30.6 C
Medan
Monday, May 27, 2024

Hari ‘H’

Akhir-akhir ini tampaknya khalayak ‘dipaksa’ untuk mengingat, memperhatikan, hingga mengingat istilah hari ‘H’. Ya, ini terkait Lebaran; jalur mudik dan arus balik. H-5, H-7, dan sebagainya serta H+1, H+4, dan sebagainya adalah istilah yang sangat akrab bukan?

Sumpah, melihat dan menyadari kenyataan itu saya senyum-senyum sendiri. Bagaimana tidak, sesuatu yang berhubungan dengan perayaan hari besar agama kok mirip militer.

Sudahlah, saya yakin semua tahu sejarah ‘H’ tadi. Untuk kembali mengingatkan kita, saya kutip asal ‘H’ tadi dari laman wikipedia. Menurut laman itu, hari ‘H’ adalah terjemahan langsung dari  ‘D’ Day.  Ya, ‘D’ Day (bahasa Indonesia: Hari-H) adalah istilah militer dalam bahasa Inggris yang digunakan sebagai hari dimulainya penyerangan atau operasi militer. Istilah ‘D’ Day digunakan karena hari yang dimaksud belum diketahui atau masih dirahasiakan. Saat ini ‘D’ Day yang paling terkenal dalam sejarah adalah tanggal 6 Juni 1944 – tanggal dimulainya pertempuran Normandia, saat tentara sekutu berencana untuk membebaskan Eropa dari kekuasaan Nazi Jerman selama Perang Dunia II.

Perhatikan kalimat: ‘D’ Day digunakan karena hari yang dimaksud belum diketahui atau masih dirahasiakan. Nah, bagaimana dengan Lebaran? Bukankah Lebaran sudah ditentukan?

“Kenapa ‘H’? Ya, karena masih rahasia. Jadi, meski Lebaran telah ditentukan, apa yang akan terjadi di Lebaran kan masih rahasia?” begitu jawaban teman saya.
Hm, terserahlah. Yang jelas, ketika berbicara mudik dan arus balik, Lebaran malah kalah pamor. Buktinya, tidak ada berita soal mudik ataupun arus balik pada hari H tadi. Semua mengarah pada H-1, H-3, atau H+6 dan H+4. “Namanya juga mudik dan balik, ya gak mungkin di hari ‘H’ kan?” balas kawan saya tadi.

Sekali lagi, terserahlah. Soal hari ‘H’ ini memang tetap membuat saya tersenyum. Bagi saya, mengambil mentah-mentah istilah ‘D’ Day memang lucu. Terlepas itu istilah militer dan dari luar negeri, konsep ‘D’ Day benar-benar unik. Entah siapa (orang) yang mencetuskan itu dan kenapa dia berpikir semacam itu. Ya, dengan adanya D-Day berarti ada H ‘Hour’ dan S ‘Second’ kan? Dengan kata lain, ada jam ‘J’ dan detik ‘D’. Fiuh.

Tapi begitulah, dengan adalah hari ‘H’ tadi, kita memang cenderung gampang untuk memetakan sesuatu yang berhubungan dengan waktu. Coba bayangkan, seandainya tidak ada hari ‘H’, bagaimana dinas perhubungan membuat data mudik dan arus balik. Haruskah mereka menulis dengan kalimat ‘enam hari setelah Lebaran pemudik yang tewas di jalanan Sumatera Utara sebanyak 76 orang’? Atau, ‘Empat hari menjelang Lebaran pemudik mulai menyemut di Terminal Amplas’? Hm, bandingkan dengan ‘H+6 pemudik yang tewas di jalanan Sumatera Utara sebanyak 76 orang’. Atau, H-4 pemudik mulai menyemut di Terminal Amplas’. Mungkin contoh tadi tidak begitu berbeda, hanya soal banyak dan sedikitnya kata yang digunakan saja. Tapi, bagaimana jika dinas perhubungan membuat tabel yang tentunya butuh kata atau istilah yang praktis?

“Kan bisa pakai tanggal kalender, gitu aja kok repot?” kritik kawan saya tadi.
Iya juga ya, kenapa harus repot. (*)

Akhir-akhir ini tampaknya khalayak ‘dipaksa’ untuk mengingat, memperhatikan, hingga mengingat istilah hari ‘H’. Ya, ini terkait Lebaran; jalur mudik dan arus balik. H-5, H-7, dan sebagainya serta H+1, H+4, dan sebagainya adalah istilah yang sangat akrab bukan?

Sumpah, melihat dan menyadari kenyataan itu saya senyum-senyum sendiri. Bagaimana tidak, sesuatu yang berhubungan dengan perayaan hari besar agama kok mirip militer.

Sudahlah, saya yakin semua tahu sejarah ‘H’ tadi. Untuk kembali mengingatkan kita, saya kutip asal ‘H’ tadi dari laman wikipedia. Menurut laman itu, hari ‘H’ adalah terjemahan langsung dari  ‘D’ Day.  Ya, ‘D’ Day (bahasa Indonesia: Hari-H) adalah istilah militer dalam bahasa Inggris yang digunakan sebagai hari dimulainya penyerangan atau operasi militer. Istilah ‘D’ Day digunakan karena hari yang dimaksud belum diketahui atau masih dirahasiakan. Saat ini ‘D’ Day yang paling terkenal dalam sejarah adalah tanggal 6 Juni 1944 – tanggal dimulainya pertempuran Normandia, saat tentara sekutu berencana untuk membebaskan Eropa dari kekuasaan Nazi Jerman selama Perang Dunia II.

Perhatikan kalimat: ‘D’ Day digunakan karena hari yang dimaksud belum diketahui atau masih dirahasiakan. Nah, bagaimana dengan Lebaran? Bukankah Lebaran sudah ditentukan?

“Kenapa ‘H’? Ya, karena masih rahasia. Jadi, meski Lebaran telah ditentukan, apa yang akan terjadi di Lebaran kan masih rahasia?” begitu jawaban teman saya.
Hm, terserahlah. Yang jelas, ketika berbicara mudik dan arus balik, Lebaran malah kalah pamor. Buktinya, tidak ada berita soal mudik ataupun arus balik pada hari H tadi. Semua mengarah pada H-1, H-3, atau H+6 dan H+4. “Namanya juga mudik dan balik, ya gak mungkin di hari ‘H’ kan?” balas kawan saya tadi.

Sekali lagi, terserahlah. Soal hari ‘H’ ini memang tetap membuat saya tersenyum. Bagi saya, mengambil mentah-mentah istilah ‘D’ Day memang lucu. Terlepas itu istilah militer dan dari luar negeri, konsep ‘D’ Day benar-benar unik. Entah siapa (orang) yang mencetuskan itu dan kenapa dia berpikir semacam itu. Ya, dengan adanya D-Day berarti ada H ‘Hour’ dan S ‘Second’ kan? Dengan kata lain, ada jam ‘J’ dan detik ‘D’. Fiuh.

Tapi begitulah, dengan adalah hari ‘H’ tadi, kita memang cenderung gampang untuk memetakan sesuatu yang berhubungan dengan waktu. Coba bayangkan, seandainya tidak ada hari ‘H’, bagaimana dinas perhubungan membuat data mudik dan arus balik. Haruskah mereka menulis dengan kalimat ‘enam hari setelah Lebaran pemudik yang tewas di jalanan Sumatera Utara sebanyak 76 orang’? Atau, ‘Empat hari menjelang Lebaran pemudik mulai menyemut di Terminal Amplas’? Hm, bandingkan dengan ‘H+6 pemudik yang tewas di jalanan Sumatera Utara sebanyak 76 orang’. Atau, H-4 pemudik mulai menyemut di Terminal Amplas’. Mungkin contoh tadi tidak begitu berbeda, hanya soal banyak dan sedikitnya kata yang digunakan saja. Tapi, bagaimana jika dinas perhubungan membuat tabel yang tentunya butuh kata atau istilah yang praktis?

“Kan bisa pakai tanggal kalender, gitu aja kok repot?” kritik kawan saya tadi.
Iya juga ya, kenapa harus repot. (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/