25.6 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Mundur

Saya teringat dengan guyonan ala mantan Presiden Republik Indonesia KH Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan nama Gus Dur. Ceritanya, saat itu dia masih menjabat sebagai presiden. Dia didesak untuk mundur oleh massa karena dianggap tak berhasil menjadi presiden.
Nah, saat demonstrasi berulang dan tuntutan agar dia mundur, Gus Dur malah menjawab dengan santai. “Bagaimana mau mundur, maju saja saya sulit,” kira-kira seperti itulah jawaban sang Gus Dur.

Memang, jawaban Gus Dur akhirnya tak berarti setelah pada 23 Juli 2001, kepemimpinannya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri setelah mandatnya dicabut oleh MPR.

Dari ingatan soal Gus Dur tadi, saya menganggap sebuah tuntutan tak harus dianggap serius. Ya, jika memang harus mundur, kenapa harus serius menjawab tuntutan itu? Maksudnya, kenapa harus repot menjawab sambil mengeluarkan teori hingga dahi berkerut; akhirnya mundur juga kan?

Begitulah, soal mundur ini terkait dengan kasus terbaru. Adalah Hartati Murdaya, pengusaha yang terkait kasus penyuapan Bupati Buol. Seperti diketahui, si Hartati ini adalah anggota di Dewan Pembina Partai Demokrat. Nah, karena terkait dengan kasus hukum, dia pun langsung mundur. Terus terang, bagi saya, apa yang dilakukan Hartati cukup menawan. Meski tidak seperti Gus Dur yang nyeleneh, apa yang dilakukan Hartati memang patut diapresiasi. Pasalnya, Hartarti seharusnya tidak harus mundur. Sesuai dengan AD/ART partai dan kode etik Partai Demokrat, status Hartati adalah diberhentikan sementara. Status itu bisa berubah jika yang bersangkutan menjadi terdakwa atau sudah divonis bersalah oleh pengadilan. Nah, status Hartati kan belum vonis.
Maka, langkah Hartati langsung mendapat pujian dari TB Silalahi. “Ini sesuatu yang baik, ada kader yang memiliki kesadaran dengan mengundurkan diri,” begitu kata Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat tersebut.

Tidak hanya mundur dari keanggotaan di dewan pembina, melalui pernyataan tertulis Hartati menegaskan nonaktif sebagai anggota Partai Demokrat. Bahkan, dia juga mundur dari Komite Ekonomi Nasional (KEN). Hartati menuturkan bahwa dirinya menjadi anggota Dewan Pembina Partai Demokrat karena diminta untuk berkontribusi memajukan partai. Begitu juga ketika diminta menjadi anggota KEN, Hartati mengaku menerimanya sebagai tanggung jawab seorang warga negara.

“Ketika sekarang ada persoalan yang menimpa diri saya, tentunya lebih baik saya mundur dari dua jabatan tersebut. Sebab, tidak mungkin saya menjalankan tugas sebagaimana seharusnya,” itu jawaban si Hartati.

Hm, menarik juga. Adakah yang berani mundur seperti dia karena tersangkut masalah? Ya, di waktu yang sama, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kabupaten Deliserdang Ir Hj Anita Amri Tambunan juga tersandung masalah hukum. Memang, hanya soal perdata dan bukan pidana, tapi adakah pikiran mundur terbersit di benaknya? Sumpah, saya tak tahu. (*)

Saya teringat dengan guyonan ala mantan Presiden Republik Indonesia KH Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan nama Gus Dur. Ceritanya, saat itu dia masih menjabat sebagai presiden. Dia didesak untuk mundur oleh massa karena dianggap tak berhasil menjadi presiden.
Nah, saat demonstrasi berulang dan tuntutan agar dia mundur, Gus Dur malah menjawab dengan santai. “Bagaimana mau mundur, maju saja saya sulit,” kira-kira seperti itulah jawaban sang Gus Dur.

Memang, jawaban Gus Dur akhirnya tak berarti setelah pada 23 Juli 2001, kepemimpinannya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri setelah mandatnya dicabut oleh MPR.

Dari ingatan soal Gus Dur tadi, saya menganggap sebuah tuntutan tak harus dianggap serius. Ya, jika memang harus mundur, kenapa harus serius menjawab tuntutan itu? Maksudnya, kenapa harus repot menjawab sambil mengeluarkan teori hingga dahi berkerut; akhirnya mundur juga kan?

Begitulah, soal mundur ini terkait dengan kasus terbaru. Adalah Hartati Murdaya, pengusaha yang terkait kasus penyuapan Bupati Buol. Seperti diketahui, si Hartati ini adalah anggota di Dewan Pembina Partai Demokrat. Nah, karena terkait dengan kasus hukum, dia pun langsung mundur. Terus terang, bagi saya, apa yang dilakukan Hartati cukup menawan. Meski tidak seperti Gus Dur yang nyeleneh, apa yang dilakukan Hartati memang patut diapresiasi. Pasalnya, Hartarti seharusnya tidak harus mundur. Sesuai dengan AD/ART partai dan kode etik Partai Demokrat, status Hartati adalah diberhentikan sementara. Status itu bisa berubah jika yang bersangkutan menjadi terdakwa atau sudah divonis bersalah oleh pengadilan. Nah, status Hartati kan belum vonis.
Maka, langkah Hartati langsung mendapat pujian dari TB Silalahi. “Ini sesuatu yang baik, ada kader yang memiliki kesadaran dengan mengundurkan diri,” begitu kata Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat tersebut.

Tidak hanya mundur dari keanggotaan di dewan pembina, melalui pernyataan tertulis Hartati menegaskan nonaktif sebagai anggota Partai Demokrat. Bahkan, dia juga mundur dari Komite Ekonomi Nasional (KEN). Hartati menuturkan bahwa dirinya menjadi anggota Dewan Pembina Partai Demokrat karena diminta untuk berkontribusi memajukan partai. Begitu juga ketika diminta menjadi anggota KEN, Hartati mengaku menerimanya sebagai tanggung jawab seorang warga negara.

“Ketika sekarang ada persoalan yang menimpa diri saya, tentunya lebih baik saya mundur dari dua jabatan tersebut. Sebab, tidak mungkin saya menjalankan tugas sebagaimana seharusnya,” itu jawaban si Hartati.

Hm, menarik juga. Adakah yang berani mundur seperti dia karena tersangkut masalah? Ya, di waktu yang sama, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kabupaten Deliserdang Ir Hj Anita Amri Tambunan juga tersandung masalah hukum. Memang, hanya soal perdata dan bukan pidana, tapi adakah pikiran mundur terbersit di benaknya? Sumpah, saya tak tahu. (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/