29 C
Medan
Monday, April 29, 2024

Hati-hati, Mandailing Natal Rawan Bencana

SUDUT MADINA: Warga melintasi kawasan perairan Tabuyung Mandailing Natal (MADINA), di atas kapal boat beberapa waktu lalu.  RAMADHAN BATUBARA/SUMUT POS
SUDUT MADINA: Warga melintasi kawasan perairan Tabuyung Mandailing Natal (MADINA), di atas kapal boat beberapa waktu lalu.
RAMADHAN BATUBARA/SUMUT POS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO  –Warga dan pemerintah daerah di 136 kabupaten/kota di Indonesia masuk dalam kategori kawasan rawan bencana. Peringatan ini disampaikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP). Dari jumlah tersebut, Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara (Sumut), masuk dalam kategori ini. Maka dari itu, perlu meningkatkan kesiapan dan teknik penanggulangan bencana.

Peringatan itu didasarkan pada penilaian indeks risiko bencana. Sebanyak 136 kabupaten kota punya skor diatas 150 poin. Penilaian itu didasarkan pada perhitungan luas wilayah berbahaya, warga yang berpotensi jadi korban, potensi kerugian fisik, ekonomi, dan lingkungan.

Dari data yang dilansir BNPB, 136 kabupaten/kota itu diantaranya Banyuwangi, Jember, Lumajang, Pacitan, Purworejo, Cilacap, Pangandaran, Ciamis, Garut, Cianjur, Lebak dan Pandeglang. Selain itu, ada pula Mandailing Natal, Pesisir Barat, Majene, Mamuju Tengah, Maluku Barat Daya, dan Kepulauan Sula, dan Halmahera Selatan. Daerah-daerah tersebut masuk sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, tapi rawan bencana.

Kabupaten Mandailing Natal yang akrab disebut dengan Madina, terletak pada 0°10′-1°50′ Lintang Utara dan 98°10′-100°10′ Bujur Timur dengan rentang ketinggian 0-2.145 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Madina ±6.620,70 km2 atau 9,23 persen dari wilayah Sumut dengan batas-batas wilayah, yakni sebelah utara dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, sebelah selatan dan timur dengan Provinsi Sumatera Barat, serta selatan Samudera Indonesia. Untuk suhu udara, berkisar antara 23 °C – 32 °C dengan kelembaban antara 80–85%.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menuturkan, pihaknya berkomitmen untuk mengurangi indeks risiko bencana di 136 daerah tersebut. Caranya, dengan meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap potensi bencana.

”Seperti membentuk desa tangguh bencana, penguatan manajemen logistik dan peralatan di daerah lawan bencana,” ujar dia kemarin.

Dia menuturkan peran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) juga perlu diperkuat. Bukan hanya pasca bencana tapi juga untuk kesiapan menghadapi bencana. ”Sebuah penelitian menyebut tanpa kesiapan yang matang, kerugian bencana bisa 20 kali lebih besar,” ujar dia.

Data dari BNPB, masih ada 43 kabupaten/kota yang belum memiliki BPBD. Jumlah tersebut memang jauh lebih sedikit dari 505 BPBD yang telah terbentuk. Yakni 34 propinsi, 388 BPBD kabupaten, dan 83 BPBD kota.

”Kalau menurut undang-undang mestinya harus terbentuk,” kata Sutopo.

Doktor alumnus IPB itu menyebutkan masih ada kabupaten/kota yang belum menganggap perlu pembentukan BPBD. Padahal, fungsi BPBD itu amat penting untuk kesiapan masyarakat dan mengurangi risiko bencana.

”Bisanya karena menganggap kekurangan dana. Padahal, dari BNPB juga siap membantu seperti peralatan,” tambah dia.

Diantaranya kabupaten/kota yang belum membentuk antara lain Depok, Salatiga, Bandung, dan Merauke. Fungsi penanganan bencana biasanya diserahkan kepada petugas Satpol PP atau pemadam kebakaran. Padahal, tugas dan fungsinya jelas berbeda. Terutama untuk masalah penyiapan warga menghadapi bencana.

Peneliti bencana Amien Widodo menuturkan pentingnya masalah mitigasi bencana yang harus diketahui warga. Apalagi, sebagian besar bencana yang terjadi itu disebabkan oleh aktivitas manusia. Misalnya tanah longsor dan banjir bandang karena penggundulan hutan. Banjir juga salah satu pemicunya tumpukan sampah di saluran air.

”Masyarakat perlu dilibatkan secara aktif,” kata dia. (jun/yaa)

SUDUT MADINA: Warga melintasi kawasan perairan Tabuyung Mandailing Natal (MADINA), di atas kapal boat beberapa waktu lalu.  RAMADHAN BATUBARA/SUMUT POS
SUDUT MADINA: Warga melintasi kawasan perairan Tabuyung Mandailing Natal (MADINA), di atas kapal boat beberapa waktu lalu.
RAMADHAN BATUBARA/SUMUT POS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO  –Warga dan pemerintah daerah di 136 kabupaten/kota di Indonesia masuk dalam kategori kawasan rawan bencana. Peringatan ini disampaikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP). Dari jumlah tersebut, Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara (Sumut), masuk dalam kategori ini. Maka dari itu, perlu meningkatkan kesiapan dan teknik penanggulangan bencana.

Peringatan itu didasarkan pada penilaian indeks risiko bencana. Sebanyak 136 kabupaten kota punya skor diatas 150 poin. Penilaian itu didasarkan pada perhitungan luas wilayah berbahaya, warga yang berpotensi jadi korban, potensi kerugian fisik, ekonomi, dan lingkungan.

Dari data yang dilansir BNPB, 136 kabupaten/kota itu diantaranya Banyuwangi, Jember, Lumajang, Pacitan, Purworejo, Cilacap, Pangandaran, Ciamis, Garut, Cianjur, Lebak dan Pandeglang. Selain itu, ada pula Mandailing Natal, Pesisir Barat, Majene, Mamuju Tengah, Maluku Barat Daya, dan Kepulauan Sula, dan Halmahera Selatan. Daerah-daerah tersebut masuk sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, tapi rawan bencana.

Kabupaten Mandailing Natal yang akrab disebut dengan Madina, terletak pada 0°10′-1°50′ Lintang Utara dan 98°10′-100°10′ Bujur Timur dengan rentang ketinggian 0-2.145 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Madina ±6.620,70 km2 atau 9,23 persen dari wilayah Sumut dengan batas-batas wilayah, yakni sebelah utara dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, sebelah selatan dan timur dengan Provinsi Sumatera Barat, serta selatan Samudera Indonesia. Untuk suhu udara, berkisar antara 23 °C – 32 °C dengan kelembaban antara 80–85%.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menuturkan, pihaknya berkomitmen untuk mengurangi indeks risiko bencana di 136 daerah tersebut. Caranya, dengan meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap potensi bencana.

”Seperti membentuk desa tangguh bencana, penguatan manajemen logistik dan peralatan di daerah lawan bencana,” ujar dia kemarin.

Dia menuturkan peran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) juga perlu diperkuat. Bukan hanya pasca bencana tapi juga untuk kesiapan menghadapi bencana. ”Sebuah penelitian menyebut tanpa kesiapan yang matang, kerugian bencana bisa 20 kali lebih besar,” ujar dia.

Data dari BNPB, masih ada 43 kabupaten/kota yang belum memiliki BPBD. Jumlah tersebut memang jauh lebih sedikit dari 505 BPBD yang telah terbentuk. Yakni 34 propinsi, 388 BPBD kabupaten, dan 83 BPBD kota.

”Kalau menurut undang-undang mestinya harus terbentuk,” kata Sutopo.

Doktor alumnus IPB itu menyebutkan masih ada kabupaten/kota yang belum menganggap perlu pembentukan BPBD. Padahal, fungsi BPBD itu amat penting untuk kesiapan masyarakat dan mengurangi risiko bencana.

”Bisanya karena menganggap kekurangan dana. Padahal, dari BNPB juga siap membantu seperti peralatan,” tambah dia.

Diantaranya kabupaten/kota yang belum membentuk antara lain Depok, Salatiga, Bandung, dan Merauke. Fungsi penanganan bencana biasanya diserahkan kepada petugas Satpol PP atau pemadam kebakaran. Padahal, tugas dan fungsinya jelas berbeda. Terutama untuk masalah penyiapan warga menghadapi bencana.

Peneliti bencana Amien Widodo menuturkan pentingnya masalah mitigasi bencana yang harus diketahui warga. Apalagi, sebagian besar bencana yang terjadi itu disebabkan oleh aktivitas manusia. Misalnya tanah longsor dan banjir bandang karena penggundulan hutan. Banjir juga salah satu pemicunya tumpukan sampah di saluran air.

”Masyarakat perlu dilibatkan secara aktif,” kata dia. (jun/yaa)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/