SYDNEY, SUMUTPOS.CO – Keputusan Perdana Menteri (PM) Tony Abbott untuk mengekor Amerika Serikat (AS) dalam perang antiteror di Iraq memantik reaksi keras. Politisi Greens Party menyayangkan kebijakan Canberra yang sengaja melibatkan militer Australia dalam pertempuran sengit itu. Tetapi, Abbott bergeming.
Kemarin (1/9) pemimpin 56 tahun itu menegaskan, kebijakan Australia sudah tepat. Menurut dia, mempersenjatai Peshmerga merupakan keputusan paling tepat untuk menyudahi krisis di Iraq. Sebab, saat ini Peshmerga menjadi satu-satunya kekuatan yang paling efektif untuk memerangi militan Negara Islam alias Islamic State (IS). Sebelumnya, Inggris dan Prancis sudah menempuh langkah serupa.
“Saat ini tidak melakukan apa pun sama saja mengantarkan jutaan orang pada kematian, potensi genosida dan kekerasan,” kata Abbott di hadapan media. Lebih lanjut dia menuturkan, IS yang awalnya bernama Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) bukan kelompok militan biasa. Orang nomor satu di Partai Liberal Australia itu menyebutkan, caliphate Islam yang dideklarasikan IS beberapa waktu lalu bukan negara, melainkan sekte sesat pemuja kematian.
Keputusan Abbott mempersenjatai Peshmerga sebenarnya telah mendapat dukungan penuh dari Partai Buruh. Partai yang kini menjadi kekuatan oposisi pemerintah tersebut sepakat dengan Canberra. Sebagaimana AS, Inggris, dan Prancis yang lebih dulu terjun ke Iraq, Australia pun mengusung agenda serupa dengan negara-negara sekutunya itu. Yakni, menghentikan agenda genosida IS.
Kepada parlemen Australia, Abbott mengungkapkan, dirinya bisa memahami keresahan masyarakat terkait dengan keterlibatan militer Negeri Kanguru dalam konflik di Iraq. Sebagaimana publik Australia, tokoh kelahiran Inggris itu pun tidak menginginkan negerinya kecemplung dalam konflik lain yang menyita tenaga dan biaya. Sebelumnya, Australia terlibat dalam misi antiteror AS di Afghanistan.
“Sebagai wujud iktikad baik, Australia tidak bisa membiarkan rakyat Iraq menghadapi horor ini sendiri. Kita juga tidak bisa mengimbau negara-negara lain untuk membantu Iraq atas nama kemanusiaan. Padahal, kita sendiri tidak berbuat apa-apa,” papar Abbott. Karena itu, Australia memilih melibatkan diri dalam konflik yang merembet hingga ke Syria tersebut.
Minggu waktu setempat (31/8), Australia mengungkapkan kesanggupannya untuk membantu misi antiteror AS di Iraq. Canberra ikut ambil bagian dalam misi internasional untuk memasok senjata ke Peshmerga yang sibuk menghalau IS dari wilayah utara Iraq. Selain memasok senjata, Australia akan berpartisipasi dalam pengiriman bantuan untuk warga Kurdi di wilayah terpencil.
Namun, media Australia melaporkan bahwa pasukan elite Australia, SAS, pun akan bertolak ke Iraq. Artinya, Canberra tidak hanya mengirimkan senjata. Tetapi juga mengirim pasukan ke wilayah utara Iraq untuk memerangi ISIS. Pasukan elite itu, menurut kabar, akan terjun ke medan tempur jika konflik ISIS pecah di tempat-tempat penting. Termasuk permukiman warga.
Terbukanya peluang bahwa Australia akan terlibat dalam konflik di Iraq itu memantik reaksi publik. Rata-rata mereka tidak rela melepas anak, cucu, serta kerabatnya ke Iraq. “Semua orang tahu bahwa sebenarnya kita hanya mengekor Obama. Padahal, pekan lalu Obama sendiri mengaku tidak punya strategi apa pun untuk menghadapi militan IS di Iraq,” ucap Christine Milne, pimpinan Greens Party. (AFP/AP/hep/c15/tia)