SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Cerita klasik kejamnya ibu tiri, bagi Maria Cristina Natalia Panjaitan (28) bukanlah sekadar kisah pengantar tidur. Sebab, 9 tahun lamanya dia disiksa dari mulai ditendang hingga disetrika oleh wanita penganti peran ibu kandungnya.
Itu terungkap saat METRO SIANTAR (grup SUMUTPOS.CO) menyambangi rumah sepupunya, Diana Sagala di Jalan Besar Sidamanik, Kel. Sarimatondang, Kec. Sidamanik, Selasa (3/1).
Di rumah yang hanya berjarak sekitar 200 meter dari Pekan Sidamanik (pasar minggu) itu, Maria duduk di bangku teras sambil tertunduk lesu. Dia mengenakan baju lengan panjang putih yang bersenyawa dengan topi, seolah berusaha menutupi luka di sekujur tubuhnya.
Ditanya tentang penyiksaan yang dialaminya, Maria langsung menangis tanpa memperdulikan keberadaan wartawan. “Sesak kurasa, pedih luka ini,” ungkap Maria sambil mengusap air matanya.
Sadar Maria tidak mampu mengisahkan penderitaannya, Diana langsung berinisiatif mengungkap penyiksaan sepupunya tersebut. Dikatakannya, Maria tinggal di rumahnya sejak Minggu (1/2) lalu.
“Dia (Maria) diantarkan ayahnya dengan kondisi sekujur tubuh terluka dan memar,” jelas Diana, diikuti aksi Maria yang menunjukkan luka di kepala serta kakinya.
Tak hanya itu, sambil merintih kesakitan, gadis berkulit sawo matang ini juga menunjukkan luka di punggungnya. Betadine serta balutan perban pun tampak menempel di punggungnya.
Usai menunjukkan sejumlah luka di sekujur tubuh, Maria mengaku penderitaannya bermula dari meninggalnya sang ibu, Lamria Br Nainggolan ketika melahirkan anak ketiga.
“Ibu meninggal tahun 1991. Ibu meninggal setelah melahirkan adik bungsuku. Waktu itu aku masih berumur empat tahun,” ungkapnya lirih sambil meteskan air mata mengenang kepergian ibunya.
Beberapa bulan setelah ibunya meninggal, kata Maria, ayahnya yang merupakan Guru PNS di STM 3 Sibolga menikah dengan Setiana Br Siahaan. Mereka pun hidup serumah di Sibolga, dan penganiayaan pun dimulai.
“Awalnya, aku dipukul karena bertengkar dengan adik kandungku. Bahkan tidak segan ibu tiriku menendang dan menganiaya bahkan melukai,” jelasnya.
Penganiayaan semakin sering dialami Maria setelah kelahiran adik tirinya. Sekitar tahun 2007, dia bahkan disetrika. “Aku pernah disetrika ibu tiriku. Masalah itu sempat diketahui keluarga hingga membuat ibu tiriku pergi dari rumah,” jelasnya.
Tahun 2011, Maria diminta ayah dan ibu tirinya ikut tinggal di Medan. Agar mau, dia diiming-imingi akan dibelikan ponsel. Karena yakin ibu tirinya telah berubah, keluarga yang sempat melarang akhirnya mengijinkan Maria tinggal di Medan.
“Selama tinggal di Medan, ayah pulang dari Sibolga sekali seminggu atau sekali dua minggu untuk memberi uang belanja. Saat ayah tidak ada, ibu kembali menganiayaku lagi. Aku sering diikat dan ditendang,” imbuh Maria.
Atas tindakan itu lah, pihak keluarga berencana mengadu ke Polisi. “Karena penganiayaannya terjadi di Medan, kami berencana melapor ke Poldasu,” ujar Tito, sepupu Maria. (rah/ras)