Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan menjadi topik pembicaraan terhangat publik sejak paruh bulan ini. Sebab, keputusannya untuk mundur dari jabatan paling bergengsi di industri minyak nusantara itu mengagetkan berbagai pihak.
***
BAHKAN keputusannya memilih menjadi dosen di Universitas Harvard membuat nama Karen Agustiawan menjadi berita utama di sejumlah media massa.
Sosok Karen memang fenomenal. Dia adalah wanita pertama yang menjabat sebagai Dirut perusahaan migas BUMN pertama dalam sejarah Indonesia. Dia mampu menoreh paradigma baru mengenai kiprah wanita di industri tambang yang notabenenya kerap dilakoni oleh kaum adam.
Kendati demikian, dia tidak lupa kodratnya sebagai wanita. Dalam surat pengudurandirinya, Karen memberikan alasan yang sifatnya pribadi. Yakni, ingin mengurus keluarga dan dirinya sendiri untuk mengajar di Universitas Harvard, Boston, Amerika Serikat.
Saat Ramadan, dia pun disudutkan pada sebuah situasi yang sulit. Perannya sebagai Ibu sekaligus istri dari Prof. Dr. Herman Agustiawan, tidak bisa ditinggalkannya.
Karen memiliki tradisi hari pertama puasa wajib dijalani dengan buka bersama keluarga dan salat Tarawih berjamaah. Sayangnya pada hari pertama bulan puasa tahun 2013 yang jatuh pada tanggal 10 Juli, bertepatan dengan sebuah pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi nasional di hotel berbintang Jakarta.
Lantas apa yang dilakukan Karen? Dia memboyong semua keluarganya ke pertemuan tersebut. “Kami setiap buka puasa pertama harus bersama-sama, maka itu keluarga saya boyong semua ke sini. Ini ada Pak Herman Agustiawan dan anak-anak saya,” ucapnya kala itu.
Pelaksanaan buka bersama dengan para pemimpin redaksi pun berjalan cukup lama. Karen dihujani sejumlah pertanyaan seperti mengenai konsep green energy, laporan keuangan Pertamina, target yang akan dicapai, dan problem energi, BBM dan gas, serta status blok-blok migas.
Bahkan ada salah satu jurnalis senior yang bertanya, “Kapan waktu untuk Pak Herman?” Pertanyaan itu membuat Hermawan tertawa terbahak-bahak.
Sekadar diketahui, Herman Agustiawan juga orang sibuk. Pria lulusan PhD di Electrical Engineering, Southern Methodist University, Dallas-TX, USA itu adalah anggota Dewan Energi Nasional (DEN) sejak 2009 hingga saat ini.
Diskusi berjalan sangat akrab dan hangat, hingga tak terasa sudah larut malam. Agenda silaturahmi itu pun ditutup oleh pemandu acara. Tetapi tugas Karen belum selesai. Ketika keluar ruangan, Karen sudah ditunggu puluhan wartawan dengan pertanyaan yang beragam.
Ibu dua anak ini pun meladeni satu per satu pertanyaan para pemburu berita. Namun pertanyaan sangat bertubi-tubi. “Sudah ya, saya buru-buru. Saya mau ngadep ke Atas, mau salat Tarawih dulu,” ungkap Karen.
Selama memimpin Pertamina, Karen berhasil membuat Pertamina jauh lebih untung, yakni dengan mengalami kenaikan laba sebesar 107,6 persen dari Rp17,1 triliun pada 2007 menjadi Rp35,77 triliun pada enam tahun berselang.
Bahkan dia menjadi membawa Pertamina masuk dalam jajaran perusahaan Fortune Global 500 di tahun 2013, peringkat 122. Selain itu, di tahun 2014, Pertamina juga berhasil bertahan di daftar Fortune Global 500, yakni di peringkat 123.
Perempuan kelahiran Bandung tahun 1958 itu memang cemerlang. Lulus dari Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB), Karen langsung masuk dalam dunia minyak dan gas bumi (migas). Bermula dari perusahaan Mobil Oil, dengan cepat Karen menapaki karir di Pertamina hingga akhirnya menjadi orang nomor 1 di perusahaan migas Indonesia tersebut.
Karen merupakan salah satu wanita berpengaruh dalam sejarah kepemimpinan di Pertamina. Selain menjadi satu-satunya wanita yang pernah mejabat sebagai Dirut Pertamina, Karen telah berhasil dipercaya untuk memimpin nahkoda perusahaan pelat merah sektor energi selama dua periode.
”Saya merasa bangga menjadi bagian dari Pertamina, perusahaan yang saya pimpin selama lebih dari 5 tahun,” katanya.
Karen mengingatkan karyawan untuk meneruskan upaya menjadikan Pertamina perusahaan energi nasional bertaraf dunia. Kendati faktanya, masyarakat telah lama mendengar BUMN dijadikan sapi perahan oleh orang -orang tak bertanggungjawab.
Tak mengherankan bila mundurnya Karen kemudian dikait-kaitkan dengan tekanan dari luar terhadap Dirut Pertamina tersebut. Maklum saja sebagai BUMN migas, Pertamina memang tambang uang yang menggiurkan.
“Saya ini kan profesional sejati. Setelah 6,5 tahun saya mulai menyadari keluarga terutama anak-anak mengeluh kehabisan waktu untuk mereka,” kata Karen dengan suara datar.
Lantas bagaimana para pegawai Pertamina mengenal sosok Karen? Baharudin, seorang Security Pertamina, mengakui Karen adalah bos yang ramah kepada siapa saja, termasuk security sekali pun.
“Dia (Karen) baik orangnya, datangnya selalu pagi, jam 7 pagi sudah datang, orangnya ramah,” ungkap Baharudin. (bbs/val)