Umat Muslim bersuka. Hari Raya Kurban lancar berlangsung. Sekian tokoh ramai-ramai mengurbankan sapi dan kambing. Warga pun kebagian, merayakan makan daging bersama.
Setidaknya pikiran di atas adalah sesuatu yang sangat umum ketika Idul Adha tiba bukan? Persis dengan daerah lain, di Sumatera Utara pun sama saja. Menariknya, saking semangat berkurban, ada pula kumpulan orang Medan yang berkurban di atas air. Maksudnya? Tunggu dulu, ini bukan soal daging warna merah yang baru terpisah dari tubuh hewan kurban diletakkan di atas air. Ini soal daerah yang terendam banjir saat Hari Raya Kurban. Hewan yang akan dikurbankan pun diikat di sebuah tempat yang tergenang air.
Dengan kata lain, meski daerah tak nyaman, kurban tetap dilakukan. Ya, lupakan dulu masalah drainase kota yang belum beres atau mulai berkurangnya resapan air. Ini soal kurban, maka bersuka citalah.
Sayangnya, di belahan daerah lain kurban malah emmakan korban. Sebut saja nenek-nenek yang harus terinjak saat mengantre daging kurban. Ada pula ibu-ibu yang berdesakan sementara dia sekuat tenaga menahan anaknya dalam gendongan. Semua itu menjadi tontonan yang ditawarkan televisi dalam beberapa hari teraksir yang tentunya membuat kita miris.
Ada yang lebih miris lagi. Adalah Dulyani (64), seorang buruh harian lepas di Tangerang. Dia ditemukan dalam keadaan tewas di sebuah toko di kota itu. Dan, di dalam tas hijau miliknya ditemukan satu bungkus plastik berisi daging kambing kurban. Menurut keterangan polisi setempat, dia tidak dibunuh. Tidak ada bekas penganiayaan. Dia hanya sakit. Namun, sangat menyedihkan ketika daging kurban itu tidak sampai ketujuan bukan?
Kisah lainnya dari luar negeri. Di Gaza, Palestina, seorang penyembelih (algojo) tewas karena diseruduk dan dinjak-injak sapi kurban. Si sapi memberontak sampai lepas dari pegangan banyak orang. Fiuhh.
Kembali ke dalam negeri, dalam naungan Idul Adha, Indonesia malah mendapat kabar kurang sedap dari negeri jiran, Malaysia. Seperti biasa, kabar dari Malaysia cenderung membuat darah warga Indonesia mendidih. Kali ini terkait iklan yang terpajang di negeri itu. Iklan yang mengumumkan soal penjualan pembantu rumah tangga yang berasal dari Indonesia. Tidak sekadar jual, pembantu rumah tangga di Malaysia yang sejatinya adalah pahlawan devisa bagi Indonesia, ternyat didiskon. Tidak tanggung-tanggung, didiskon 40 persen!
Itulah sebab Staf Khusus Menakertrans Dita Indah Sari berang. “Iklan tersebut jelas sangat mengejutkan kita semua. Menyikapi hal tersebut, pemerintah dalam hal ini Kemenakertrans telah melakukan sejumlah tindakan,” begitu katanya.
Isi selebaran tersebut memang merendahkan posisi TKI Indonesia. Di situ tertulis, Indonesian Maids Now on Sale, discount 40 percent. Bahkan iklan tersebut memastikan pendaftaran untuk mendapatkan PRT tersebut sangat mudah dan cepat.
Iklan tersebut langsung menjadi pembicaraan hangat sejak foto iklan itu diunggah Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah di akun twitternya.
Lain lagi yang dirasakan 18 Parpol yang dinyatakan tidak lolos untuk ikut Pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Bayangkan saja, dari 18 partai itu, ternyata masih ada wakilnya yang duduk di kursi empuk DPR RI. Tak pelak, mereka siap menggugat. KPU tak kalah sigap, mereka pun siap digugat.
Begitulah, soal korban terkait kurban memang mewarnai kisah bahagia Idul Adha bukan? Tapi, mereka yang merasa dirugikan dalam suasana Hari Raya Kurban tampaknya memang harus mengelus dada. Jika mau diambil hikmah, bukankah kerugian itu juga bisa dikurbankan? Ya, semacam sapi yang kita potong, bukankah itu adalah wakil dari keiklasan kita pada hidup; pada sesuatu yang sebelumnya pernah kita nikmati. Bukankah begitu? (*)