JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) memutuskan Arif Wibowo sebagai “pilot” baru Garuda Indonesia menggantikan Emirsyah Satar yang mundur Kamis (11/12). Di tengah kondisi maskapai yang merugi, Arif yang mantan Dirut Citilink itu langsung pasang tiga jurus menangani Garuda.
Ketiga jurus yang diyakini bisa membawa maskapai nasional itu bangkit dari kerugian kuartal III 2014 yang mencapai USD 219,54 juta. Dimulai dari membangkitkan generator pendapatan perusahaan. “Penghasil uang kita harus benar-benar menghasilkan uang semaksimal mungkin,” ujarnya.
Generator pendapatan itu, menurut Arif melingkupi banyak hal. Mulai dari sumber daya manusia (SDM) hingga alat-alat yang dipunya Garuda saat ini. Langkah kedua masih berkaitan dengan revenue generator, yaitu cost driver. Itu akan direstrukturisasi supaya maskapai tidak perlu mengeluarkan biaya yang percuma.
Menjadi penting karena Arif menilai tahun depan ada stagnansi ekonomi yang bisa berakibat pada angkutan udara. Dia berharap naiknya pendapatan diikuti dengan pengurangan biaya untuk cost driver. “Biaya-biaya value added akan dipotong. Nanti didetailkan, tunggu seminggu. Nanti akan dikasih tahu,” imbuhnya.
Cara ketiga sepertinya bergantung pada kesuksesan revenue generator dan cost driver. Sebab, menurut mantan EVP Marketing dan Sales PT Garuda Indonesia itu, perusahaan butuh dana yang cukup untuk operasional dari enam bulan sampai setahun ke depan.
“Yang paling penting adalah, kita pastikan secara finansial itu aman. Itu prioritas saya, metode banyak tapi salah satunya refinancing,” jelasnya. Saat disinggung apakah pemangkasan cost driver itu termasuk mengevaluasi rute yang tidak menguntungkan, Arif belum bisa menjawabnya.
Lulusan Teknik Mesin ITS Surabaya itu menyebut rute adalah bagian dari suatu jaringan. Jadi, tidak bisa dilihat dari satu sisi saja. Perlu kajian secara mendalam untuk mengetahui mana yang layak dimaksimalkan atau diminimalisasi.
Arif sadar, pekerjaan yang diembannya saat ini jauh berbeda dengan Citilink. Perusahaan yang dipimpinnya lebih besar dan memiliki rute internasional, regional, dan domestik. Dia menyebut dua tahun ke depan adalah masa yang paling sulit. “Pertumbuhan ekonomi sekitar 5,2 persen, dan pertumbuhan angkatan udata skitar dua kali lipatnya. Ini yang saya sebut strong head wind,” jelasnya.
Harga minyak memang turun dan itu bisa menjadi menguntungkan. Tetapi, ada faktor lain yang membuatnya menarik nafas panjang. Yakni, depresiasi rupiah. Hal itu yang membuat dia tidak berani menjamin tiga langkah tawarannya bisa membawa Garuda pastin untuk malah merugi.
Kalau pun nanti maskapai rekan klub liga Inggris, Liverpool itu harus menambah utang, Arif menyebut itu hal biasa. “Biasa dalam bisnis. Ada hutang tapi value naik,” urainya.
Emirsyah Satar menambahkan, dia yakin Arif bisa melanjutkan tugasnya dengan baik. Dia menyebut kondisi Garuda saat ini cukup stabil. Aset perusahaan tumbuh sekitar 2,7 kali lipat dari USD 1,1 miliar menjadi USD 3 miliar. Soal hutang, diakuinya cukup banyak dan mencapai USD 1 miliar (sekitar Rp 12 triliun).
Khusus soal utang, dia juga menyebut itu sebagai hal yang wajar. Menurutnya, kalau perusahaan mau besar dan tanpa hutang sangatlah jarang terjadi. Kecuali, para pemiliknya kaya raya dan memberikan modal besar. ” Kami doakan tim Pak Arif ke depan bisa sukses dan tidak ada keraguan. Pak Arif sudah menunjukkan hasil di Citilink,” terangnya.
Harapan atas terpilihnya Arif juga dibebankan oleh Kementerian BUMN. Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik dan Perhubungan Dwijanti Tjahjaningsih menyatakan Arif harus bisa mengendalikan resiko penyebab urama kerugian Garuda. Diharapkan tim baru bisa melakukan berbagai inovasi bisnis, layanan, serta efisiensi operasional yang mengacu pada keselamatan penerbangan.
“Perlu antisipasi yang lebih tajam untuk mengendalikan risiko dan manajemen baru dituntut dapat melihat dari perspektif berbeda. Hambatan dapat dikreasi sebagai sebuah peluang,” jelasnya.
Berprestasi
T erpilihnya Arif sebenarnya sudah ramai diperbincangkan ketika Emir memutuskan untuk mengundurkan diri. Dia dianggap sukses menangani Citilink sejak enam bulan pertama mendapatkan Air Operation Certificate. Dia tergolong agresif dalam berekspansi mulai dari menambah jumlah armada, hingga memperbanyak rute.
Meski berkonsep low cost carrier (LCC), tidak membuar Arif kehilangan percaya diri. Dia banyak bekerjasama dengan bank, hingga asuransi. Pria kelahiran 19 September 1966 itu juga bukan orang baru bagi Garuda. Karirnya dibangung dari engineer of maintenance and engineering dari 1990-1994.
Dia diberi tantangan lebih sebagai manajer, general manager, hingga Executive Vice President Marketing and Sales Garuda Indonesia. Perjalanan panjangnya di maskapai berlogo kepala Garuda itu membuat dia percaya diri.
“Kita sudah biasa ditantang. Saya bangga, tapi tantangan besar ini perlu hati-hati. Tidak boleh gegabah karena Garuda lebih besar dari Citilink. Jangan sampai terkena turbulensi sedikit langsuk terpuruk,” jelasnya.(dim)