Namun, karena ranahnya di Polsek Sukaramai, maka prosesnya diserahkan kesana sesuai lokasi penangkapan. “Jadi saya arahkan kepada pak kapolsek (terdakwa,red),” ungkapnya.
Walaupun dalam keterangan terdakwa ada keterlibatan kapolres dan disebut ada aliran dana ke Janter, dia membantahnya dan menegaskan dalam pertemuan tersebut tidak dibahas tentang masalah biaya dalam kepengurusan. Bahkan tidak ada memerintahkan terdakwa untuk meminta uang kepada pihak kontraktor sekaitan dengan ditahannya truk pengangkut bahan bakar minyak yang terjaring dalam razia.
Dia pun menyedutkan terdakwa dengan alasan sebelum dilakukan penangkapan OTT, surat izin jalan AKP Longser belum ditandatanganinya untuk ke Medan. Hal ini dilakukan agar seroang kapolsek tetap siaga dan tidak berpergian sebelum suasana kondusif, karena adanya aksi massa soal ganti rugi lahan di kawasan tersebut.
Dalam persidangan kemarin, majelis hakim anggota Nazar yang menyidangkan kasus tersebut, mempertanyakan perkembangan penanganan kasus penangkapan truk dan pengerusakan police line.
Jansen menjawab tidak tahu karena kasusnya masih berproses oleh penyidik Polsek Sukaramai. Pada sidang itu, Jansen menuturkan tidak mengetahui soal uang Rp200 juta. Selain itu, atas nama pribadi maupun kedinasannya, Jansen menegaskan tidak pernah menerima uang Rp35 juta per bulan dalam proyek tersebut. Apalagi sampai memerintahkan kapolseknya meminta uang Rp200 juta agar menghentikan proses penyidikan penangkapan truk BBM tersebut.
Usai mendengar keterangan saksi, yang dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), majelis hakim menunda persidangan pada pekan depan dengan agenda keterangan saksi lainnya dari Propam Polda Sumut. Dalam kasus ini, JPU menjerat terdakwa dengan Pasal 12 E jo Pasal 12 A UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (gus/yaa)