25 C
Medan
Wednesday, June 19, 2024

Puluhan Ribu Babi Mati Mendadak, Warga Nias Diimbau Jaga Kebersihan Kandang Ternak

MENGAMBANG: Bangkai Babi yang dibuang warga di sungai tampak mengambang.
MENGAMBANG: Bangkai Babi yang dibuang warga di sungai tampak mengambang.

NIAS, SUMUTPOS.Co – Wabah penyakit ternak babi atau yang disebut African Swine Fever (ASF) kembali melanda kepulauan Nias. Puluhan ribu ternak babi mati secara mendadak. Beberapa sungai yang dekat dengan pemukiman warga dipenuhi bangkai babi, hingga pantai yang terbawa arus sungai.

Virus ASF yang hingga kini belum ditemukan obatnya itu diketahui pertama kali mewabah di daerah Kabupaten Nias Selatan. Dari data yang dikeluarkan Dinas Pertanian Kabupaten Nias Selatan pada Kamis (30/4) lalu, jumlah babi yang mati mencapai 25.559 ekor. 

Sementara di Kabupaten Nias, per tanggal 30 April 2020 sudah 12.500 ekor babi mati, dan di Kota Gunungsitoli hingga Minggu (3/5) 1.096 ekor babi mati.

Kadis Pertanian Kabupaten Nias, Fonaso Laoli kepada Sumut Pos Minggu (3/5) mengatakan hasil laboratorium balai veternier Medan dari sample darah, kematian ternak babi di Kepulauan Nias disebabkan virus African Swine Fever (ASF) yang sampai saat ini obatnya belum ditemukan.

“Virus ini belum ada obatnya. Saat ini kita hanya bisa mengimbau warga untuk menjaga kebersihan kandang ternak, memberikan makanan yang cukup serta vitamin,” ungkapnya.

Terkait bangkai babi yang dibuang ke sembarang tempat, Fonaso mengimbau masyarakat Kabupaten Nias, supaya bangkai babi tidak dibuang di Sungai maupun di tempat lain. Sebab menurutnya, hal itu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan dan bisa menjadi sumber penyakit bagi masyarakat itu sendiri.

“Kita sudah imbau masyarakat, baik melalui pemerintah kecamatan, petugas PPL, maupun melalui kepala desa, bagi yang memiliki ternak babi dan sudah mati supaya bangkainya di kubur,” imbaunya.

Fonaso mengakui, telah mengusulkan kepada Bupati Nias dibentuk tim supaya bangkai babi yang sudah dibuang warga kesembarang tempat, dan kini menimbulkan bau busuk itu agar dikuburkan secara massal.

“Tentu ini sangat tidak baik bagi kesehatan masyarakat. Makanya saya sudah usulkan kepada bapak Bupati supaya dibentuk tim, agar bangkai babi yang dibuang disembarang tempat itu dikuburkan di suatu tempat menggunakan alat berat,” ungkapnya.

Terpisah, Kadis Pertanian Kota Gunungsitoli, Oimolala Telaumbanua mengatakan dari gejala penyakit babi yang mati di Kota Gunungsitoli hampir sama dengan didaerah lainnya di Kepulauan Nias. Iapun mengajak masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan akan penularan penyakit ternak babi, yang ada obatnya belum ditemukan itu.

“Sampai sore ini ada 1096 ekor yang sudah mati, gejalanya hampir sama dengan di Kabupaten Nias Selatan maupun di Kabupaten Nias. Bisa dipastikan penyebabnya adalah virus ASF dan belum ada obatnya, sehingga yang kita lakukan hanya pencegahan,” terang Oimolala kepada Sumut Pos melalui telepon selularnya (Minggu,3/5).

Untuk pencegahan virus ASF itu dapat dilakukan beberapa hal yakni tempat pakan dan pengolahan pakan harus terhindar dari serangga atau binatang lainnya, memasak pakan ternak pada suhu 90 derajat Celsius selama 60 menit.

Kemudian menjaga kebersihan kandang ternak, melakukan disinfektan kandang, serta melakukan penyuntikan multivitamin. Pakan ternak dilarang memberikan pakan sisa rumah tangga, sebab dikuatirkan dapat menjadi sumber penularan penyakit.

Apabila ditemui ternak babi ada gejala sakit, disarankan kepada masyarakat segera memisahkan atau mengisolasi untuk menghindari penularan pada ternak yang masih sehat. Bekas kandang babi yang sakit harus dibersihkan dengan cairan disinfektan atau menggunakan detergent/sabun cuci, atau cairan disinfektan kandang seperti Neoantisep. Ternak babi yang sakit dapat disuntik dengan antibiotik untuk pengobatan infeksi sekunder.

Untuk meminimalisir penyebaran penyakit, kepada para pengusaha penjual ternak dan daging babi dihimbau untuk sementara dilarang memasukkan ternak babi dari dari luar Kota Gunungsitoli. “Masyarakat tetap bisa membeli daging babi, namun hasil pemotongan di rumah potong hewan babi Kota Gunungsitoli yang berlokasi di kelurahan Pasar, tepatnya belakang pasar Beringin,” jelasnya.

“Jika ditemukan babi yang sakit atau mati supaya melapor kepada petugas Dinas Peternakan Kesehatan Hewan setempat 1 x 24 jam,” tambahnya. (adf/ram)

MENGAMBANG: Bangkai Babi yang dibuang warga di sungai tampak mengambang.
MENGAMBANG: Bangkai Babi yang dibuang warga di sungai tampak mengambang.

NIAS, SUMUTPOS.Co – Wabah penyakit ternak babi atau yang disebut African Swine Fever (ASF) kembali melanda kepulauan Nias. Puluhan ribu ternak babi mati secara mendadak. Beberapa sungai yang dekat dengan pemukiman warga dipenuhi bangkai babi, hingga pantai yang terbawa arus sungai.

Virus ASF yang hingga kini belum ditemukan obatnya itu diketahui pertama kali mewabah di daerah Kabupaten Nias Selatan. Dari data yang dikeluarkan Dinas Pertanian Kabupaten Nias Selatan pada Kamis (30/4) lalu, jumlah babi yang mati mencapai 25.559 ekor. 

Sementara di Kabupaten Nias, per tanggal 30 April 2020 sudah 12.500 ekor babi mati, dan di Kota Gunungsitoli hingga Minggu (3/5) 1.096 ekor babi mati.

Kadis Pertanian Kabupaten Nias, Fonaso Laoli kepada Sumut Pos Minggu (3/5) mengatakan hasil laboratorium balai veternier Medan dari sample darah, kematian ternak babi di Kepulauan Nias disebabkan virus African Swine Fever (ASF) yang sampai saat ini obatnya belum ditemukan.

“Virus ini belum ada obatnya. Saat ini kita hanya bisa mengimbau warga untuk menjaga kebersihan kandang ternak, memberikan makanan yang cukup serta vitamin,” ungkapnya.

Terkait bangkai babi yang dibuang ke sembarang tempat, Fonaso mengimbau masyarakat Kabupaten Nias, supaya bangkai babi tidak dibuang di Sungai maupun di tempat lain. Sebab menurutnya, hal itu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan dan bisa menjadi sumber penyakit bagi masyarakat itu sendiri.

“Kita sudah imbau masyarakat, baik melalui pemerintah kecamatan, petugas PPL, maupun melalui kepala desa, bagi yang memiliki ternak babi dan sudah mati supaya bangkainya di kubur,” imbaunya.

Fonaso mengakui, telah mengusulkan kepada Bupati Nias dibentuk tim supaya bangkai babi yang sudah dibuang warga kesembarang tempat, dan kini menimbulkan bau busuk itu agar dikuburkan secara massal.

“Tentu ini sangat tidak baik bagi kesehatan masyarakat. Makanya saya sudah usulkan kepada bapak Bupati supaya dibentuk tim, agar bangkai babi yang dibuang disembarang tempat itu dikuburkan di suatu tempat menggunakan alat berat,” ungkapnya.

Terpisah, Kadis Pertanian Kota Gunungsitoli, Oimolala Telaumbanua mengatakan dari gejala penyakit babi yang mati di Kota Gunungsitoli hampir sama dengan didaerah lainnya di Kepulauan Nias. Iapun mengajak masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan akan penularan penyakit ternak babi, yang ada obatnya belum ditemukan itu.

“Sampai sore ini ada 1096 ekor yang sudah mati, gejalanya hampir sama dengan di Kabupaten Nias Selatan maupun di Kabupaten Nias. Bisa dipastikan penyebabnya adalah virus ASF dan belum ada obatnya, sehingga yang kita lakukan hanya pencegahan,” terang Oimolala kepada Sumut Pos melalui telepon selularnya (Minggu,3/5).

Untuk pencegahan virus ASF itu dapat dilakukan beberapa hal yakni tempat pakan dan pengolahan pakan harus terhindar dari serangga atau binatang lainnya, memasak pakan ternak pada suhu 90 derajat Celsius selama 60 menit.

Kemudian menjaga kebersihan kandang ternak, melakukan disinfektan kandang, serta melakukan penyuntikan multivitamin. Pakan ternak dilarang memberikan pakan sisa rumah tangga, sebab dikuatirkan dapat menjadi sumber penularan penyakit.

Apabila ditemui ternak babi ada gejala sakit, disarankan kepada masyarakat segera memisahkan atau mengisolasi untuk menghindari penularan pada ternak yang masih sehat. Bekas kandang babi yang sakit harus dibersihkan dengan cairan disinfektan atau menggunakan detergent/sabun cuci, atau cairan disinfektan kandang seperti Neoantisep. Ternak babi yang sakit dapat disuntik dengan antibiotik untuk pengobatan infeksi sekunder.

Untuk meminimalisir penyebaran penyakit, kepada para pengusaha penjual ternak dan daging babi dihimbau untuk sementara dilarang memasukkan ternak babi dari dari luar Kota Gunungsitoli. “Masyarakat tetap bisa membeli daging babi, namun hasil pemotongan di rumah potong hewan babi Kota Gunungsitoli yang berlokasi di kelurahan Pasar, tepatnya belakang pasar Beringin,” jelasnya.

“Jika ditemukan babi yang sakit atau mati supaya melapor kepada petugas Dinas Peternakan Kesehatan Hewan setempat 1 x 24 jam,” tambahnya. (adf/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/