30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Hari Pendidikan (Bisnis) Ayrton Senna

Oleh: AZRUL ANANDA

Mari kita peringati Hari Pendidikan Nasional dengan belajar bisnis jual nama Ayrton Senna, 23 tahun setelah dia meninggal dunia.

***

Bulan Mei 2017 ini diawali dengan tiga peringatan menarik buat saya. Pada 1 Mei, peringatan 23 tahun meninggalnya Ayrton Senna, legenda balap Formula 1 idola saya. Lalu, 2 Mei adalah Hari Pendidikan Nasional, dan masalah pendidikan buat saya jauh lebih menarik dan penting daripada isu pemilihan wali kota, gubernur, maupun presiden.

Kemudian, 4 Mei banyak diperingati di dunia sebagai Star Wars Day. Hanya gara-gara ’’May The Fourth Be With You’’ bunyinya mirip dengan ’’May The Force Be With You’’ (kalau Anda tidak paham tandanya kurang gaul, atau jangan-jangan punya problem intelektual, wkwkwkwk).

Tulisan ini akan mengabaikan dulu Star Wars. Tapi akan memadukan pentingnya Ayrton Senna dan pendidikan, dan bisnis yang menjembatani keduanya. Bagaimana 23 tahun setelah meninggal, nama Ayrton Senna tetap bisa menghasilkan pemasukan triliunan rupiah, dan semuanya untuk kepentingan pendidikan anak-anak kurang mampu.

Sebagai penggemar berat Ayrton Senna, tidak perlu alasan-alasan baru untuk membuat saya lebih cinta pada juara dunia tiga kali itu. Tapi ternyata, 23 tahun setelah dia membuat saya menangis di depan layar televisi (saat dia tabrakan dan meninggal), dia tetap mampu membuat hati saya bergetar. Tetap memberi inspirasi tentang bagaimana nama besarnya terus bisa memberi manfaat begitu besar bagi begitu banyak anak. DUA PULUH TIGA TAHUN setelah dia meninggal!

Sekarang coba kita becermin. Ketika kita tiada nanti, legacy apa yang ingin kita tinggalkan untuk anak cucu kita nanti? Peninggalan bermanfaat apa yang bisa kita tinggalkan untuk orang banyak, walau kita tinggallah nama?

Sekarang saja, ada begitu banyak orang yang usianya sudah tergolong tua, masih pusing memikirkan bagaimana mempertahankan pekerjaan, jabatan, dan lain-lain. Kalau sudah begitu, bagaimana mau memikirkan yang lebih luas, setelah dia nanti tidak ada?

Ayrton Senna, dalam hal ini keluarganya, benar-benar spektakuler dalam menjaga legacy sang bintang. Lahir dari keluarga kaya, Senna memang tidak pusing mengejar kekayaan ketika jadi bintang F1. Tapi dia termasuk pionir, saat mendirikan Ayrton Senna Foundation (yayasan), yang didedikasikan sepenuhnya untuk membantu pendidikan anak-anak kurang mampu di Brasil.

Setelah dia meninggal, Viviane, kakak perempuannya, melanjutkan kerja yayasan tersebut sebagai pimpinannya. Tantangannya: Tanpa pemasukan besar langsung dari Senna, dari mana mimpi besar sang legenda bisa berlanjut?

Yayasan itu pun tidak berpikir seperti kebanyakan organisasi nonprofit. Mereka tidak mau mengandalkan donasi atau minta-minta sumbangan.

’’Biasanya justru perusahaan yang punya unit sosial. Kami justru terbalik. Setahu saya, kami satu-satunya organisasi nonprofit yang punya anak perusahaan yang berbisnis sports branding,’’ kata Bianca, putri Viviane, yang menjalankan perusahaan tersebut, dalam wawancara di BBC Inggris. Yang dibisniskan, ya nama ’’Ayrton Senna’’.

Walau sudah 23 tahun, yayasan ini benar-benar hebat dalam menjaga ’’kemistisan’’ nama Senna. Ditambah pula dengan betapa ’’religiusnya’’ para pencinta Senna dalam menularkan kecintaan mereka kepada orang lain (seperti yang saya lakukan lewat tulisan ini, wkwkwkwk…).

Oleh: AZRUL ANANDA

Mari kita peringati Hari Pendidikan Nasional dengan belajar bisnis jual nama Ayrton Senna, 23 tahun setelah dia meninggal dunia.

***

Bulan Mei 2017 ini diawali dengan tiga peringatan menarik buat saya. Pada 1 Mei, peringatan 23 tahun meninggalnya Ayrton Senna, legenda balap Formula 1 idola saya. Lalu, 2 Mei adalah Hari Pendidikan Nasional, dan masalah pendidikan buat saya jauh lebih menarik dan penting daripada isu pemilihan wali kota, gubernur, maupun presiden.

Kemudian, 4 Mei banyak diperingati di dunia sebagai Star Wars Day. Hanya gara-gara ’’May The Fourth Be With You’’ bunyinya mirip dengan ’’May The Force Be With You’’ (kalau Anda tidak paham tandanya kurang gaul, atau jangan-jangan punya problem intelektual, wkwkwkwk).

Tulisan ini akan mengabaikan dulu Star Wars. Tapi akan memadukan pentingnya Ayrton Senna dan pendidikan, dan bisnis yang menjembatani keduanya. Bagaimana 23 tahun setelah meninggal, nama Ayrton Senna tetap bisa menghasilkan pemasukan triliunan rupiah, dan semuanya untuk kepentingan pendidikan anak-anak kurang mampu.

Sebagai penggemar berat Ayrton Senna, tidak perlu alasan-alasan baru untuk membuat saya lebih cinta pada juara dunia tiga kali itu. Tapi ternyata, 23 tahun setelah dia membuat saya menangis di depan layar televisi (saat dia tabrakan dan meninggal), dia tetap mampu membuat hati saya bergetar. Tetap memberi inspirasi tentang bagaimana nama besarnya terus bisa memberi manfaat begitu besar bagi begitu banyak anak. DUA PULUH TIGA TAHUN setelah dia meninggal!

Sekarang coba kita becermin. Ketika kita tiada nanti, legacy apa yang ingin kita tinggalkan untuk anak cucu kita nanti? Peninggalan bermanfaat apa yang bisa kita tinggalkan untuk orang banyak, walau kita tinggallah nama?

Sekarang saja, ada begitu banyak orang yang usianya sudah tergolong tua, masih pusing memikirkan bagaimana mempertahankan pekerjaan, jabatan, dan lain-lain. Kalau sudah begitu, bagaimana mau memikirkan yang lebih luas, setelah dia nanti tidak ada?

Ayrton Senna, dalam hal ini keluarganya, benar-benar spektakuler dalam menjaga legacy sang bintang. Lahir dari keluarga kaya, Senna memang tidak pusing mengejar kekayaan ketika jadi bintang F1. Tapi dia termasuk pionir, saat mendirikan Ayrton Senna Foundation (yayasan), yang didedikasikan sepenuhnya untuk membantu pendidikan anak-anak kurang mampu di Brasil.

Setelah dia meninggal, Viviane, kakak perempuannya, melanjutkan kerja yayasan tersebut sebagai pimpinannya. Tantangannya: Tanpa pemasukan besar langsung dari Senna, dari mana mimpi besar sang legenda bisa berlanjut?

Yayasan itu pun tidak berpikir seperti kebanyakan organisasi nonprofit. Mereka tidak mau mengandalkan donasi atau minta-minta sumbangan.

’’Biasanya justru perusahaan yang punya unit sosial. Kami justru terbalik. Setahu saya, kami satu-satunya organisasi nonprofit yang punya anak perusahaan yang berbisnis sports branding,’’ kata Bianca, putri Viviane, yang menjalankan perusahaan tersebut, dalam wawancara di BBC Inggris. Yang dibisniskan, ya nama ’’Ayrton Senna’’.

Walau sudah 23 tahun, yayasan ini benar-benar hebat dalam menjaga ’’kemistisan’’ nama Senna. Ditambah pula dengan betapa ’’religiusnya’’ para pencinta Senna dalam menularkan kecintaan mereka kepada orang lain (seperti yang saya lakukan lewat tulisan ini, wkwkwkwk…).

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/