala Pelayanan Maskas (Kayanma) AKBP Pamudji
yang dilakukan oleh anak buahnya Brigadir Susanto adalah ketidaksukaan dengan teguran yang dilakukan oleh korban kepada tersangka.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto mengatakan, sejauh ini dari keterangan sementara tersangka serta beberapa saksi-saksi menyebutkan, antara korban dengan tersangka tidak memiliki permasalahan pribadi. Sehingga, diduga motif tersangka menembak korban di ruang Yanma Polda Metro Jaya lantaran tidak terima dengan teguran AKBP Pamudji.

“Mungkin, dia (tersangka) tidak suka ketika ditegur, “ terang Rikwanto kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya kemarin (20/3). Meski penyidik telah menetapkan Brigadir Susanto sebagai tersangka, namun upaya penyelidikan masih terus berlanjut. Dari hasil Rekontruksi mini Tim Ditreskrimum Polda Metro Jaya, ditemukan dua lubang bekas tembakan di dinding tempat ditemukanya korban. Hal itu menguatkan dugaan korban meninggal bukan karena bunuh diri.

Selain itu, dari keterangan dua orang saksi yakni Brigadir P dan Brigadir M, saksi mendengar ketika suara letusan pertama dan suara teriakan astaghfirullah dari dalam ruang. Suara itu diduga merupakan rengekan dari AKBP Pamudji yang terkena tembakan senjata api jenis Revolver milik tersangka. Setelah itu terdengar suara ambruk.

Informasi lain yang diperoleh Jawa Pos (grup Sumut Pos) menyebutkan, Susanto stres akibat tugas yang diterimanya pada hari terbunuhnya Pamudji. Sebagai anggota Yanma, Susanto menjadi bagian tim yang mengurusi persiapan acara pelepasan mantan Kapolda Metro Jaya Irjen Putut Bayuseno yang resmi menjadi Kabaharkam Polri.

Penugasan lapangan nonstop sejak pagi hingga petang itu sempat membuat dia tertekan. Begitu dimarahi Pamudji karena tidak berseragam, emosinya pun meledak dan membuat Susanto menembak sang komandan. “Terlalu lebay, kamu,” ujar Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Heru Pranoto saat ditanya soal informasi tersebut di Mabes Polri kemarin.

Heru kemarin mendatangi Bareskrim Polri. Dia membawa serta salah seorang saksi, aiptu Dede Mulyadi. Ketika ditanya wartawan, dia mengatakan jika pihaknya hanya berkonsultasi. Menurut dia, semua penelitian yang dilakukan pihaknya dilaporkan dan dikonsultasikan ke bagian bimbingan Bareskrim.

Heru membantah jika kedatangannya itu untuk melimpahkan kasus tersebut ke Mabes Polri. “Untuk sementara tidak (dilimpahkan),” lanjutnya. saat ini,pihaknya berupaya menyinkronkan keterangan saksi dengan bukti ilmiah hasil uji laboratorium forensik.

Sementara itu, Susanto saat ini mendekam di sel tahanan Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Dia dicampur dengan tahanan tindak pidana umum. “Tadi malam sudah ditahan,” ujar Rikwanto. Kasus Susanto ditangani Subdit Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) karena tergolong pidana umum.

Susanto bertugas di Yanma unit Pelayanan Musik (Yansik) Polda Metro Jaya sejak 1 Januari 2002 hingga sekarang. Dari informasi yang dihimpun Jawa Pos, Brigadir Susanto merupakan pria kelahiran Malang 2 April 1974. Pria berusia 39 tahun itu merupakan anak tunggal. Susanto memiliki dua orang anak berusia 15 tahun dan tujuh tahun.

Susanto mengawali karirnya di kepolisian sejak tahun 1995, saat berusia 18 tahun dan baru lulus SMA. Saat kali pertama menjadi anggota Polri, Susanto yang berpangkat Tamtama ditugaskan di Sabhara Mabes Polri.

Kemudian, pada 2002 dipindahkan ke Polda Metro Jaya dan ditugaskan dan Yanma unit Pelayanan Musik (Yansik) Polda Metro Jaya hingga sekarang. Bahkan, di korps musik itu Brigadir Susanto terhitung sebagai senior sehingga dia diperkenankan memegang senjata.

Sementara itu, Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) menekankan kepada seluruh pimpinan satuan kerja untuk mengedepankan komunikasi persuasif dengan anggota yang memegang senjata api. Tujuannya guna lebih mengetahui kelayakan seorang anggota dalam menguasai senjata api. Hal itu disampaikan Kepala Bidang Humas Polda Sumut, Kombes Pol Heru Prakoso ketika dikonfirmasi Sumut Pos , Kamis (20/3) siang. Namun, hal itu disebut Heru tidak berkaitan dengan kejadian penembakan yang dialami AKBP di Polda Metro Jaya.

“Kejadian di sana, kok harus kita yang kebakaran jenggot. Kalau kita di Polda Sumut, dari kemarin-kemarin sudah mengintruksikan untuk pimpinan satker mengedepankan dialog dengan anggota yang memegang senjata. Seperti ketika melihat anggota yang biasanya periang berubah pendiam, kita ingatkan untuk dilakukan dialog sehingga ada keputusan, untuk menarik senjata api yang dipegang anggota bersangkutan, “ ungkap Heru.

Lebih lanjut, perwira dengan pangkat 3 melati di pundaknya itu menyebut kalau pihaknya juga melakukan pemeriksaan rutin, setiap 3 bulan, untuk anggota yang memegang senjata api. Disebutnya, hal itu diluar dari peraturan yang menetapkan pemeriksaan untuk 1 tahun sekali, saat melakukan perpanjangan penggunaan senjata api. Dikatakannya, pihaknya akan memberi sanksi disiplin bagi anggota yang izin penggunaan senjatanya berakhir namun dltetap memegang senjata api dengan tidak melakukan pengurusan perpanjangan izin.

Disinggung soal Standar Operasi Prosedur (SOP) penggunaan senjata api, Heru mengaku kalau hal itu bersifat situasional. Dikatakannya, pihaknya mengintruksikan kepada anggota yang memegang senjata, untuk mengedepankan melakukan peringatan dengan penembakan ke udara, sebelum melakukan tembakan melumpuhkan bagi pelaku kejahatan. Namun, Heru tidak memungkiri adanya anggota yang memegang senjata menyalahi SOP. Disebutnya, pihaknya akan memberika sanksi disiplin bagi anggota yang menyalahi SOP dalam pengguanan senjata api.

“Bila kita menerima laoporan dari masyarakat akan pelanggaran SOP penggunaan senjata, maka Bidang Propam yang akan menanganinya. Seperti anggota yang mengaku melakukan penembakan karena tersangka mencoba melarikan diri, kita periksa pelapor dan melihat luka tembak tersangka yang ditembak. Kalau lutut bagian depan, bagaimana penembakan dilakukan karena lari, dari arah belakang, “ sebut Heru mengakhiri. (agu/byu/boy/jpnn/ain/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/