30 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Abah Dahlan dan Kreativitas yang Dihukum

Dahnil Anzar Simanjuntak

Oleh: Dahnil Anzar Simanjuntak*

Pada 7 Mei 2017, Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah menggelar Apel Akbar ”Menggembirakan Kemanusiaan” dan Kesiapsiagaan Bencana di Gresik, Jawa Timur. Apel yang dihadiri lebih dari 5 ribu personel Kokam Jawa Timur tersebut memang meletihkan karena harus berkawan dengan panas. Namun, keletihan itu agaknya terlupakan dengan semangat yang menggembirakan dari ribuan anggota Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam) yang hadir.

Kegembiraan saya bertambah karena seusai apel akbar Kokam, saya dan kawan-kawan Pemuda Muhammadiyah Jawa Timur berkesempatan bersilaturahmi dengan Abah Dahlan alias Pak Dahlan Iskan di kediamannya di Surabaya. Saya dan kawan-kawan disambut hangat oleh Abah Dahlan. Ternyata beliau tidak berubah. Tetap energik. Ramah. Tanpa babibu, Abah langsung mengajak kami makan siang. Masakan istri saya lho, kata beliau, sambil membagikan piring satu per satu.

Setelah makan siang, obrolan pun mengalir. Sambil ditemani kudapan pisang goreng khas Samarinda buatan istri beliau. Mulai cerita tentang keluarga sampai kasus yang sedang menjerat beliau. Mendengar kasus Abah Dahlan, saya teringat dengan satu kalimat yang rajin digunakan dalam perdebatan terkait kasus Bank Century: kebijakan tidak bisa dikriminalkan. Abah Dahlan agaknya dikriminalkan karena kebijakan yang sama sekali tidak menguntungkan beliau secara pribadi, apalagi keluarga. Tapi, entahlah temuan jaksa seperti apa. Saya hanya berpraduga dan menilai dari cerita Abah Dahlan. Tentu ini subjektif sekali, ini rasa kebatinan pribadi saja.

Ada adagium yang populer di dunia akuntansi, yakni ”kreatif bukan kriminal”. Kreativitas melakukan akrobat angka selama masih sesuai dengan standar akuntansi dan tidak melakukan tindak kriminal, it’s OK. Meskipun menabrak standar moral. Nah, kalau masalah ini bergantung standar moral masing-masing. Atau bila dalam keprofesian disebut sebagai etika profesi. Standar etika itu yang tiap-tiap individu berbeda-beda. Dan sayangnya, standar etika pejabat publik serta politisi kita rendah sekali.

Namun, dalam kasus Abah Dahlan, kreativitas dan inovasi yang menjadi genetika seorang wirausahawan tangguh harus berhadapan dengan upaya kriminalisasi. Dicari sekecil apa pun kesalahannya. Di sisi lain, banyak pejabat atau politikus, yang sudah terang maling uang rakyat dan terang indikasinya, karena memiliki jejaring kekuasaan, jamaah partai yang kuat, sulit sekali dijerat dengan alasan belum cukup bukti materiil dan sebagainya. Bahkan bersembunyi di balik diskresi, padahal terang diskresi tersebut melanggar hukum dan indikasinya jelas. Tapi, bagi Abah Dahlan, tidak ada diskresi-diskresian. Meski itu penuh dengan kreativitas dan upaya melakukan perbaikan. Bahkan, mungkin akan dicari kasus-kasus baru yang bisa menjerat beliau sampai bisa dipenjarakan.

Dahnil Anzar Simanjuntak

Oleh: Dahnil Anzar Simanjuntak*

Pada 7 Mei 2017, Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah menggelar Apel Akbar ”Menggembirakan Kemanusiaan” dan Kesiapsiagaan Bencana di Gresik, Jawa Timur. Apel yang dihadiri lebih dari 5 ribu personel Kokam Jawa Timur tersebut memang meletihkan karena harus berkawan dengan panas. Namun, keletihan itu agaknya terlupakan dengan semangat yang menggembirakan dari ribuan anggota Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam) yang hadir.

Kegembiraan saya bertambah karena seusai apel akbar Kokam, saya dan kawan-kawan Pemuda Muhammadiyah Jawa Timur berkesempatan bersilaturahmi dengan Abah Dahlan alias Pak Dahlan Iskan di kediamannya di Surabaya. Saya dan kawan-kawan disambut hangat oleh Abah Dahlan. Ternyata beliau tidak berubah. Tetap energik. Ramah. Tanpa babibu, Abah langsung mengajak kami makan siang. Masakan istri saya lho, kata beliau, sambil membagikan piring satu per satu.

Setelah makan siang, obrolan pun mengalir. Sambil ditemani kudapan pisang goreng khas Samarinda buatan istri beliau. Mulai cerita tentang keluarga sampai kasus yang sedang menjerat beliau. Mendengar kasus Abah Dahlan, saya teringat dengan satu kalimat yang rajin digunakan dalam perdebatan terkait kasus Bank Century: kebijakan tidak bisa dikriminalkan. Abah Dahlan agaknya dikriminalkan karena kebijakan yang sama sekali tidak menguntungkan beliau secara pribadi, apalagi keluarga. Tapi, entahlah temuan jaksa seperti apa. Saya hanya berpraduga dan menilai dari cerita Abah Dahlan. Tentu ini subjektif sekali, ini rasa kebatinan pribadi saja.

Ada adagium yang populer di dunia akuntansi, yakni ”kreatif bukan kriminal”. Kreativitas melakukan akrobat angka selama masih sesuai dengan standar akuntansi dan tidak melakukan tindak kriminal, it’s OK. Meskipun menabrak standar moral. Nah, kalau masalah ini bergantung standar moral masing-masing. Atau bila dalam keprofesian disebut sebagai etika profesi. Standar etika itu yang tiap-tiap individu berbeda-beda. Dan sayangnya, standar etika pejabat publik serta politisi kita rendah sekali.

Namun, dalam kasus Abah Dahlan, kreativitas dan inovasi yang menjadi genetika seorang wirausahawan tangguh harus berhadapan dengan upaya kriminalisasi. Dicari sekecil apa pun kesalahannya. Di sisi lain, banyak pejabat atau politikus, yang sudah terang maling uang rakyat dan terang indikasinya, karena memiliki jejaring kekuasaan, jamaah partai yang kuat, sulit sekali dijerat dengan alasan belum cukup bukti materiil dan sebagainya. Bahkan bersembunyi di balik diskresi, padahal terang diskresi tersebut melanggar hukum dan indikasinya jelas. Tapi, bagi Abah Dahlan, tidak ada diskresi-diskresian. Meski itu penuh dengan kreativitas dan upaya melakukan perbaikan. Bahkan, mungkin akan dicari kasus-kasus baru yang bisa menjerat beliau sampai bisa dipenjarakan.

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/