28.9 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

So Sweet Keke dan Nico

Azrul AnandaSaya tidak pernah menyangka Keke Rosberg seorang ayah yang luar biasa. Itu terlihat pada satu momen monumental. Ketika anaknya, Nico Rosberg, jadi juara dunia Formula 1 2016.

***

Keke Rosberg dan Nico Rosberg. Ayah dan anak juara dunia Formula 1. Keke –nama aslinya Keijo Erik Rosberg– meraih gelar balap paling bergengsi itu pada 1982, sedangkan Nico merebutnya Minggu lalu (27/11) di Abu Dhabi.

Ini merupakan pasangan ayah-anak kedua yang menjadi juara dunia. Setelah Graham Hill dan Damon Hill.

Persamaannya, ada selisih 34 tahun antara gelar Graham dan Keke dengan Damon dan Nico. Bedanya, Graham Hill sudah lama meninggal ketika Damon menjadi world champion pada 1996.

Keke, yang kini berusia 67 tahun, bercanda ketika disinggung soal itu. Dia bilang, Graham memang tidak bisa menyaksikan Damon menjadi juara. Tapi, dia sendiri juga mungkin tidak bisa menunggu lebih lama lagi…
Wkwkwkwk???
***

Terus terang, walau merupakan penggemar berat F1 dan salah satu jurnalis Indonesia dengan akses paling besar ke ajang tersebut, saya tidak pernah menjadi penggemar berat Nico Rosberg.

Pada 2006, saya beruntung karena pernah menjadi saksi debut pertama pembalap berambut pirang itu. Waktu itu meliput Grand Prix Bahrain bersama Dewo Pratomo dan Raka Denny.

Waktu itu Rosberg naik Williams-Cosworth, kombinasi sasis dan mesin yang sama dengan yang mengantarkan ayahnya jadi champion pada 1982. Hanya, Williams pada 2006 sedang berada dalam masa sulit. Jadi, harapan terbaik Nico Rosberg kala itu adalah papan tengah.

Hanya, pertanda istimewa sudah muncul di Bahrain itu. Rosberg finis ketujuh di lomba perdananya, meraih poin di lomba pertamanya. Saking istimewanya, saya menulis khusus soal Rosberg setelah lomba tersebut.

Tapi tetap saja, waktu itu saya tidak ”tersentuh” untuk menjadi penggemar Rosberg. Saya sangat respect dan berharap dia sukses, tapi bukan pembalap yang saya ikuti secara mendetail perkembangannya.

Keramahan dan ketenangan Rosberg selama berada di F1 juga membuat saya tidak pernah tidak menyukainya. Tapi, sekali lagi, saya bukan penggemar dia.

Saya kira kita semua sama dalam menyikapi para bintang olahraga. Kira-kira ada empat tingkat kesukaan itu.

Level A: Yang kita suka sepenuh hati.

Level B: Yang bagi kita biasa-biasa saja, tapi respect.

Level C: Yang bagi kita benar-benar biasa saja.

Level D: Yang kita benci sepenuh hati sampai rela berantem di medsos (karena kalau berantem beneran mungkin ya tidak berani).

Sikap saya terhadap Rosberg ya di level B itu lah.

Azrul AnandaSaya tidak pernah menyangka Keke Rosberg seorang ayah yang luar biasa. Itu terlihat pada satu momen monumental. Ketika anaknya, Nico Rosberg, jadi juara dunia Formula 1 2016.

***

Keke Rosberg dan Nico Rosberg. Ayah dan anak juara dunia Formula 1. Keke –nama aslinya Keijo Erik Rosberg– meraih gelar balap paling bergengsi itu pada 1982, sedangkan Nico merebutnya Minggu lalu (27/11) di Abu Dhabi.

Ini merupakan pasangan ayah-anak kedua yang menjadi juara dunia. Setelah Graham Hill dan Damon Hill.

Persamaannya, ada selisih 34 tahun antara gelar Graham dan Keke dengan Damon dan Nico. Bedanya, Graham Hill sudah lama meninggal ketika Damon menjadi world champion pada 1996.

Keke, yang kini berusia 67 tahun, bercanda ketika disinggung soal itu. Dia bilang, Graham memang tidak bisa menyaksikan Damon menjadi juara. Tapi, dia sendiri juga mungkin tidak bisa menunggu lebih lama lagi…
Wkwkwkwk???
***

Terus terang, walau merupakan penggemar berat F1 dan salah satu jurnalis Indonesia dengan akses paling besar ke ajang tersebut, saya tidak pernah menjadi penggemar berat Nico Rosberg.

Pada 2006, saya beruntung karena pernah menjadi saksi debut pertama pembalap berambut pirang itu. Waktu itu meliput Grand Prix Bahrain bersama Dewo Pratomo dan Raka Denny.

Waktu itu Rosberg naik Williams-Cosworth, kombinasi sasis dan mesin yang sama dengan yang mengantarkan ayahnya jadi champion pada 1982. Hanya, Williams pada 2006 sedang berada dalam masa sulit. Jadi, harapan terbaik Nico Rosberg kala itu adalah papan tengah.

Hanya, pertanda istimewa sudah muncul di Bahrain itu. Rosberg finis ketujuh di lomba perdananya, meraih poin di lomba pertamanya. Saking istimewanya, saya menulis khusus soal Rosberg setelah lomba tersebut.

Tapi tetap saja, waktu itu saya tidak ”tersentuh” untuk menjadi penggemar Rosberg. Saya sangat respect dan berharap dia sukses, tapi bukan pembalap yang saya ikuti secara mendetail perkembangannya.

Keramahan dan ketenangan Rosberg selama berada di F1 juga membuat saya tidak pernah tidak menyukainya. Tapi, sekali lagi, saya bukan penggemar dia.

Saya kira kita semua sama dalam menyikapi para bintang olahraga. Kira-kira ada empat tingkat kesukaan itu.

Level A: Yang kita suka sepenuh hati.

Level B: Yang bagi kita biasa-biasa saja, tapi respect.

Level C: Yang bagi kita benar-benar biasa saja.

Level D: Yang kita benci sepenuh hati sampai rela berantem di medsos (karena kalau berantem beneran mungkin ya tidak berani).

Sikap saya terhadap Rosberg ya di level B itu lah.

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/