25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Gunung Sinabung Muntahkan Guguran Lava

Gunung Sinabung menyemburkan asap kemerahan pasca erupsi, Juli 2014 lalu.
Gunung Sinabung menyemburkan asap kemerahan pasca erupsi, Juli 2014 lalu.

NAMANTERAN, SUMUTPOS.CO – Hingga kini aktivitas vulkanologi Gunung Sinabung belum memperlihatkan tanda–tanda penurunan statusnya dari Siaga (level III). Aktivitas kegempaan yang masih tergolong tinggi, dengan gempa tremor dan guguran terus berlangsung setiap hari.

Hal ini dikatakan Kepala Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Sinabung, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Armen Putra, Minggu (31/8).

“Untuk guguran lava, setiap harinya dapat berlangsung dengan rata–rata sebanyak 50 kali. Guguran tersebut berpotensi menjadi awan panas apabila ada tekanan yang kuat dari dalam. Maka untuk itu, kepada masyarakat sekitar agar jangan memasuki kawasan zona merah (3 KM) dari puncak kawah guna menghindari hal–hal buruk yang dapat terjadi,” imbau Armen.

Pantauan di lapangan, dampak pasca erupsi Sinabung beberapa waktu lalu masih belum dapat dikatakan normal, meski belakangan sudah jarang terdengar kata–kata erupsi dan mengungsi oleh warga setempat.

Dani Sembiring (35) warga Desa Sigarang–garang ketika disambangi koran ini di kediamannya mengatakan, warga di sana terpaksa kerja serabutan demi memenuhi kebutuhan sehari–hari. Pasalnya, masyarakat yang dominan petani ini belum dapat mengolah lahan pertaniannya, setelah diterjang badai erupsi. Ketebalan debu pada lahan pertanian mereka menyebabkan tidak dapat tanaman tumbuh normal.

“Sampai saat ini kami belum bisa mengolah lahan pertanian kami, jadi terpaksalah kami bekerja apa saja agar dapat bertahan hidup. Untuk tambah–tambahnya, debu erupsi kemarin kami jual seharga Rp5 ribu segoni (karung–red). Itu pun kalau ada mobil pengangkut yang datang kemari,” paparnya.

Ia berharap Pemerintah Kabupaten Karo lebih memperhatikan nasib warga yang terkena dampak langsung erupsi Sinabung. Sebab hingga saat ini sepertinya hanya janji–janji manis saja yang diberikan, tidak ada realisasinya. Bencana erupsi Sinabung yang berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang tidak sedikit terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Dimana hingga saat ini, masih ada pengungsi yang mendiami lokasi – lokasi pengungsian.

Selain itu, sarana dan prasarana terutama jalan–jalan yang merupakan jalur evakuasi apabila terjadi bencana susulan hingga saat ini belum juga tersentuh perbaikan. Amatan koran ini, di Kecamatan Naman Teran (jalanan menuju Danau Lau Kawar), ada bagian jalan longsor dibiarkan. Informasi dihimpun, kondisi jalan longsor itu sebenarnya sudah berlangsung lama, dan warga juga sudah memberitahukan kepada pihak pemerintah. Namun, hingga kini belum juga ada perbaikan.

Di samping dapat menimbulkan kecelakaan, para wisatawan juga akan menjadi enggan berkunjung, sebab jalan yang longsor tersebut merupakan satu–satunya jalur menuju Danau Lau Kawar di Dusun Lau Kawar, Kec. Naman Teran.

“Jalan ini telah lama longsor bang, sejak erupsi–serupsi kemarin juga sudah begini, dan setiap harinya longsoran semakin lebar. Ngeri–ngeri sedap juga lah kalau melintas di situ, apalagi kendaraan kita jenis yang besar,” ucap Mikel Sitepu, warga setempat. (smg/deo) Keterangan foto : Salah satu jalan di Kecamatan Naman Teran yang merupakan jalur evakuasi mengalami longsor. Apabila tidak segera diremajakan, dikhawatirkan akan menimbulkan korban jiwa. (riz/smg)

Gunung Sinabung menyemburkan asap kemerahan pasca erupsi, Juli 2014 lalu.
Gunung Sinabung menyemburkan asap kemerahan pasca erupsi, Juli 2014 lalu.

NAMANTERAN, SUMUTPOS.CO – Hingga kini aktivitas vulkanologi Gunung Sinabung belum memperlihatkan tanda–tanda penurunan statusnya dari Siaga (level III). Aktivitas kegempaan yang masih tergolong tinggi, dengan gempa tremor dan guguran terus berlangsung setiap hari.

Hal ini dikatakan Kepala Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Sinabung, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Armen Putra, Minggu (31/8).

“Untuk guguran lava, setiap harinya dapat berlangsung dengan rata–rata sebanyak 50 kali. Guguran tersebut berpotensi menjadi awan panas apabila ada tekanan yang kuat dari dalam. Maka untuk itu, kepada masyarakat sekitar agar jangan memasuki kawasan zona merah (3 KM) dari puncak kawah guna menghindari hal–hal buruk yang dapat terjadi,” imbau Armen.

Pantauan di lapangan, dampak pasca erupsi Sinabung beberapa waktu lalu masih belum dapat dikatakan normal, meski belakangan sudah jarang terdengar kata–kata erupsi dan mengungsi oleh warga setempat.

Dani Sembiring (35) warga Desa Sigarang–garang ketika disambangi koran ini di kediamannya mengatakan, warga di sana terpaksa kerja serabutan demi memenuhi kebutuhan sehari–hari. Pasalnya, masyarakat yang dominan petani ini belum dapat mengolah lahan pertaniannya, setelah diterjang badai erupsi. Ketebalan debu pada lahan pertanian mereka menyebabkan tidak dapat tanaman tumbuh normal.

“Sampai saat ini kami belum bisa mengolah lahan pertanian kami, jadi terpaksalah kami bekerja apa saja agar dapat bertahan hidup. Untuk tambah–tambahnya, debu erupsi kemarin kami jual seharga Rp5 ribu segoni (karung–red). Itu pun kalau ada mobil pengangkut yang datang kemari,” paparnya.

Ia berharap Pemerintah Kabupaten Karo lebih memperhatikan nasib warga yang terkena dampak langsung erupsi Sinabung. Sebab hingga saat ini sepertinya hanya janji–janji manis saja yang diberikan, tidak ada realisasinya. Bencana erupsi Sinabung yang berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang tidak sedikit terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Dimana hingga saat ini, masih ada pengungsi yang mendiami lokasi – lokasi pengungsian.

Selain itu, sarana dan prasarana terutama jalan–jalan yang merupakan jalur evakuasi apabila terjadi bencana susulan hingga saat ini belum juga tersentuh perbaikan. Amatan koran ini, di Kecamatan Naman Teran (jalanan menuju Danau Lau Kawar), ada bagian jalan longsor dibiarkan. Informasi dihimpun, kondisi jalan longsor itu sebenarnya sudah berlangsung lama, dan warga juga sudah memberitahukan kepada pihak pemerintah. Namun, hingga kini belum juga ada perbaikan.

Di samping dapat menimbulkan kecelakaan, para wisatawan juga akan menjadi enggan berkunjung, sebab jalan yang longsor tersebut merupakan satu–satunya jalur menuju Danau Lau Kawar di Dusun Lau Kawar, Kec. Naman Teran.

“Jalan ini telah lama longsor bang, sejak erupsi–serupsi kemarin juga sudah begini, dan setiap harinya longsoran semakin lebar. Ngeri–ngeri sedap juga lah kalau melintas di situ, apalagi kendaraan kita jenis yang besar,” ucap Mikel Sitepu, warga setempat. (smg/deo) Keterangan foto : Salah satu jalan di Kecamatan Naman Teran yang merupakan jalur evakuasi mengalami longsor. Apabila tidak segera diremajakan, dikhawatirkan akan menimbulkan korban jiwa. (riz/smg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/