Ketika ’’diperintahkan’’ untuk sekolah lagi, dan itu di Amerika, tentu saya langsung menjawab ’’Oke!’’. Malah dalam hati berteriak ’’Hore!’’. Sebab, di sana, di dalam toilet pun kita bisa menimba ilmu.
***
Waktu remaja dulu, rasanya legaaa sekali begitu selesai ’’sekolah’’. Wisuda, pesta, terbang ke awang-awang dulu sebelum mendarat dengan keras ke tanah, menyadari realitas dan hidup yang sebenarnya. Bahwa tidak ada yang gampang dan tidak ada yang instan.
Beberapa ’’pegangan hidup’’ itu sudah pernah saya tulis. Misalnya, ’’If it’s too good to be true, then it is not true’’. Atau kutipan Michael Schumacher soal keberuntungan itu harus diperjuangkan: ’’The harder you work, the luckier you get’’.
Plus, saya mau menambahkan satu lagi prinsip hidup Al Bundy, karakter sitkom favorit saya dari serial Married with Children. Bahwa kalau kita tiba-tiba beruntung, maka kita juga harus siap-siap menghadapi kesialan. Dan semakin tinggi tingkat keberuntungannya, maka kita harus siap-siap pula mengalami tingkat kesialan yang setara!
Wkwkwkwkwk… (Ini saya ketawa sendiri mengingat episode yang menceritakan ’’mendadak hoki, berakhir hancur’’ di serial tersebut).
Makin lama, saya sadar bahwa yang namanya belajar itu tak pernah berhenti. Makanya kok orang-orang itu sampai benar-benar tua –serius tua, belum menuju tua seperti saya– kok masih ada yang mau terus sekolah.
Ada yang sudah serius tua, dan sekolahnya serius pula di lajur formal. Mengejar banyak gelar ’’S’’, mengejar banyak titel di depan nama.
Ada pula yang serius tua, dan sekolahnya jalur tidak formal. Pergi ke mana-mana, berusaha meng-update isi kepala dan kemampuan dengan banyak traveling.
Ada pula yang serius tua, dan belajar dengan tidak ke mana-mana. Mendatangkan guru bahasa (Inggris, Mandarin) ke rumah atau ke kantor untuk menambah kemampuan pribadi.
Hehehe… Yang serius tua rasanya memang punya banyak waktu ekstra. Nah, yang menuju tua ini yang harus mencari waktu dan mendapat atau mencari kesempatan.
Kenapa baru sekarang? Mungkin, yang serius tua di atas saya merasa sudah waktunya saya di-upgrade. Keluarga saya memang mampu, tapi dulu tidak semampu yang lain untuk menyekolahkan saya sampai punya gelar lebih dari satu ’’S’’. Dan waktu itu, rasanya buat apa sekolah sampai punya banyak ’’S’’? Saya ingat, waktu itu ada kalimat terucap berbunyi: ’’Emangnya mau jadi dosen?’’.
Wkwkwkwk…
Lagi pula, semakin serius bekerja, pada akhirnya toh tidak ada banyak waktu untuk mengejar lebih banyak ’’S’’. Terlalu asyik mengejar banyak ’’M’’ atau malah ’’T’’. Wkwkwkwkwk…
Bukan, saya tidak sekolah lagi untuk mengejar ’’S’’ tambahan. Kebetulan memang ada banyak short course yang ditawarkan, dari sekolah-sekolah yang memang punya reputasi supertinggi. Dalam bidang-bidang yang disukai atau cocok dengan dunia yang sedang ditekuni.
Maunya sih dua minggu sampai sebulan, tapi pada akhirnya ambil yang hanya seminggu. Tidak apa-apa, karena temanya sangat cocok. Sekolah bisnis di bidang Sports, Media and Entertainment.