Dari Desa Puspo, rombongan diberangkatkan pukul 10.15 pagi itu. Kelompok saya baru berangkat sekitar 20 menit kemudian. Selain untuk menjadi alat ukur waktu panitia, juga untuk melihat situasi dari sudut pandang belakang.
Plus, badan saya waktu itu juga tidak fit, beberapa hari sebelum event mengalami radang tenggorokan (beberapa yang lain sama). Pemandangan dari belakang benar-benar seru. Ratusan peserta kami lalui dalam 17 km tersebut. Sekitar 8 km sebelum finis, sudah banyak yang bergelimpangan di pinggir jalan. Entah karena kram, atau murni karena lelah. Bau balsam juga mulai tercium dari mereka. Tidak sedikit di antara mereka yang menyerah. Memilih berputar balik turun ke bawah dan pulang. Atau naik mobil pendamping untuk pulang.
Ada yang tetap bertekad untuk mencapai finis dengan segala kekuatan. Walau kadang harus berjalan menuntun sepeda. Dan mereka terus berusaha mencapai finis sampai jam berapa pun, walau time limit sudah terlewati dan segala acara di puncak telah selesai.
Bagi saya, ini yang tergolong ’’terhormat’’, karena tetap berupaya finis menggunakan tenaga sendiri.
Ada pula yang mulai ’’mencari bantuan’’ mobil atau motor pendamping. Caranya tetap duduk di atas sepeda, tapi tangannya memegangi mobil atau motor sehingga dapat ’’tenaga lain’’. Lalu, ketika mendekati finis, mereka kembali mengayuh sepeda, sehingga seolah-olah finis beneran.
Ada lagi yang tidak punya akses terhadap mobil atau motor pendamping, lalu memutuskan mencari cara lain. Yaitu: Melobi motor-motor penduduk untuk mau membantu mereka naik ke puncak. Alias ngojek. Teman saya yang tinggal di kawasan itu bilang, Sabtu itu ojek laku keras.
Melihat itu semua, saya hanya bisa geleng-geleng kepala. Panitia sudah menyediakan banyak truk dan pikap untuk mengevakuasi peserta-peserta yang melewati time limit. Tapi, banyak yang tetap memilih pakai ojek atau bantuan pihak lain.
Jangan-jangan, mereka malu kalau diangkut pakai mobil resmi. Dan merasa lebih gagah atau bergengsi kalau menggunakan cara-cara ’’alternatif’’ tersebut. Dan di berbagai cycling event di Indonesia, trik-trik itu sudah sangat lazim. Pernah waktu di kawasan Jogjakarta, ada peserta dari Jawa Tengah yang sengaja tidak ikut start dengan peserta lain. Mereka memilih naik mobil dulu sampai kaki tanjakan, lalu baru memulai bersepeda ketika rombongan sudah sampai di sana.
Hadeh-hadeh… Lha gitu itu maksudnya apa?