Oleh: Ramadhan Batubara
Redaktur Pelaksana Sumut Pos
Pasti ada yang ingat ketika Indonesia mampu mengalahkan Malaysia dalam penyisihan Grup A Piala AFF 2010 di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta. Bagaimana tidak, dalam laga yang digelar pada 1 Desember 2010 itu Indonesia menang dengan skor 5-1.
Ya, meski di laga kemudian, tepatnya pada partai final gelar Piala AFF malah jadi milik Malaysia. Yang menjadi catatan saya kali ini bukan kekalahan Indonesia atas Malaysia di final, namun lebih pada kemenangan saat penyisihan grup tadi. Dan, bukan pula pada euforia kemenangan tadi, melainkan pada jawaban pelatih Malaysia setelah kalah.
Entah karena perbedaan arti kata atau karena memang tinggi hati, Pelatih Malaysia K Rajagopal, memberi jawaban yang menarik usai kalah. Katanya, timnya kalah karena silap. โGol pertama yang bersarang di gawang kami karena kesilapan pemain. Gol kedua, pemain kami melakukan kesilapan,โ begitu kalimat si Ragopal saat itu.
Jawaban ini sempat sempat bahan perbincangan yang ramai. Bagaimana tidak, ada kesan Rajagopal tidak mengakui kekalahan tersebut, padahal kalah telak. Ya, semua bermuara pada kata โsilapโ tadi.
Nah, kata โsilapโ tiba-tiba menyergap kepala saya setelah membaca berita Briptu Leonardo Sitanggang yang tewas karena keteledoran Briptu Ikhsan Fuadi dalam menguasai senjata laras panjang jenis V2. Bagaimana tidak, hilangnya nyawa Briptu Leonardo dianggap sebagai buah kesilapan. Setidaknya hal ini diungkap oleh seorang saksi, Briptu Boni, usai diperiksa di Mapoldasu. โMaaf lah Bang. Nggak ada permasalahan, hanya silapnya ini Bang,โ kata Boni kepada para peliput yang mengejarnya.
Tentu, kata โsilapโ menjadi kata kunci dalam kasus ini. Persis dengan Rajagopal, kesan sepele juga tergambar saat kata โsilapโ terdengar atau terbaca. Masalahnya, Briptu Leonardo telah tiada, niat menikah pada tanggal 12 bulan 12 tahun 2012 pun tinggal rencana. Apakah ini peristiwa sepele hingga saksi bisa mengatakan semuanya hanya karena silap?
Karena itulah, saya mencari kamus bahasa Indonesia. Dan, yang saya dapati adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) cetakan ketiga tahun 1990. Dari kamus ini, kata โsilapโ diartikan sebagai salah penglihatan (penglihatan atau perasaannya berlainan dengan keadaan sebenarnya). Selain itu, โsilapโ juga bersinonim dengan khilaf. Nah, menurut kamus itu lagi, khilaf berarti keliru; salah (yang tidak disengaja).
Pertanyaannya, dari arti kata tersebut, kasus Rajagopal dan Briptu Boni berada di mana? Tentu, Rajagopal mengatakan โsilapโ karena mengakui anak didiknya salah mengantisipasi serangan Indonesia dan sebagainya. Yang namanya salah, tentu tidak sengaja. Namun, kesan sepele muncul karena Rajagopal tidak langsung menggunakan kata โsalahโ. Mungkin, atas nama perbedaaan kultur bahasa, maka dia lebih memilih kata silap daripada salah. Hingga, ketika membaca kamus, kata โsilapโ yang diungkapkan Rajagopal pun bisa dipahami.
Sementara, untuk apa yang diungkapkan Briptu Boni lumayan menyesakkan dada. Silap yang digunakan cenderung sangat sepele karena ini berhubungan dengan nyawa orang. Apalagi, ada kata โhanyaโ sebelum kata โsilapโ. Bisa bayangkan, nyawa seseorang hilang hanya gara-gara โsilapโ? Mengacu pada arti kata sesuai kamus, apa yang diungkapkan Briptu Boni malah tambah mengerikan bukan? Ayolah, berarti apa yang dilakukan Briptu Ikhsan Fuadi hanya karena salah (yang tidak disengaja). Luar biasa. Seorang penegak hukum berlindung pada kata โtak sengajaโ.
Tapi sudahlah, setidaknya, โsilapโ yang dikeluarkan olah Rajagopal akhirnya tertebus. Dia membawa timnya menang di final dan mengalahkan Indonesia yang sebelumnya telah menundukkan mereka dengan telak. Rajagopal benar-benar membuktikan โsilapโ itu. Lalu, bagaimana dengan ungkapan Briptu Boni, benarkah โsilapโ itu juga bisa dibuktikan di kemudian hari? Ya, semoga saja para pemberi hukuman tidak mengatakan โsilapโ ketika Briptu Ikhsan Fuadi hanya dihukum ringan atas โkesilapannyaโ itu. (*)