30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Think Globally, Act Locally

Oleh : Dame Ambarita
Pemimpin Redaksi Sumut Pos

Think globally, act locally. Istilah yang sudah acap kita dengar. Dan yang sekarang marak dide ngung-dengungkan, baik secara lisan maupun tulisan.
Sebuah kutipan dari sebuah situs di internet, dibuat oleh seseorang bernama Wayan, saya pikir cukup mampu menjelaskan konsep ini dengan sederhana. Kutipannya begini: ‘Broaden your vision, yet narrow your focus” (Perluas visimu, namun persempit fokusmu). Sederhana bukan?

Istilah think globally, act locally ini pertama kali diperkenalkan oleh para pemerhati lingkungan hidup pada tahun 60-an. Idenya kala itu, ketika kita membuat polusi di wilayah kita, seyogyanya kita juga berpikir bahwa polusi tersebut akan ikut merusak bumi. Untuk mengurangi polusi secara global, tak usah berharap langsung mengubah seisi bumi untuk memikirkannya. Melainkan, mulailah dari diri sendiri.

Ini daftar panjang act locally versi aktivis Go Green yang bisa kita praktikkan sehari-hari. Mulai dari kurangi konsumsi daging, karena untuk menghasilkan 1 kg daging, sumber daya yang dihabiskan setara dengan 15 kg gandum; belilah produk local, karena lebih murah dan menghemat energi; daur ulang aluminium, plastic dan kertas; bawa tas yang bisa dipakai ulang; gunakan gelas yang bisa dicuci; tanam pohon setiap ada kesempatan; turunkanlah suhu AC Anda; gunakan pemanas air tenaga surya; matikan lampu tidak terpakai dan jangan tinggalkan air menetes; maksimalkan pencahayaan dari alam; gunakan deterjen dan pembersih ramah lingkungan; gunakan kertas lebih sedikit, gunakan eMail dan software perkantoran untuk membuat laporan internal; gunakan eBanking; berliburlah di dalam negeri dan gunakanlah transportasi darat; gunakan mobil antar jemput untuk sekolah anak Anda; gunakanlah city car; dll, dll… yang daftarnya masih panjang lagi.

Dari aktivis Go Green, konsep think globally, act locally sekarang menjalar ke hampir semua lini. Kalangan birokrat, profesional, para CEO perusahaan, LSM, bahkan petani pun sudah banyak yang menerapkan konsep ini dalam pekerjaannya.

Ir H Doli D Siregar, MSc, seorang konsultan properti Indonesia, menerapkan konsep ini di perusahaannya dengan cara: menggabungkan kekuatan “local experience” dengan “international expertise” (tindakan lokal dengan keahlian tingkat dunia). Keahlian Pak Doli yang sudah level internasional, tak membuatnya ngotot harus bekerja skala dunia juga, tetapi bersedia menerapkannya terhadap dunia properti di tanah air.

Orang-orang China juga telah mengadopsi konsep ini dalam hal pemanfaatan internet. Jika di Indonesia kita rame-rame memanfaatkan Facebook dan Twitter sebagai situs pertemanan, tidak demikian dengan Cina. Mereka menciptakan Facebook sendiri versi China. Namanya Renren dan Kaixin001. Kedua situs jejaring sosial ini sangat popular di sana. Renren menyasar segmen pelajar dan mahasiswa sejak 2005. Adapun Kaixin001 menyasar kaum profesional muda China sejak 2008.

Selain FB dan Twitter, situs Google pun kalah di Cina dengan adanya situs Baidu, situs pencari di China. Bahkan untuk Iphone pun China punya versi sendiri, yakni Chiphone.

Sebuah stasiun televisi nasional juga sudah menerapkannya sejak lama, yakni memberi porsi terhadap konten daerah dalam penyiaran mereka. Sayang, mereka terkesan terus saja ‘bertahan’ dengan konsep lama, saat dunia sudah berubah.

Konsep think globally, act locally pas diterapkan di tengah persaingan global saat ini, dengan bertindak sesuai kemampuan dalam wilayah “kekuasaan” kita. Jangan dulu berpikir langsung mengubah dunia. Tetapi berpikirlah besar dengan tindakan yang bisa kita capai saat ini. (*)

Oleh : Dame Ambarita
Pemimpin Redaksi Sumut Pos

Think globally, act locally. Istilah yang sudah acap kita dengar. Dan yang sekarang marak dide ngung-dengungkan, baik secara lisan maupun tulisan.
Sebuah kutipan dari sebuah situs di internet, dibuat oleh seseorang bernama Wayan, saya pikir cukup mampu menjelaskan konsep ini dengan sederhana. Kutipannya begini: ‘Broaden your vision, yet narrow your focus” (Perluas visimu, namun persempit fokusmu). Sederhana bukan?

Istilah think globally, act locally ini pertama kali diperkenalkan oleh para pemerhati lingkungan hidup pada tahun 60-an. Idenya kala itu, ketika kita membuat polusi di wilayah kita, seyogyanya kita juga berpikir bahwa polusi tersebut akan ikut merusak bumi. Untuk mengurangi polusi secara global, tak usah berharap langsung mengubah seisi bumi untuk memikirkannya. Melainkan, mulailah dari diri sendiri.

Ini daftar panjang act locally versi aktivis Go Green yang bisa kita praktikkan sehari-hari. Mulai dari kurangi konsumsi daging, karena untuk menghasilkan 1 kg daging, sumber daya yang dihabiskan setara dengan 15 kg gandum; belilah produk local, karena lebih murah dan menghemat energi; daur ulang aluminium, plastic dan kertas; bawa tas yang bisa dipakai ulang; gunakan gelas yang bisa dicuci; tanam pohon setiap ada kesempatan; turunkanlah suhu AC Anda; gunakan pemanas air tenaga surya; matikan lampu tidak terpakai dan jangan tinggalkan air menetes; maksimalkan pencahayaan dari alam; gunakan deterjen dan pembersih ramah lingkungan; gunakan kertas lebih sedikit, gunakan eMail dan software perkantoran untuk membuat laporan internal; gunakan eBanking; berliburlah di dalam negeri dan gunakanlah transportasi darat; gunakan mobil antar jemput untuk sekolah anak Anda; gunakanlah city car; dll, dll… yang daftarnya masih panjang lagi.

Dari aktivis Go Green, konsep think globally, act locally sekarang menjalar ke hampir semua lini. Kalangan birokrat, profesional, para CEO perusahaan, LSM, bahkan petani pun sudah banyak yang menerapkan konsep ini dalam pekerjaannya.

Ir H Doli D Siregar, MSc, seorang konsultan properti Indonesia, menerapkan konsep ini di perusahaannya dengan cara: menggabungkan kekuatan “local experience” dengan “international expertise” (tindakan lokal dengan keahlian tingkat dunia). Keahlian Pak Doli yang sudah level internasional, tak membuatnya ngotot harus bekerja skala dunia juga, tetapi bersedia menerapkannya terhadap dunia properti di tanah air.

Orang-orang China juga telah mengadopsi konsep ini dalam hal pemanfaatan internet. Jika di Indonesia kita rame-rame memanfaatkan Facebook dan Twitter sebagai situs pertemanan, tidak demikian dengan Cina. Mereka menciptakan Facebook sendiri versi China. Namanya Renren dan Kaixin001. Kedua situs jejaring sosial ini sangat popular di sana. Renren menyasar segmen pelajar dan mahasiswa sejak 2005. Adapun Kaixin001 menyasar kaum profesional muda China sejak 2008.

Selain FB dan Twitter, situs Google pun kalah di Cina dengan adanya situs Baidu, situs pencari di China. Bahkan untuk Iphone pun China punya versi sendiri, yakni Chiphone.

Sebuah stasiun televisi nasional juga sudah menerapkannya sejak lama, yakni memberi porsi terhadap konten daerah dalam penyiaran mereka. Sayang, mereka terkesan terus saja ‘bertahan’ dengan konsep lama, saat dunia sudah berubah.

Konsep think globally, act locally pas diterapkan di tengah persaingan global saat ini, dengan bertindak sesuai kemampuan dalam wilayah “kekuasaan” kita. Jangan dulu berpikir langsung mengubah dunia. Tetapi berpikirlah besar dengan tindakan yang bisa kita capai saat ini. (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/