22.8 C
Medan
Sunday, January 19, 2025

Pemilik Rumah, Tetangga, bahkan Polwan Ikut Menangis

Foto: Amri/PM Keluarga Angkat histeris saat rumahnya akan dieksekusi, Kamis (25/9/2014) di Tembung, Medan.

Foto: Amri/PM
Keluarga Angkat histeris saat rumahnya akan dieksekusi, Kamis (25/9/2014) di Tembung, Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Eksekusi rumah di Jalan Gambir Pasar 8, No.6 Desa Tembung penuh drama kesedihan. Senang Ate Angket (56) dan istrinya Munia Sitanggang (54) berkali-kali menangis meminta tolong, bersujud, bahkan mencium kaki polisi yang mengawal penggusuran. Pengusiran itu hanya gara-gara pinjaman yang bersisa Rp 2.175.000 kepada Bank Bumi Asih.

“Tolong Pak jangan usir kami dari sini, mau kemana lagi kami nanti pak,” tangis Munia Sitanggang sambil bersujud di kaki seorang polisi wanita, yang turut mengawal penggusuran rumahnya, Kamis (25/9) sekir pukul 10.00 wib.

Meski tangis dan air mata tumpah, tim eksekusi yang melibatkan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam tidak mengurungkan niat. Seluruh barang-barang keluarga pasutri yang menginjak usia senja itu diangkut keluar rumah.

Aksi petugas sempat dihalang-halangi Senang Ate Angket. Tindakannya ternyata membuat seorang petugas berang. Dengan pentungan di tangan kanan, seorang anggota polisi Shabara berkali-kali memukuli badan pria tua itu.

Melihat ayahnya dipukuli secara membabi buta, Rudi mencoba melakukan penyelamatan. Namun nasibnya pun sama, polisi memukulinya tanpa rasa kasihan. Polisi juga menyeret-nyeret anak perempuan Senang Angkat dan meludahi Senang Angkat.

Penyiksaan dalam proses eksekusi pihak bank itu pun sontak memicu perlawanan dari para tetangga korban. Sembari berurai air mata, para tetangga korban melempari petugas dengan batu dan kayu.

“Mengapa kami yang lemah ini selalu ditindas oleh mereka yang banyak duitnya? Bapak lihat sendirilah gara-gara utang yang hanya Rp15 juta, masa sampai rumah pun disita? Kan nggak sebanding, apalagi polisinya banyak kali. Polisinya kami liat mukuli keluarga pak Angkat. Terkutuk memang orang ini yang sudah mendzolimi pak Angkat dan keluarganya,” protes Tulang Mamba, tetangga dekat keluarga Senang Angkat.

Perlawanan warga tak membuat polisi menghentikan aksi brutalnya, puluhan petugas berseragam cokelat itu semakin ganas dan membabi buta menyerang warga. Beberapa di antara warga ditangkap dan diangkut menggunakan bus Sabhara Poldasu.

Kurang lebih 2 jam perlawanan yang dilakukan keluarga Angkat, akhirnya keluarga Angkat terusir dari rumahnya sendiri. “Ini bukan atas nama hukum tapi atas nama kepentingan mereka. Mereka bekerja sama untuk mengambil harta kami,” teriak Senang Angkat sambil berurai air mata.

Foto: Amri/PM Istri Angkat yang histeris ditenangkan oleh seorang Polwan yang juga ikut menangis, saat eksekusi rumah di Tembung, Medan, Kamis  (25/9/2014).
Foto: Amri/PM
Istri Angkat yang histeris ditenangkan oleh seorang Polwan yang juga ikut menangis, saat eksekusi rumah di Tembung, Medan, Kamis (25/9/2014).

Seorang Polwan turut menangis menyaksikan kejadian itu. Sang Polwan pun mendatangi istri Senang Angkat yang sempat terjatuh. “Sudah bu, sabar bu, biar mereka yang jahat mendapat balasannya. Kami hanya menjalankan perintah,” tuturnya mencoba menenangkan istri Angkat yang terus menangis.

Karena diusir, keluarga Senang Angkat terpaksa tinggal di rumah tetangga mereka. “Mereka akan tinggal bersama kami, karena kami senang dengan keluarga pak Angkat, mereka sangat baik,” ujar Waluyo warga setempat.

Saat eksekusi berlangsung, Kapolsek Percut Sei Tuan Kompol Ronald Sipayung juga terlihat hadir. “Saya kemari lantaran disuruh atasan dan saya pribadi sangat sedih dengan apa yang menimpa keluarga Angkat,” ungkap Kompol Ronald Sipayung. (mri/bd)

Foto: Amri/PM Keluarga Angkat histeris saat rumahnya akan dieksekusi, Kamis (25/9/2014) di Tembung, Medan.

Foto: Amri/PM
Keluarga Angkat histeris saat rumahnya akan dieksekusi, Kamis (25/9/2014) di Tembung, Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Eksekusi rumah di Jalan Gambir Pasar 8, No.6 Desa Tembung penuh drama kesedihan. Senang Ate Angket (56) dan istrinya Munia Sitanggang (54) berkali-kali menangis meminta tolong, bersujud, bahkan mencium kaki polisi yang mengawal penggusuran. Pengusiran itu hanya gara-gara pinjaman yang bersisa Rp 2.175.000 kepada Bank Bumi Asih.

“Tolong Pak jangan usir kami dari sini, mau kemana lagi kami nanti pak,” tangis Munia Sitanggang sambil bersujud di kaki seorang polisi wanita, yang turut mengawal penggusuran rumahnya, Kamis (25/9) sekir pukul 10.00 wib.

Meski tangis dan air mata tumpah, tim eksekusi yang melibatkan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam tidak mengurungkan niat. Seluruh barang-barang keluarga pasutri yang menginjak usia senja itu diangkut keluar rumah.

Aksi petugas sempat dihalang-halangi Senang Ate Angket. Tindakannya ternyata membuat seorang petugas berang. Dengan pentungan di tangan kanan, seorang anggota polisi Shabara berkali-kali memukuli badan pria tua itu.

Melihat ayahnya dipukuli secara membabi buta, Rudi mencoba melakukan penyelamatan. Namun nasibnya pun sama, polisi memukulinya tanpa rasa kasihan. Polisi juga menyeret-nyeret anak perempuan Senang Angkat dan meludahi Senang Angkat.

Penyiksaan dalam proses eksekusi pihak bank itu pun sontak memicu perlawanan dari para tetangga korban. Sembari berurai air mata, para tetangga korban melempari petugas dengan batu dan kayu.

“Mengapa kami yang lemah ini selalu ditindas oleh mereka yang banyak duitnya? Bapak lihat sendirilah gara-gara utang yang hanya Rp15 juta, masa sampai rumah pun disita? Kan nggak sebanding, apalagi polisinya banyak kali. Polisinya kami liat mukuli keluarga pak Angkat. Terkutuk memang orang ini yang sudah mendzolimi pak Angkat dan keluarganya,” protes Tulang Mamba, tetangga dekat keluarga Senang Angkat.

Perlawanan warga tak membuat polisi menghentikan aksi brutalnya, puluhan petugas berseragam cokelat itu semakin ganas dan membabi buta menyerang warga. Beberapa di antara warga ditangkap dan diangkut menggunakan bus Sabhara Poldasu.

Kurang lebih 2 jam perlawanan yang dilakukan keluarga Angkat, akhirnya keluarga Angkat terusir dari rumahnya sendiri. “Ini bukan atas nama hukum tapi atas nama kepentingan mereka. Mereka bekerja sama untuk mengambil harta kami,” teriak Senang Angkat sambil berurai air mata.

Foto: Amri/PM Istri Angkat yang histeris ditenangkan oleh seorang Polwan yang juga ikut menangis, saat eksekusi rumah di Tembung, Medan, Kamis  (25/9/2014).
Foto: Amri/PM
Istri Angkat yang histeris ditenangkan oleh seorang Polwan yang juga ikut menangis, saat eksekusi rumah di Tembung, Medan, Kamis (25/9/2014).

Seorang Polwan turut menangis menyaksikan kejadian itu. Sang Polwan pun mendatangi istri Senang Angkat yang sempat terjatuh. “Sudah bu, sabar bu, biar mereka yang jahat mendapat balasannya. Kami hanya menjalankan perintah,” tuturnya mencoba menenangkan istri Angkat yang terus menangis.

Karena diusir, keluarga Senang Angkat terpaksa tinggal di rumah tetangga mereka. “Mereka akan tinggal bersama kami, karena kami senang dengan keluarga pak Angkat, mereka sangat baik,” ujar Waluyo warga setempat.

Saat eksekusi berlangsung, Kapolsek Percut Sei Tuan Kompol Ronald Sipayung juga terlihat hadir. “Saya kemari lantaran disuruh atasan dan saya pribadi sangat sedih dengan apa yang menimpa keluarga Angkat,” ungkap Kompol Ronald Sipayung. (mri/bd)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/