29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Empat Daerah Masih Belum Menyerahkan RAPBD

Kantor Gubernur Sumatera Utara

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) hingga Selasa (31/1), baru menerima berkas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) dari 29 kabupaten/kota. Dan sebanyak 4 daerah lagi, sama sekali belum menyerahkan draft-nya, sehingga kemungkinan bakal menerima sanksi pendundaan Dana Alokasi Umum (DAU).

Batas akhir perpanjangan penyerahan RAPBD 2017 hingga 31 Januari, sebagaimana ketentuan Menteri Keuangan RI. Namun 4 daerah, yakni Kabupaten Karo, Labuanbatu, Kota Tanjungbalai, dan Sibolga, belum menyerahkan rancangannya.

“Hingga hari ini (kemarin, red), memang masih ada empat daerah lagi yang belum menyampaikan APBD-nya kepada kami. Sedangkan Asahan, APBD-nya baru masuk, dan sekarang masih tahap evaluasi,” tutur Plt Kepala Badan Pengelola Keuandan Daerah (BPKD) Sumut Agus Tripriyono, didampingi Sekretaris Raja Indra Saleh, dan Kasubbid Anggaran Fuad Perkasa, Selasa (31/1).

Agus juga menyampaikan, terlambatnya penyerahan RAPBD karena adanya perubahan aturan mengenai Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK), yang disesuaikan dengan PP No 18 Tahun 2016, tentang Perangkat Daerah. “Kendalanya karena harus menyesuaikan dengan SOTK yang baru. Sebab, satu syarat untuk APBD itu harus menyelesaikan SOTK dulu. Inilah yang menjadi kendala,” jelasnya.

Sementara, disinggung apakah kendalanya juga karena disharmonisasi antara legislatif dan eksekutif? Ia membantah hal tersebut. Pemprov Sumut, kata Agus, tidak bisa memprediksi. “Bisa saja mungkin ada tarik menarik antara legislatif dan eksekutif. Tapi kami tidak mau mengatakan hal itu, karena hingga saat ini belum ada satu kepala daerah pun yang mengirimkan surat kepada kami terkait hal tersebut. Kami kan tidak bisa menyebut itu kendalanya, kalau tidak ada masalah di daerah,” timpal Raja Indra Saleh.

Raja mengatakan, sanksi dapat diberikan atas keterlambatan penyampaian RAPBD tersebut. Dan sanksi tersebut diberikan langsung oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Keuangan. “Sanksinya nanti langsung dari Menteri Keuangan (Menkeu), yakni penundaan DAU sebesar 25 persen. Selain itu, nanti dilihat lagi, siapa yang menjadi penyebab APBD itu terlambat. Kalau eksekutif, maka sanksinya gaji bupati/wali kota akan ditunda. Tapi kalau legislatif, maka gaji ketua DPRD yang akan ditunda. Jadi, sanksi langsung dari pemerintah pusat bukan dari Pemprov Sumut,” bebernya.

Posisi Pemprov Sumut dalam hal ini, sambungnya, sifatnya hanya sebagai pengingat kepada daerah, agar dapat menyampaikan RAPBD tepat waktu. Selanjutnya, BPKD Sumut akan melaporkan kepada Menkeu, hingga saat ini masih terdapat 4 daerah lagi yang belum menyelesaikan.

Dampak dari daerah yang terlambat menyelesaikan APBD ini, jelas Indra lagi, selain penundaan DAU, juga akan sangat berdampak terhadap pembangunan di daerah terkait, yang diyakini pasti bakal tersendat. Terutama daerah yang selama ini menggantungkan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari DAU. “DAU ini sumber penghasilan yang signifikan. Makanya, kalau daerah tersebut tidak ada sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa), dan hanya berharap dari DAU, tentu keuangan daerah tersebut menjadi sulit. Kas daerah bisa kosong, terutama untuk pembangunan pasti mandek,” pungkasnya. (bal/saz)

Kantor Gubernur Sumatera Utara

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) hingga Selasa (31/1), baru menerima berkas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) dari 29 kabupaten/kota. Dan sebanyak 4 daerah lagi, sama sekali belum menyerahkan draft-nya, sehingga kemungkinan bakal menerima sanksi pendundaan Dana Alokasi Umum (DAU).

Batas akhir perpanjangan penyerahan RAPBD 2017 hingga 31 Januari, sebagaimana ketentuan Menteri Keuangan RI. Namun 4 daerah, yakni Kabupaten Karo, Labuanbatu, Kota Tanjungbalai, dan Sibolga, belum menyerahkan rancangannya.

“Hingga hari ini (kemarin, red), memang masih ada empat daerah lagi yang belum menyampaikan APBD-nya kepada kami. Sedangkan Asahan, APBD-nya baru masuk, dan sekarang masih tahap evaluasi,” tutur Plt Kepala Badan Pengelola Keuandan Daerah (BPKD) Sumut Agus Tripriyono, didampingi Sekretaris Raja Indra Saleh, dan Kasubbid Anggaran Fuad Perkasa, Selasa (31/1).

Agus juga menyampaikan, terlambatnya penyerahan RAPBD karena adanya perubahan aturan mengenai Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK), yang disesuaikan dengan PP No 18 Tahun 2016, tentang Perangkat Daerah. “Kendalanya karena harus menyesuaikan dengan SOTK yang baru. Sebab, satu syarat untuk APBD itu harus menyelesaikan SOTK dulu. Inilah yang menjadi kendala,” jelasnya.

Sementara, disinggung apakah kendalanya juga karena disharmonisasi antara legislatif dan eksekutif? Ia membantah hal tersebut. Pemprov Sumut, kata Agus, tidak bisa memprediksi. “Bisa saja mungkin ada tarik menarik antara legislatif dan eksekutif. Tapi kami tidak mau mengatakan hal itu, karena hingga saat ini belum ada satu kepala daerah pun yang mengirimkan surat kepada kami terkait hal tersebut. Kami kan tidak bisa menyebut itu kendalanya, kalau tidak ada masalah di daerah,” timpal Raja Indra Saleh.

Raja mengatakan, sanksi dapat diberikan atas keterlambatan penyampaian RAPBD tersebut. Dan sanksi tersebut diberikan langsung oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Keuangan. “Sanksinya nanti langsung dari Menteri Keuangan (Menkeu), yakni penundaan DAU sebesar 25 persen. Selain itu, nanti dilihat lagi, siapa yang menjadi penyebab APBD itu terlambat. Kalau eksekutif, maka sanksinya gaji bupati/wali kota akan ditunda. Tapi kalau legislatif, maka gaji ketua DPRD yang akan ditunda. Jadi, sanksi langsung dari pemerintah pusat bukan dari Pemprov Sumut,” bebernya.

Posisi Pemprov Sumut dalam hal ini, sambungnya, sifatnya hanya sebagai pengingat kepada daerah, agar dapat menyampaikan RAPBD tepat waktu. Selanjutnya, BPKD Sumut akan melaporkan kepada Menkeu, hingga saat ini masih terdapat 4 daerah lagi yang belum menyelesaikan.

Dampak dari daerah yang terlambat menyelesaikan APBD ini, jelas Indra lagi, selain penundaan DAU, juga akan sangat berdampak terhadap pembangunan di daerah terkait, yang diyakini pasti bakal tersendat. Terutama daerah yang selama ini menggantungkan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari DAU. “DAU ini sumber penghasilan yang signifikan. Makanya, kalau daerah tersebut tidak ada sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa), dan hanya berharap dari DAU, tentu keuangan daerah tersebut menjadi sulit. Kas daerah bisa kosong, terutama untuk pembangunan pasti mandek,” pungkasnya. (bal/saz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/