26.7 C
Medan
Friday, May 3, 2024

11 Wajib Pajak Terancam Ditahan

Kepala Kanwil DJP Sumut I, Mukhtar
Kepala Kanwil DJP Sumut I, Mukhtar

MEDAN, SUMUTPOS.CO  – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara (Kanwil DJP Sumut) I mengultimatum kepada 11 wajib pajaknya yang belum memenuhi kewajiban. Tak tanggung-tanggung, mereka memiliki tunggakan yang harus dibayarkan mencapai Rp10 miliar lebih per wajib pajak.

Kepala Kanwil DJP Sumut I, Mukhtar mengungkapkan, sebelas wajib pajak akan disandera (gijzeling) dalam waktu dekat. Total tunggakan keseluruhan kewajibannya mencapai Rp100 miliar lebih.”Mereka menunggak pajak hingga 2 sampai 4 tahun dengan besaran per wajib pajak di atas Rp10 miliar. Mereka beralasan tidak punya uang, akan tetapi padahal memiliki kemampuan untuk membayarnya,” ujar Mukhtar dalam temu pers di kantornya, Kamis (1/12).

Disebutkannya, kesebelas wajib pajak tersebut merupakan perusahaan dan perorangan yang berada di wilayah Medan, Deliserdang serta Binjai. Sejauh ini mereka tidak ada yang bersengketa atau bermasalah dengan proses hukum. Untuk jenis usaha mereka bermacam-macam, mulai dari industri, perkebunan, perdagangan, dan lainnya.

“Penyanderaan dilakukan sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 1997, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Penyanderaan atau penahanan yang dilakukan bukan pidana melainkan penyanderaan pajak, dan kapanpun kita bisa lakukan,” cetus Mukhtar yang didampingi jajaran Kanwil DJP Sumut I.

Dia menjelaskan, sesuai UU tersebut penahanan pertama dilakukan selama 6 bulan. Kalau tidak membayar, maka dilakukan perpanjangan penahanan lagi selama 6 bulan. Namun, kalau tidak juga membayar tapi memiliki kemampuan, maka akan ditinjau kembali untuk dilakukan penahanan. Meski demikian, biasanya penahanan terhadap wajib pajak tidak berlangsung lama.

“Sebagai contoh, pada minggu lalu di Balige terdapat wajib pajak yang dilakukan proses penyanderaan. Wajib pajak tidak mau membayar kewajibannya dan juga mengikuti tax amensty, sehingga ditahan. Namun, setelah satu hari kemudian, wajib pajak akhirnya membayar kewajibannya untuk membayar tunggakan pajaknya dengan mengikuti tax amnesty. Setelah membayar, akhirnya wajib pajak itu kita lepaskan,” ungkapnya.

Mukhtar mengemukakan, upaya penyanderaan dilakukan terhadap wajib pajak yang diragukan itikad baiknya setelah dilakukan upaya pemanggilan, peneguran, dan pemberitahuan surat paksa. Kata dia, penyanderaan ini merupakan upaya akhir apabila wajib pajak juga tidak melunasi kewajibannya.

Namun demikian, sambungnya, penyanderaan tidak dilakukan apabila wajib pajak melunasi seluruh utang pajaknya atau memanfaatkan tax amnesty dengan membayar nilai pokok utang pajak ditambah dengan uang tebusan.

Disinggung bagaimana apabila wajib pajak bangkrut, Mukhtar menyatakan, kalau objek pajak yang bersangkutan tidak ada lagi atau sudah tidak memiliki apa-apa lagi, maka tidak akan disandera apalagi sudah dihukum atau dipenjarakan. Namun demikian, berdasarkan pengalaman biasanya mereka ini melunasi tunggakannya di masa-masa akhir tahun.

“Kami mengajak seluruh wajib pajak yang belum melaporkan hartanya di Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk memanfaatkan program pengampunan pajak. Sebab, kalau wajib pajak mengikuti tax amnesty maka sanksinya bisa dihapus. Wajib pajak tersebut hanya membayar pokoknya saja atau tunggakan. Misalnya, pokok pajak Rp10 miliar dan sanksinya Rp9 miliar, sehingga totalnya Rp19 miliar. Tetapi, karena wajib pajak mengikuti tax amnesty maka hanya membayar Rp10 miliar saja sementara Rp9 miliar lagi dihapuskan,” pungkasnya. (ris/ila)

 

Kepala Kanwil DJP Sumut I, Mukhtar
Kepala Kanwil DJP Sumut I, Mukhtar

MEDAN, SUMUTPOS.CO  – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara (Kanwil DJP Sumut) I mengultimatum kepada 11 wajib pajaknya yang belum memenuhi kewajiban. Tak tanggung-tanggung, mereka memiliki tunggakan yang harus dibayarkan mencapai Rp10 miliar lebih per wajib pajak.

Kepala Kanwil DJP Sumut I, Mukhtar mengungkapkan, sebelas wajib pajak akan disandera (gijzeling) dalam waktu dekat. Total tunggakan keseluruhan kewajibannya mencapai Rp100 miliar lebih.”Mereka menunggak pajak hingga 2 sampai 4 tahun dengan besaran per wajib pajak di atas Rp10 miliar. Mereka beralasan tidak punya uang, akan tetapi padahal memiliki kemampuan untuk membayarnya,” ujar Mukhtar dalam temu pers di kantornya, Kamis (1/12).

Disebutkannya, kesebelas wajib pajak tersebut merupakan perusahaan dan perorangan yang berada di wilayah Medan, Deliserdang serta Binjai. Sejauh ini mereka tidak ada yang bersengketa atau bermasalah dengan proses hukum. Untuk jenis usaha mereka bermacam-macam, mulai dari industri, perkebunan, perdagangan, dan lainnya.

“Penyanderaan dilakukan sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 1997, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Penyanderaan atau penahanan yang dilakukan bukan pidana melainkan penyanderaan pajak, dan kapanpun kita bisa lakukan,” cetus Mukhtar yang didampingi jajaran Kanwil DJP Sumut I.

Dia menjelaskan, sesuai UU tersebut penahanan pertama dilakukan selama 6 bulan. Kalau tidak membayar, maka dilakukan perpanjangan penahanan lagi selama 6 bulan. Namun, kalau tidak juga membayar tapi memiliki kemampuan, maka akan ditinjau kembali untuk dilakukan penahanan. Meski demikian, biasanya penahanan terhadap wajib pajak tidak berlangsung lama.

“Sebagai contoh, pada minggu lalu di Balige terdapat wajib pajak yang dilakukan proses penyanderaan. Wajib pajak tidak mau membayar kewajibannya dan juga mengikuti tax amensty, sehingga ditahan. Namun, setelah satu hari kemudian, wajib pajak akhirnya membayar kewajibannya untuk membayar tunggakan pajaknya dengan mengikuti tax amnesty. Setelah membayar, akhirnya wajib pajak itu kita lepaskan,” ungkapnya.

Mukhtar mengemukakan, upaya penyanderaan dilakukan terhadap wajib pajak yang diragukan itikad baiknya setelah dilakukan upaya pemanggilan, peneguran, dan pemberitahuan surat paksa. Kata dia, penyanderaan ini merupakan upaya akhir apabila wajib pajak juga tidak melunasi kewajibannya.

Namun demikian, sambungnya, penyanderaan tidak dilakukan apabila wajib pajak melunasi seluruh utang pajaknya atau memanfaatkan tax amnesty dengan membayar nilai pokok utang pajak ditambah dengan uang tebusan.

Disinggung bagaimana apabila wajib pajak bangkrut, Mukhtar menyatakan, kalau objek pajak yang bersangkutan tidak ada lagi atau sudah tidak memiliki apa-apa lagi, maka tidak akan disandera apalagi sudah dihukum atau dipenjarakan. Namun demikian, berdasarkan pengalaman biasanya mereka ini melunasi tunggakannya di masa-masa akhir tahun.

“Kami mengajak seluruh wajib pajak yang belum melaporkan hartanya di Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk memanfaatkan program pengampunan pajak. Sebab, kalau wajib pajak mengikuti tax amnesty maka sanksinya bisa dihapus. Wajib pajak tersebut hanya membayar pokoknya saja atau tunggakan. Misalnya, pokok pajak Rp10 miliar dan sanksinya Rp9 miliar, sehingga totalnya Rp19 miliar. Tetapi, karena wajib pajak mengikuti tax amnesty maka hanya membayar Rp10 miliar saja sementara Rp9 miliar lagi dihapuskan,” pungkasnya. (ris/ila)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/