SUMUTPOS.CO – Salah satu yang membuat Cheng Ho (Zheng He) makin istimewa di mata muslim bukan hanya capaiannya dalam bidang maritim, tetapi juga silsilahnya. Banyak ilmuwan yang berpendapat bahwa Cheng Ho adalah seorang habib. Atau keturunan Rasulullah Muhammad SAW.
Hal tersebut memang menjadi pendapat banyak ilmuwan. ”Pembuktiannya memang sulit. Tapi, sejauh ini juga tidak ada yang bisa membantahnya sama sekali. Bukti yang ada justru mengarah ke hal itu,” jelas Yang Liyun, staf pengelola Taman Nasional Cheng Ho.
Sejarawan cum sastrawan Indonesia Remy Sylado mengungkapkan hal yang sama. ”Bisa jadi memang seperti itu,” kata pria yang juga pakar soal Tiongkok tersebut.
Teori itu memang sempat diragukan awalnya. Sebab, penggambaran-penggambaran dalam lukisan maupun patung Cheng Ho menunjukkan figur yang khas Tiongkok. Namun, jika diperhatikan gambaran garis wajah, juga tidak terlalu Tiongkok. Jarang sekali penggambaran Cheng Ho dengan alis panjang dan janggut panjang seperti halnya pahlawan Tiongkok lainnya macam Jenderal Guan Yu.
Dari sumber primer seperti Ming Shi (Sejarah Dinasti Ming), tidak banyak cerita tentang Cheng Ho. Hanya disebutkan, Cheng Ho berasal dari Provinsi Yunnan dan dikenal sebagai kasim San Bao (dibaca San Pao). Dia adalah anak kedua pasangan Ma Hazhi dan Wen. Cheng Ho punya seorang kakak laki-laki dan empat adik perempuan. Selebihnya hanya bercerita tentang bagaimana Cheng Ho menjadi tangan kanan Zhu Di dan memimpin armada laut Tiongkok dalam tujuh ekspedisi antara 1405–1433.
Lalu, bagaimana ceritanya keturunan Rasulullah Muhammad SAW berada di Tiongkok? Sejumlah pakar menyebutkan bahwa Cheng Ho keturunan ke-37 Rasulullah dari silsilah Imam Hussein. Bermula ketika Raja Mongol Genghis Khan menyerbu ke mana-mana, termasuk Bukhara (Uzbekistan sekarang) dan Tiongkok. Dari penaklukan itu, Genghis Khan membunuh Sultan Bukhara, yang disebut dalam bahasa Mandarin Sultan Mahamuke.
Selain membunuh sang raja, pasukan Mongol menangkap putranya, Sayid Syamsudin. Karena dianggap berkelakuan baik, cerdas, dan yang terpenting tidak dianggap ancaman, Syamsudin dibebaskan. Tak hanya dibebaskan, tapi juga diberi jabatan sebagai penolong menteri (seperti gubernur) di Yunnan.
Di situlah kemudian Syamsudin menikah, beranak pinak, dan kemudian lahirlah Cheng Ho pada tahun Hong Wu ke-4 atau 1371 M. ”Ayah dan kakek Zheng He (Cheng Ho, Red) dikenal sangat taat beragama,” kata Yang Liyun. Berangkat haji ke Makkah adalah buktinya.
Menurut Yang, menjadi kaya dan berpengaruh bukan faktor satu-satunya bagi orang Tiongkok untuk pergi haji saat itu. Tetapi juga kemauan. ”Saat itu pelayaran juga masih sangat minim. Menempuh jalan darat pun penuh bahaya. Waktu tempuh perjalanan bisa sebulan lebih untuk berangkat saja,” paparnya.
Untuk itu, yang hendak pergi haji tentu saja adalah orang yang tingkat keimanannya sangat kuat. Berangkat haji pada saat itu adalah bertaruh jiwa raga lantaran sulitnya perjalanan.
Maka tak heran jika keluarga Cheng Ho dikenal sebagai keluarga yang religius. Sehingga panggilan sehari-harinya menjadi Ma Hazhi. Atau Haji Muhammad. Ma memang penyebutan Muhammad dalam bahasa Mandarin. Sedangkan hazhi adalah haji. ”Penyebutannya ha (tje) kalau dalam lafal Mandarin,” kata Xu Meilan, seorang mahasiswa jurusan bahasa Indonesia Yunnan University yang menjadi guide kami.
Panggilan ”Pak Haji” kepada ayahanda Cheng Ho itu terus menjadi panggilannya dalam semua literatur. ”Semua orang lebih mengenal Ma Hazhi ketimbang Mi Lijin sebagai ayahanda Zheng He,” kata Yang Liyun. (*/c9/nw)