28 C
Medan
Thursday, November 21, 2024
spot_img

Semalam di Malaysia

Victor Abdullah (Sam Bimbo) penyanyi tenar Malaysia, berkenalan dan saling jatuh cinta dengan Sandra mahasiswa dan penyanyi Indonesia yang tengah mengadakan pertunjukan di Malaysia. Victor ternyata adalah Jarot sementara Sandra adalah Salimah anak-anak pasangan Marto (Koesno Soedjarwadi) dan Ruminah (Rina Hasyim) yang terpisah sejak kecil karena kapal Marto dam Jarot yang mengangkut sapi dagangan mereka kandas di Malaysia.

Di atas adalah petikan sinopsi film Semalam di Malaysia dari laman wikipedia. Semalam di Malaysia adalah film Indonesia yang dirilis pada 1975 yang disutradarai oleh Nico Pelamonia. Film ini meraih penghargaan Festival Film Indonesia 1976 untuk sutradara terbaik (Nico Pelamonia) dan pemeran utama wanita terbaik (Rina Hasyim).

Terus terang, sengaja saya tampilkan petikan di atas untuk kembali mengingatkan hubungan Indonesia dan Malaysia yang hangat; terkadang panas dan terkadang dingin. Sebuah hubungan yang sejatinya penuh dinamika. Sebuah hubungan yang mampu membangkitkan nasionalisme dari sisi dua negara bertetangga ini.

Soal keakraban, sudah cukup banyak yang terjalin. Mulai dari hubungan saling menguntungkan seperti tenaga kerja Indonesia, pertukaran pelajar, hingga impor dan ekspor. Pun soal budaya, selain film Semalam di Malaysia, ada film lain yang cukup dikenal di zamannya: Isabella. Film ini dirilis 1990 yang disutradarai oleh Marwan Alkatiri serta dibintangi oleh Nia Zulkarnaen dan Amy Search. Ke bidang musik juga tidak ketinggalan, ingat program Titian Muhibah? Atau, kolaborasi andal antara musisi Indonesia dengan Malaysia, Oddie Agam dam Sheila Madjid yang menelurkan Antara Anyer dan Jakarta.

Masih banyak lagi keterikatan yang indah antara Indonesia Malaysia. Ya, di sisi lain, tentunya Anda ingat dengan ‘Ganyang Malaysia’ ala Soekarno dulu. Lalu, bagaimana dengan Sipadan dan Ligitan? Tunggu dulu, masih banyak lagi. Mari sama-sama kita sebut: Reog Ponorogo, Rasa Sayange, Tari Pendet, fiuh capek deh kalo mo ngitung.

Dan yang teranyar, Tortor dan Gordang Sambilan. Kenyataan inilah yang saya anggap sebagai hubungan yang hangat; tidak dingin dan panas selalu; tarik ulur; malu-malu kucing. Mungkin itulah sebab, jika tidak bijak bisa silap. Contohnya apa yang dilakukan mahasiswa asal Malaysia yang sedang belajar di Medan. Gara-gara tertabrak sepeda motornya, dia pun langsung menghina Indonesia secara umum. Langsung saja warga sekitar lokasi tabrakan langsung emosi. Terbayang hubungan yang panas dengan Malaysia, mereka langsung menyerang empat warga negeri jiran tadi. Beruntung, pihak kepolisian cepat tanggap. Warga Malaysia pun selamat.

Tentunya hal ini mengingatkan pelatih karate Indonesia yang mendapat sial di Malaysia. Adalah Donald Luther Colopita, Ketua Tim Wasit Indonesia untuk Kejuaraan Karate Asia, dikeroyok empat polisi Malaysia pada Minggu 26 Agustus 2007 lalu, di sela-sela kejuaraan bertaraf internasional di Negeri Sembilan, Malaysia. Ingat, dikeroyok polisi! Bandingakan dengan polisi yang menyelamatkan empat mahasiswa Malaysia yang telah menghina Indonesia.

Di hari yang sama, kecepatan tanggap untuk melindungi Malaysia juga dilakukan Indonesia sebagai negara. Buktinya, dua pendemo klaim Tortor dan Gordang Sambilan di Kedubes Malaysia ditangkap kepolisian. Alasannya, ada protes dari pihak Malaysia terkait demo tersebut. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun langsung menginstruksikan pihak berwajib untuk menindaklanjuti protes tersebut.

Lucunya, nota diplomatik terkait Tortor dan Gordang Sambilan yang dikirimkan pemerintah Indonesia sehari sebelumnya belum juga ada balasan. Mengapa Malaysia tidak setanggap Indonesia dalam menyikapi suara tetangga? Apakah karena baru ‘semalam di Malaysia’ nota diplomatik itu tidak layak diproses oleh pihak Malaysia? Siapa yang bisa jawab? (*)

Victor Abdullah (Sam Bimbo) penyanyi tenar Malaysia, berkenalan dan saling jatuh cinta dengan Sandra mahasiswa dan penyanyi Indonesia yang tengah mengadakan pertunjukan di Malaysia. Victor ternyata adalah Jarot sementara Sandra adalah Salimah anak-anak pasangan Marto (Koesno Soedjarwadi) dan Ruminah (Rina Hasyim) yang terpisah sejak kecil karena kapal Marto dam Jarot yang mengangkut sapi dagangan mereka kandas di Malaysia.

Di atas adalah petikan sinopsi film Semalam di Malaysia dari laman wikipedia. Semalam di Malaysia adalah film Indonesia yang dirilis pada 1975 yang disutradarai oleh Nico Pelamonia. Film ini meraih penghargaan Festival Film Indonesia 1976 untuk sutradara terbaik (Nico Pelamonia) dan pemeran utama wanita terbaik (Rina Hasyim).

Terus terang, sengaja saya tampilkan petikan di atas untuk kembali mengingatkan hubungan Indonesia dan Malaysia yang hangat; terkadang panas dan terkadang dingin. Sebuah hubungan yang sejatinya penuh dinamika. Sebuah hubungan yang mampu membangkitkan nasionalisme dari sisi dua negara bertetangga ini.

Soal keakraban, sudah cukup banyak yang terjalin. Mulai dari hubungan saling menguntungkan seperti tenaga kerja Indonesia, pertukaran pelajar, hingga impor dan ekspor. Pun soal budaya, selain film Semalam di Malaysia, ada film lain yang cukup dikenal di zamannya: Isabella. Film ini dirilis 1990 yang disutradarai oleh Marwan Alkatiri serta dibintangi oleh Nia Zulkarnaen dan Amy Search. Ke bidang musik juga tidak ketinggalan, ingat program Titian Muhibah? Atau, kolaborasi andal antara musisi Indonesia dengan Malaysia, Oddie Agam dam Sheila Madjid yang menelurkan Antara Anyer dan Jakarta.

Masih banyak lagi keterikatan yang indah antara Indonesia Malaysia. Ya, di sisi lain, tentunya Anda ingat dengan ‘Ganyang Malaysia’ ala Soekarno dulu. Lalu, bagaimana dengan Sipadan dan Ligitan? Tunggu dulu, masih banyak lagi. Mari sama-sama kita sebut: Reog Ponorogo, Rasa Sayange, Tari Pendet, fiuh capek deh kalo mo ngitung.

Dan yang teranyar, Tortor dan Gordang Sambilan. Kenyataan inilah yang saya anggap sebagai hubungan yang hangat; tidak dingin dan panas selalu; tarik ulur; malu-malu kucing. Mungkin itulah sebab, jika tidak bijak bisa silap. Contohnya apa yang dilakukan mahasiswa asal Malaysia yang sedang belajar di Medan. Gara-gara tertabrak sepeda motornya, dia pun langsung menghina Indonesia secara umum. Langsung saja warga sekitar lokasi tabrakan langsung emosi. Terbayang hubungan yang panas dengan Malaysia, mereka langsung menyerang empat warga negeri jiran tadi. Beruntung, pihak kepolisian cepat tanggap. Warga Malaysia pun selamat.

Tentunya hal ini mengingatkan pelatih karate Indonesia yang mendapat sial di Malaysia. Adalah Donald Luther Colopita, Ketua Tim Wasit Indonesia untuk Kejuaraan Karate Asia, dikeroyok empat polisi Malaysia pada Minggu 26 Agustus 2007 lalu, di sela-sela kejuaraan bertaraf internasional di Negeri Sembilan, Malaysia. Ingat, dikeroyok polisi! Bandingakan dengan polisi yang menyelamatkan empat mahasiswa Malaysia yang telah menghina Indonesia.

Di hari yang sama, kecepatan tanggap untuk melindungi Malaysia juga dilakukan Indonesia sebagai negara. Buktinya, dua pendemo klaim Tortor dan Gordang Sambilan di Kedubes Malaysia ditangkap kepolisian. Alasannya, ada protes dari pihak Malaysia terkait demo tersebut. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun langsung menginstruksikan pihak berwajib untuk menindaklanjuti protes tersebut.

Lucunya, nota diplomatik terkait Tortor dan Gordang Sambilan yang dikirimkan pemerintah Indonesia sehari sebelumnya belum juga ada balasan. Mengapa Malaysia tidak setanggap Indonesia dalam menyikapi suara tetangga? Apakah karena baru ‘semalam di Malaysia’ nota diplomatik itu tidak layak diproses oleh pihak Malaysia? Siapa yang bisa jawab? (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/