31.8 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Viky Sianipar Usul Ada Festival Musik Internasional di Danau Toba

Foto: ANDRI GINTING/SUMUT POS Rombongan karnaval Sigale-gale yang ikut memeriahkan Festival Danau Toba 2013 di Bukit Beta, Samosir, Sumut, Senin (9/9/2013).
Foto: ANDRI GINTING/SUMUT POS
Rombongan karnaval Sigale-gale yang ikut memeriahkan Festival Danau Toba 2013 di Bukit Beta, Samosir, Sumut, Senin (9/9/2013).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kultur masyarakat setempat adalah salah satu unsur penting yang menjadi daya tarik sebuah destinasi wisata. Seni adalah bagian dari kultur. Dan masyarakat Batak adalah masyarakat musikalis.

Karenanya, musisi kondang berdarah Batak, Viky Sianipar, berharap musik dijadikan bagian dalam pengembangan Danau Toba sebagai destinasi berkelas internasional.

Tentunya, musik tradisional dan lagu-lagu Batak yang banyak di antaranya sudah sangat populer.

Viky, yang terakhir merilis album Tiba Dream 5 (Mei 2015), berbagi pengalamannya saat ke Austria, beberapa waktu lalu.

“Di Austria, di setiap kampung punya panggung untuk pentas musik, dengan alat musik tiup khas sana. Saya sarankan, di kampung-kampung sekitar Danau Toba dibuatkan panggung, sebagai sarana warga masyarakat unjuk gigi bermain musik, dengan alat-alat musik tradisional Batak,” ujar Viky Sianipar, Jumat (4/3).

Dia yakin, para wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Danau Toba akan tertarik dengan musik tradisional Batak, yang memang punya keunikan.

Selain itu, musisi yang konsisten meracik lagu-lagu Batak itu mengusulkan agar nantinya, setelah terbentuk Badan Otorita Pengelolaan Danau Toba, digelar festival musik tahunan bertaraf internasional. Lokasinya, sudah tentu di sekitar Danau Toba.

“Seperti Jakarta yang sukses dengan festival Java Jazz, dikelola secara profesional oleh sebuah PT. Even tahunan khusus musik seperti Java Jazz perlu digelar di Danau Toba. Nantinya di situ tampil musisi-musisi internasional. Tapi tetap ada musik dan lagu Batak,” beber Viky.

Nah, untuk memantapkan menjadikan musik Batak sebagai bagian yang disuguhkan kepada wisatawan yang datang ke Danau Toba, Viky juga usul agar didirikan sekolah musik.

“Selain untuk menciptakan musisi-musisi Batak yang profesional, para lulusannya nanti yang menghidupkan Danau Toba dengan musik. Saat masih belajar, mereka bisa menjadikan panggung-panggung yang ada di kampung-kampung sebagai ajang praktik atau latihan pentas,” urai pria yang memulai karir bermusik pada 2002 itu.

Apakah mau ikut terlibat dalam pengembangan musik Batak demi Danau Toba? Dengan antusias, musisi yang punya kemampuan memainkan berbagai alat musik tradisional dan modern itu menyatakan mau.

Bahkan, lanjutnya, dia juga siap membuka cabang Kafe Toba Dream yang berpusat di Jakarta, di wilayah sekitar Danau Toba. “Kalau program-program pengembangan Danau Toba memang jalan, ya mungkin saja saya buka cabang di sana,” ujarnya.

Sebagai musisi Batak yang sudah moncer, apakah pernah diundang untuk pentas di sekitar Danau Toba? “Tidak pernah. Karena saya tidak pernah mau bagi-bagi uang,” ucapnya.

Apa maksudnya bagi-bagi uang? Dia cerita, pernah suatu saat mendapat tawaran dari sebuah pemda di Sumut untuk pentas. Tapi, Viky menolak karena si pejabat yang mengurusi kontrak itu minta jatah dari bayaran Viky.

“Mintanya besar, 30 sampai 40 persen dari nilai kontrak. Saya tak mau seperti itu. Makanya, jika nanti sudah ada Badan Otorita, semoga lebih baik, tidak ada lagi yang seperti itu,” ujarnya.

Pemda mana sih? Siapa inisial pejabat itu? “Ah, tak perlulah saya sebutkan,” pungkasnya. (sam/jpnn)

Foto: ANDRI GINTING/SUMUT POS Rombongan karnaval Sigale-gale yang ikut memeriahkan Festival Danau Toba 2013 di Bukit Beta, Samosir, Sumut, Senin (9/9/2013).
Foto: ANDRI GINTING/SUMUT POS
Rombongan karnaval Sigale-gale yang ikut memeriahkan Festival Danau Toba 2013 di Bukit Beta, Samosir, Sumut, Senin (9/9/2013).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kultur masyarakat setempat adalah salah satu unsur penting yang menjadi daya tarik sebuah destinasi wisata. Seni adalah bagian dari kultur. Dan masyarakat Batak adalah masyarakat musikalis.

Karenanya, musisi kondang berdarah Batak, Viky Sianipar, berharap musik dijadikan bagian dalam pengembangan Danau Toba sebagai destinasi berkelas internasional.

Tentunya, musik tradisional dan lagu-lagu Batak yang banyak di antaranya sudah sangat populer.

Viky, yang terakhir merilis album Tiba Dream 5 (Mei 2015), berbagi pengalamannya saat ke Austria, beberapa waktu lalu.

“Di Austria, di setiap kampung punya panggung untuk pentas musik, dengan alat musik tiup khas sana. Saya sarankan, di kampung-kampung sekitar Danau Toba dibuatkan panggung, sebagai sarana warga masyarakat unjuk gigi bermain musik, dengan alat-alat musik tradisional Batak,” ujar Viky Sianipar, Jumat (4/3).

Dia yakin, para wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Danau Toba akan tertarik dengan musik tradisional Batak, yang memang punya keunikan.

Selain itu, musisi yang konsisten meracik lagu-lagu Batak itu mengusulkan agar nantinya, setelah terbentuk Badan Otorita Pengelolaan Danau Toba, digelar festival musik tahunan bertaraf internasional. Lokasinya, sudah tentu di sekitar Danau Toba.

“Seperti Jakarta yang sukses dengan festival Java Jazz, dikelola secara profesional oleh sebuah PT. Even tahunan khusus musik seperti Java Jazz perlu digelar di Danau Toba. Nantinya di situ tampil musisi-musisi internasional. Tapi tetap ada musik dan lagu Batak,” beber Viky.

Nah, untuk memantapkan menjadikan musik Batak sebagai bagian yang disuguhkan kepada wisatawan yang datang ke Danau Toba, Viky juga usul agar didirikan sekolah musik.

“Selain untuk menciptakan musisi-musisi Batak yang profesional, para lulusannya nanti yang menghidupkan Danau Toba dengan musik. Saat masih belajar, mereka bisa menjadikan panggung-panggung yang ada di kampung-kampung sebagai ajang praktik atau latihan pentas,” urai pria yang memulai karir bermusik pada 2002 itu.

Apakah mau ikut terlibat dalam pengembangan musik Batak demi Danau Toba? Dengan antusias, musisi yang punya kemampuan memainkan berbagai alat musik tradisional dan modern itu menyatakan mau.

Bahkan, lanjutnya, dia juga siap membuka cabang Kafe Toba Dream yang berpusat di Jakarta, di wilayah sekitar Danau Toba. “Kalau program-program pengembangan Danau Toba memang jalan, ya mungkin saja saya buka cabang di sana,” ujarnya.

Sebagai musisi Batak yang sudah moncer, apakah pernah diundang untuk pentas di sekitar Danau Toba? “Tidak pernah. Karena saya tidak pernah mau bagi-bagi uang,” ucapnya.

Apa maksudnya bagi-bagi uang? Dia cerita, pernah suatu saat mendapat tawaran dari sebuah pemda di Sumut untuk pentas. Tapi, Viky menolak karena si pejabat yang mengurusi kontrak itu minta jatah dari bayaran Viky.

“Mintanya besar, 30 sampai 40 persen dari nilai kontrak. Saya tak mau seperti itu. Makanya, jika nanti sudah ada Badan Otorita, semoga lebih baik, tidak ada lagi yang seperti itu,” ujarnya.

Pemda mana sih? Siapa inisial pejabat itu? “Ah, tak perlulah saya sebutkan,” pungkasnya. (sam/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/