Seharian kemarin yang saya kerjakan hanya dua: bertemu menteri pendidikan dan kebudayaan serta membaca lebih dari 400 cerita wu wei yang dikirimkan ke Jawa Pos. Siapa yang menang?
Waktu seminggu itu cepat sekali berlalu, ya. Belum apa-apa, sudah Happy Wednesday lagi.
Rabu pekan lalu, 20 Mei, ketika menulis lagi tentang wu wei, saya menantang pembaca untuk mengirimkan kisah-kisah pribadi mereka yang mencerminkan wu wei (bagi yang baru baca dan belum ngeh apa itu Wu Wei, tolong cari koran atau browsing tulisan ini seri sebelumnya).
Sepuluh yang terpilih akan dapat hadiah.
Wow, ternyata banyak juga yang merespons dan ternyata tema ini “menantang” untuk pembaca segala umur.
Antara Rabu hingga Minggu (20-24 Mei), ada ribuan e-mail yang masuk ke alamat yang dituliskan. Tentu saya tidak mungkin menyortir satu per satu.
Kasihan Tomy C Gutomo, redaktur Opini Jawa Pos, yang harus pusing-pusing dan garuk-garuk kepala memenuhi permintaan bosnya, harus memilah-milah dan “menyeleksi awal” tulisan-tulisan yang masuk tersebut.
Sampai Minggu tengah malam, batas pengiriman, dia harus menunggu. Senin (25/5) harus diseleksi sebaik mungkin untuk disampaikan kepada saya. Tugasnya jadi makin repot karena saya ini tipe old school. Saya minta e-mail yang dipilih itu dikompilasi dalam satu file, lalu di-print.
Saya tetap lebih suka membacanya dalam bentuk cetakan kertas sehingga bisa langsung mencoreti atau memberi tanda pada tulisan atau kalimat-kalimat dan kata-kata yang saya sukai.
Lalu, saya bisa menaruh tulisan-tulisan itu di atas meja, meletakkan dua tulisan berdampingan, untuk membandingkan dan memilah-milah lagi. Kalau pakai monitor atau tablet, jelas tidak sesimpel ini!
Senin malam itu kompilasi e-mail setebal hampir 120 halaman ada di tangan saya. Jumlah e-mail/tulisan yang ada di dalamnya 421. Empat ratus dua puluh satu!
***
Empat ratus dua puluh satu tulisan harus saya baca, lalu saya pilih sepuluh yang paling saya suka. Senin malam itu mulai saya cicil membaca. Tapi, untuk Selasa kemarin (26/5), saya harus bisa membagi waktu dengan baik.
Kemarin pagi saya harus pergi ke Bandara Internasional Juanda Surabaya di Sidoarjo, terbang ke Jakarta karena sudah ada janji pertemuan dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan.
Rencana awal, saya bangun pukul 04.00, sepedaan dulu 80 km ke arah Pandaan, balik pukul 06.30, mandi, lalu pergi ke bandara.
Tapi, karena hujan lebat, sepedaannya batal. Jadi, pagi-pagi saya sudah mulai membaca tulisan-tulisan itu. Berlanjut membaca lagi di ruang tunggu sambil makan pagi Burger King, baca lagi di pesawat selama sekitar satu jam. Lantas, baca lagi di perjalanan naik taksi ke tempat pertemuan (yang karena macet dan ruwetnya Jakarta bisa lebih lama daripada perjalanan pesawatnya).
Lalu, pertemuan dengan orang yang menyenangkan, karena selalu senang bisa bertemu dan berbincang dengan pejabat yang benar-benar punya kelas dan wawasan (percaya deh, sering saya bertemu dengan pejabat sambil dalam hati terus berpikir, “Ya ampuuuun, orang seperti ini kok bisa dipilih siiiiihhhhh”).
Setelah pertemuan, naik taksi lagi untuk kembali ke bandara. Lalu, membaca lagi sisa tulisan yang belum dibaca sambil menunggu jadwal penerbangan.
Dari pagi sampai sore, Wakil Pemimpin Redaksi Jawa Pos Nanang Prianto selalu menemani dan jadi teman diskusi naskah-naskah Wu Wei yang masuk. Sambil sesekali menelepon Tomy C Gutomo kalau ada pertanyaan soal e-mail atau naskah yang sudah disortir itu.
Setelah semua tulisan dibaca, saya mulai mencicil tulisan Happy Wednesday ini. Sebagian sebelum naik pesawat, sebagian saat di pesawat, dan finishing-nya setelah kembali ke Graha Pena Jawa Pos di Surabaya pada pukul 21.00, tadi malam.
Apa kesan saya tentang tulisan-tulisan itu?
Terima kasiiiiiiihhhh. Anda semua yang mengirim telah membuat saya senyum-senyum, terharu, dan bahkan tertawa terpingkal-pingkal dari pagi sampai sore…
***
Tulisan yang masuk datang dari mana-mana. Ada dari Jakarta, Jogjakarta, Palangkaraya, Pulau Lombok, Banyumas, dan berbagai kota lain di seluruh Indonesia.
Yang membuat saya sering tersenyum, kebanyakan dimulai dengan kalimat kurang lebih begini, “Saya tidak tahu apakah ini wu wei beneran atau bukan.
Ada tulisan anak SD, SMP, SMA, kuliah, atau yang kuliahnya tak kunjung berakhir. Ada yang ditulis oleh perempuan berkarir, ibu rumah tangga. Ada oleh guru, salesman, sampai kakek yang memiliki 12 cucu.
Ada cerita yang sangat-sangat sederhana. Pengalaman main bulu tangkis, main futsal, atau seorang ibu yang ternyata hobi main game. Ada juga yang ceritanya berlangsung sejak dia muda hingga 30 tahun kemudian.
Ada juga yang bercerita tentang perjalanan cari pacar, perjalanan putus-sambung dengan pacar yang ada di Amerika, pisah-rujuk pasangan suami istri, dan lain sebagainya.
Walau secara spesifik diminta bercerita tentang pengalaman wu wei, ada juga yang berkomentar tentang apa itu wu wei, mencoba mengoreksi saya tentang pemahaman wu wei, serta menulis ngalor-ngidul soal hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan pengalaman pribadi dan wu wei.
Ada juga yang menawari saya rumah, mobil, dan meminta saya tetap mengirim hadiah walau tulisannya sama sekali bukan soal wu wei. Mungkin untuk yang terakhir-terakhir ini, Tomy sang redaktur sudah kelelahan menyortir ribuan e-mail yang masuk, wkwkwkwkwk.
Santai, Tom, di kantor kita sudah ada Starbucks. Nanti kita ngopi dan diskusi, ok?
Lalu, siapa yang sepuluh tulisannya saya pilih? Naaaaaah…
Karena ini kolom suka-suka, dan pemilihannya juga suka-suka saya, sekarang saya punya dua opsi:
Satu, mau strict dan mengharuskan tulisan yang dapat hadiah benar-benar pengalaman wu wei.
Dua, mau agak longgar dan tetap memberi hadiah untuk beberapa tulisan yang sebenarnya bukan wu wei atau sekadar “wu wei tipis-tipis”.
Sebab, setelah membaca empat ratus dua puluh satu tulisan itu, saya mengambil kesimpulan begini:
Wu wei beneran atau bukan, sekadar wu wei tipis-tipis, atau bahkan wu wei meleset pun, semua tulisan ini sudah menggambarkan upaya, pengalaman, cerita, dan proses yang menghasilkan sesuatu.
Dan mencoba menuliskannya (tidak mudah) untuk berbagi dengan orang lain (tidak semua mau) adalah sesuatu yang sangat layak diapresiasi. Karena semuanya bisa menginspirasi yang lain. Mungkin ada yang menginspirasi satu orang lain, sepuluh orang lain, atau mungkin jutaan pembaca.
Bagaimanapun, hampir semua tulisan yang saya baca itu adalah penggambaran positive thinking. Di saat kehidupan kita ini sedang sulit untuk berpositif ria, segala hal yang bau-bau positif harus diapresiasi.
Dan karena kolom Happy Wednesday ini bukan kolom serius (apalagi sok serius), maka saya juga tidak ingin terlalu serius dalam menilai.
Jadi, sepuluh yang saya pilih belum tentu 100 persen wu wei. Dan yang saya pilih belum tentu hanya sepuluh. Semua yang saya pilih itu akan dimuat supaya bisa dinikmati oleh pembaca yang lain.
Mereka adalah: Baca edisi besok! Happy Wednesday! (*)