Di belakang setiap orang sukses ada?
***
Di belakang laki-laki yang sukses ada? Perempuan yang kuat.
Hmmm… Agak klise. Mungkin benar, tapi agak klise.
Di belakang setiap orang sukses ada? Tim yang kuat.
Hmmm. Rasanya akurat. Dan rasanya akan lebih sukses kalau dia membuat sendiri tim yang kuat itu.
Di belakang orang sukses ada? Haters!
Nah, yang ini rasanya tak terelakkan, tapi mungkin paling harus dinikmati. Semakin sukses seseorang, semakin banyak pembencinya. Dan itu seharusnya tidak apa-apa, malah semakin bikin seru!
Ketika kuliah kelas public relations (PR) dulu, kalimat pertama di buku teks saya berbunyi begini: “One-hundred percent objectivity is impossible to attain.” Artinya, Seratus persen objektif itu tidak mungkin dicapai.
Apa pun yang diputuskan, pasti tidak bisa menyenangkan semua orang. Apa pun yang disampaikan, pasti tidak bisa memuaskan semua orang. Tidak mungkin 100 persen.
Secara logika demikian.
Makanya, lain kali kalau ada yang bilang “Kamu harus objektif!”, balas saja: “Pakai logika dong! Objektif itu tidak mungkin 100 persen!”
Kalau dia marah, ya biarin. Berarti logikanya gak sempurna. Wkwkwkwk.
Kecuali dia ngomong: “Kamu harus seobjektif mungkin!”
Nah, itu baru lebih logis.
Anyway, hukum PR ini juga berlaku untuk lovers and haters, bukan? Tidak mungkin kita membuat semua orang mencintai kita. Dan sejahat apa pun kita, tidak mungkin bisa membuat semua orang membenci kita.
Pembunuh berdarah dingin pun mungkin masih punya pencinta, bukan?
Ketika belum banyak yang kenal, hidup saya dulu rasanya tenaaang sekali. Semakin banyak yang kenal, memang semakin banyak rasanya yang mengapresiasi segala hal yang saya lakukan. Di sisi lain, selalu saja ada yang sirik, mengkritik, bahkan terang-terangan menghujat.
Nah, itu yang kategori terkenalnya tanggung seperti saya. Apalagi yang dikenalnya masuk kategori superkondang. Karena pertumbuhan prestasi, penggemar, dan haters rasanya kok berbanding segaris.
Menanggapinya pun macam-macam. Ada yang lebay, sedikit-sedikit ditanggapi. Bahkan sampai menangis-nangis di TV. Ada yang saking tidak kuatnya mencari pelarian yang enggak-enggak.
Ada yang saking kondangnya dan saking tinggi jabatannya, sampai berniat mengeluarkan aturan untuk melarang segala penghinaan terhadap dirinya.
Haruskah sampai segitunya?
Untuk urusan ini, saya harus angkat topi paling tinggi buat Abah saya sendiri. Buanyak orang yang menghujat, buanyak orang yang membenci, buanyak orang yang sirik, dianya tetap cuek-cuek dan do his business.
Dia pernah bilang sama saya: “Apa pun yang saya lakukan, orang pasti tidak 100 persen percaya. Saya bilang saya tidak korupsi, pasti ada yang tidak percaya. Saya bilang tidak mengambil gaji, pasti ada yang tidak percaya. Ya sudah. Itulah hidup.”
Kalau mau nggoogle, ada banyak sekali kutipan menyikapi para hater ini.
Ada yang bilang:
“Someone who hates you normally hates you for one of three reasons. They either see you as a threat. They hate themselves. Or they want to be you.”
Ada juga yang bilang:
“When people hate on you, it’s because you’ve got something they want.”
Semuanya klise, hanya ada yang puitis, puitis medium, dan puitis soro. Tinggal suka yang mana, itu saja. Pada intinya ya sudah, biarin aja.
Yang paling saya suka? Yang dipakai Taylor Swift di lagunya, Shake It Off.
Bunyinya:
“And the haters gonna hate, hate, hate”
Baby I’m just gonna shake, shake, shake”
Shake it off. Shake it off!”
Kenapa suka yang ini? Karena sambil mengucapkannya kita bisa bergoyang! Wkwkwkwkwk. (*)