SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara (Sumut), HT Erry Nuradi menyatakan, dalam waktu dekat bakal melakukan rotasi, atau mutasi pejabat eselon II di lingkungan pemerintah provinsi (Pemprov). Berbagai masukan berupa evaluasi kinerja maupun serapan anggaran, menjadi alasan dilakukannya pergantian kursi pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
“Rotasi itu tetap ada, karena itu sesuai dengan aturan. Dari hasil temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), hasil audit LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan), evaluasi dari Ombudsman, jadi harus tetap dievaluasi,” tutur Erry, baru-baru ini.
Dari upaya penyegaran di tubuh SKPD Pemprov Sumut ini, lanjut Erry, ada 2 evaluasi, setidaknya yang menjadi patokan sebelum dilakukan rotasi. Pertama adalah evaluasi kinerja, yakni bagaimana program yang telah disusun, dijalankan dengan baik, dan sesuai target yang direncanakan. Sedangkan yang kedua adalah serapan anggaran. “Demikian juga SKPD yang sudah 5 tahun, sesuai Undang-Undang KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara), itu kan harus dimutasi. Jadi tidak boleh dalam satu instansi itu terlalu lama, karena ini dalam rangka tour of duty atau tour of area,” jelasnya.
Terkait hal itu, secara teknis Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sumut, Kaiman Turnip menyebutkan, dalam rencana pelaksanaan rotasi tersebut, Pemprov Sumut telah mengirimkan surat permohonan izin kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sebelum kebijakan ini dijalankan. Sebab berdasarkan Undang-Undang Nomor 10/2016, tentang Pemilihan Kepala Daerah, 6 bulan jelang Pilkada (Pulgub) dan 6 bulan setelahnya, setiap kepala daerah dilarang melakukan kebijakan strategis, termasuk mutasi dan promosi.
Menurut Undang-Undang Nomor 5/2014, tentang Aparatur Sipil Negara, diatur pada bagian keempat, yakni Penggantian Pejabat Pimpinan Tinggi, pada pasal 116. Disebutkan di dalamnya, pejabat pembina kepegawaian (Gubernur) dilarang mengganti pejabat pimpinan tinggi selama 2 tahun, terhitung sejak pelantikan pejabat pimpinan tinggi, kecuali yang bersangkutan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan. Selanjutnya juga disebutkan, penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum 2 tahun dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden.
Sedangkan pada pasal 117, disebutkan untuk jabatan pimpinan tinggi hanya dapat diduduki paling lama 5 tahun. Serta jabatan dimaksud dapat diperpanjang berdasarkan pencapaian kinerja, kesesuaian kompetensi, dan berdasarkan kebutuhan instansi setelah mendapat persetujuan pejabat pembina kepegawaian dan berkoordinasi dengan KASN. “Kalau kinerjanya kurang baik, akan ada pembinaan oleh pimpinan. Setelah tahun kedua, nanti akan kembali dilakukan uji kompetensi. Ini untuk yang tahun lalu dilakukan lelang jabatan. Sementara untuk jabatan yang sudah 5 tahun boleh diganti. Kecuali kalau kompeten, bisa lanjut dan sebaliknya. Kalau tidak bisa rotasi (pindah) atau mutasi (penurunan). Sekarang tinggal menunggu jawaban dari Mendagri,” pungkas Erry. (bal/saz)