Sekali lagi dia tekannya, bahwa kunci pengembangan wisata Danau Toba adalah promosi dan itu harus diurus profesional. “Kalau diurus pemerintah pasti jelek semua,” katanya.
Jika promosi bagus dan menarik wisatawan mancanegara, aspek lain seperti investor perhotelan pasti berduyun-duyun. “Pemerintah gak usah sibuk mikir menggaet investor, mereka akan datang dengan sendirinya jika lokasi wisata ramai. Ya itu tadi, kuncinya promosi. Dipoles sebagus apa pun, kalau promosi jelek, ya tetap saja sepi,” imbuhnya lagi.
Dimana porsi pemerintah? Pertama, menyiapkan masyarakat sekitar Danau Toba agar tidak terjadi kekagetan secara budaya (culture shock).”Sampaikan ke masyarakat sekitar, jangan kaget kalo ada bule mondar-mandir pakai celana pendek,” ucapnya.
Kedua, membina industri-industri kecil yang menunjang wisata dan sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. “Yang perlu diingat, wisatawan datang itu butuh penginapan, souvenir, makanan, dan juga hiburan,” pesannya. Hiburan harus yang sifatnya etnik, baik itu musik dan tarian.
Menurutnya, sebenarnya pemerintah juga sudah tahu itu. “Tapi pemerintah tidak care dan hanya sibuk mikirin nilai proyek. Secara konsep Badan Otoritas Danau Toba itu bagus, tapi saya yakin, nanti di tengah jalan banyak yang bermain, hanya mikirin proyek. Sedang kita tahu, proyek-proyek pemerintah tidak jelas goalnya, hanya mikir berapa dana yang sudah terserap, goalnya tidak jelas,” kritiknya tajam.(sam/jpnn)