31.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Gatot Relakan Pemekaran Sumut

MEDAN- Desakan permintaan pemekaran Sumatera Utara menjadi 5 provinsi yang dan dukungan dari DPR di Senayan, memaksa Gubernur Gatot Pujo Nugroho untuk segera bersikap. Meski menyesalkan sikap dan dukungan para politisi di Senayan, Gatot dengan berat hati berjanji tidak akan menahan permintaan daerah yang sudah disahkan dan disetujui.

Gatot Pujo Nugroho
Gatot Pujo Nugroho

Hal ini disampaikan orang nomor satu di Sumatera Utara itu saat ditemui di Grand Aston, usai membuka Rakornas Jarlitbang Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Rabu (4/6).

“Terus terang saya berat hati (menyetujui pemekaran). Tapi apa mau dikata, karena permintaan pemisahaan diri itu sudah disahkan DPR, yang sekarang tinggal melaksanakannya,” ujarnya.

Disinggung mengenai dana hibah dari provinsi induk 3 calon provinsi daerah otonomi baru yakni Propinsi Tapanuli, Sumatera Tenggara dan Kepulauan Nias masing-masing Rp50 miliar. Sedangkan bakal Provinsi Sumatera Timur masih akan ditentukan kemudian setelah statusnya lebih jelas.

Gatot memaparkan bahwa bantuan itu tersebut pastinya menunggu persetujuan DPR-RI dan Mendagri soal calon provinsi baru ini. “Selama ini anggaran dana hibah yang sudah kita ajukan itu hanya untuk membantu 3 provinsi saja. Itu pun dengan anggaran Rp50 miliar. Anggaran itu belum dikucurkan karena kita belum menerima surat persetujuan dari DPR-RI,” tegasnya.

Lebih lanjut, mantan Ketua DPW PKS Sumut itu menyatakan, pihaknya juga menunggu persetujuan dari dari Mendagri  soal permintaan pemekaran dan dibentuknya calon provinsi baru tersebut.

“Jika sudah turun surat persetujuan dari DPR-RI dan Mendagri, maka Pemprovsu akan segera memberikan bantuan seperti apa yang dibutuhkan calon provinsi baru tersebut,” tegasnya.

Karena sambungnya penggunaan anggaran yang begitu besar harus melalui persetujuan dari pusat untuk penggunaanya hingga proses provinsi tersebut berdiri dan terbentuk.

“Kalau pun nanti tahun ini Mendagri menyetujui ketiga provinsi baru itu, maka anggaran untuk ketiga provinsi itu bisa mendahului dikucurkan  oleh Pemprovsu sebagai provinsi induk. Bisa juga dianggarkan di P dulu, karena anggaran provinsi Sumut untuk 2014 ini sudah disahkan,” tegas Gatot.

Dikatakannya, yang penting disahkan dulu ketiga provinsi baru itu oleh Mendagri, dan pasti anggarannya dari provinsi Sumut sebagai provinsi induk akan ada. “Jika sudah disahkan Mendagri, mengenai anggarannya sudah clear itu, dan mengenai apakah anggaran Rp150 miliar itu sudah cukup, itu kita lihat nanti saja. Bisa saja, saat kita ajukan ke DPR Ri dan Mendagri, tiba-tiba ditambah mereka lagi. Kalaupun itu misalnya nanti disahkan, jumlah  anggarannya juga akan dicantumkan dalam UU pengesahan ketiga provinsi baru  itu,” katanya, seraya meminta semua pihak agar menunggu pengesahan dari Mendagri terkait pembentukan ketiga provinsi baru itu.

Mayoritas Provinsi Pemekaran Berhasil

Sejak 1999, hingga saat ini ada penambahan delapan provinsi baru. Yakni Banten, Kepulauan Riau, Sulawesi Barat, Gorontalo, Papua Barat, Maluku Utara, Bangka Belitung, dan termuda Provinsi Kalimantan Utara.

Mayoritas dari delapan provinsi itu dinilai berhasil mengalami kemajuan, dibanding ketika masih menjadi bagian dari wilayah provinsi induknya masing-masing.

Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menyebut, dari delapan provinsi itu yang masih masuk kategori gagal yakni Banten dan Maluku Utara.

Untuk kasus Banten, itu pun lebih disebabkan faktor kepemimpinan, yakni dipimpin Ratu Atut Chosiyah, yang belakangan terjerat kasus korupsi.

“Yang lain oke. Gorontalo oke, Kepri juga oke apalagi di sana ada Batam. Jadi untuk provinsi hasil pemekaran memang relatif berhasil, dibanding kabupaten (hasil pemekaran),” ujar Robert Endi Jaweng kepada koran ini di Jakarta, kemarin (4/6), sesaat setelah pertemuan di Kantor Wapres membahas soal pemekaran daerah.

Robert menjelaskan, provinsi-provinsi baru relatif berhasil lantaran berbagai faktor. Antara lain, faktor SDM di tingkat provinsi lebih baik dibanding di kabupaten. “Tentu pendidikannya lebih baik, sarana dan prasarananya juga lebih baik. Jadi provinsi baru cukup siap ketika menjalankan roda pemerintahannya dan fungsi pelayanannya,” ujar Robert.

Dijelaskan juga bahwa berhasil tidaknya daerah baru hasil pemekaran, entah itu provinsi, kabupaten, atau kota, sangat tergantung dari figur kepala daerahnya. Jika kepala daerahnya punya visi yang baik dalam upaya menyejahterakan rakyatnya, berani dan tegas, inovatif, biasanya daerah anyar itu akan berhasil.

“Contohnya Kubu Raya, Tarakan, Cimahi, Kota Banjar, Lombok Utara, itu bisa bagus karena faktor kepemimpinan,” ujarnya.

Nah, dalam kaitannya dengan sosok pemimpin di daerah baru hasil pemekaran ini, Robert mengatakan, partai politik mempunyai peran penting. Pasalnya, kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat, pencalonannya harus diusung parpol.

“Jika parpol-parpol mencalonkan kadernya yang bagus-bagus, maka yang terpilih juga pasti yang bagus. Nah, pemimpin yang bagus akan membawa keberhasilan daerahnya,” papar pria asal Flores, NTT, itu.

Pernyataan Robert terkait potensi bakal pecahnya Sumut menjadi lima provinsi. Yakni Provinsi Tapanuli (Protap), Provinsi Sumatera Tenggara (Sumtra), Provinsi Kepulauan Nias, Provinsi Pantai Timur Sumatera, dan Provinsi Sumut sebagai induknya.

Untuk Protap dan Kepulauan Nias, sudah siap untuk dibahas DPR bersama pemerintah, yang akan disusul berikutnya Sumtra. Sedang Pantai Timur Sumatera, upaya pembentukannya baru dideklarasikan di tingkat daerah.

Sebelumnya, dalam berbagi kesempatan, para petinggi Kemendagri menyebut, 78 persen daerah otonom baru, gagal. Seperti diketahui, terdapat 220 daerah otonom baru sejak 1999, yang delapan di antaranya provinsi, yang lain kabupaten/kota.

Namun, hasil evaluasi yang dilakukan Kemendagri itu sempat menuai polemik. Sebagian kalangan menilai, angka itu wajar lantaran daerah-daerah itu masih berusia muda, masih tahap berbenah.

Itu pun diakui Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan. Dia pernah mengatakan, memang ada tren, semakin tambah usia, daerah otonom makin membaik. “Tambah umur tambah kemampuan dan pengalaman,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Seperti pendapat Robert, Djohermansyah juga menyebut, untuk provinsi-provinsi baru, termasuk kota, relatif berhasil. Mayoritas yang gagal adalah kabupaten anyar. Mendagri Gamawan Fauzi sendiri juga pernah mengatakan, hasil evaluasi daerah otonom baru hasilnya jeblok, karena memang mereka masih berusia muda, yakni di bawah tiga tahun saat dilakukan evaluasi.

“Daerah ini masih berusaha menyusun organisasi, pola kerja, dan memenuhi sumber daya manusia,” kata Gamawan.

Sedang Guru Besar dari Universitas Indonesia Eko Prasojo, pernah mengatakan, mayoritas daerah otonom gagal lantaran proses pembentukannya kental dengan kepentingan elite, bukan untuk niatan membangun daerah.

Kepentingan elit dimaksud, yakni hanya sebagai upaya menciptakan lapangan kerja baru untuk kader partai politik di DPRD dan kursi-kursi empuk di birokrasi.

Kajian Harus Independen

Sedangkan Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Sumut Sopar Siburian mengatakan, pemekaran harus mempertimbangkan antara kebutuhan dan potensi. Dari kedua faktor tadi lantas diperlukan kajian mendalam agar tahapan pemekaran nantinya benar-benar matang.

“Sepanjang itu untuk memakmurkan rakyat, itu sah saja. Tapi kalau berdasarkan sentimen kedaerahaan, itu yang tujuannya tidak baik,” ujarnya.

Namun Sopar menilai untuk saat ini, baru tiga wilayah yang memungkinkan untuk dimekarkan menjadi provinsi sendiri, yakni Tapanuli, Kepulauan Nias dan Sumatera Tenggara (Sumteng).

“Kalau DPRD (Sumut) kan sudah mengeluarkan rekomendasi untuk 3 wilayah pemekaran. Syarat dan ketentuannya kemudian dibahas Rancangan Undang-undang (RUU) nya. Untuk jadi lima itu, harus aja kajian lebih dalam. Sebenarnya tiga (wilayah yang di mekarkan) saja sudah cukup,” katanya kepada Sumut Pos, kemarin.

Ditambahkannya, bakal Provinsi Tapanuli yang meliputi kabupaten Samosir, Tobasa, Humbahas, Taput, Tapteng dan kota Sibolga serta bakal Provinsi Kepulauan Nias yang meliputi kabupaten Nias, Nias Selatan, Nias Barat, Nias Utara dan kota Gunung Sitoli, sudah disusun RUU nya. Sementara Sumteng masih dilakukan pembahasan setelah direkomendasi.

“Prosesnya panjang dan masih jauh. Kita lihat nanti pandangan anggota dewan yang baru. Kan akan ada pembentukan Pansus (panitia khusus) membahasnya. Untuk Sumteng kan sudah keluar surat presiden, tinggal menunggu pemngesahan RUU,” ujarnya.

Ditanya soal provinsi mana yang lebih potensial untuk berkembang, dirinya menyebutkan Tapanuli dan Sumteng. Sedangkan Kepulauan Nias layak jika dilihat dari letak geografisnya.

“Tapanuli dan Sumteng sangat potensial. Disana ada sumber energi yang cukup, panas bumi, tenaga listrik hydro (air) serta pertambangan, pertanian dan perkebunan. Selain itu, dua sarana transportasi udara yakni bandara Silangit di Taput,  Pinang Sori di Tapteng dan Aek Godang di Paluta,” sebutmya.

Terpisah, Sekretaris DPD Partai Golkar Sumut, Yasir Ridho Lubis menyebutkan pemekaran sangat wajar. Tetapi dirinya menekankan perlunya penelitianm endalam menggunakan perimeter yang jelas.

“Kajiannya pun harus independen, indikatornya juga meski dipenuhi. Harapan kita sebenarnya, jangan sampai pemekaran itu dilakukan dalam rangka merebut kekuasaan. Sebab yang terpenting adalah kelayakan untuk kepentingan masyarakat,” ujarnya.(rud/sam/bal)

MEDAN- Desakan permintaan pemekaran Sumatera Utara menjadi 5 provinsi yang dan dukungan dari DPR di Senayan, memaksa Gubernur Gatot Pujo Nugroho untuk segera bersikap. Meski menyesalkan sikap dan dukungan para politisi di Senayan, Gatot dengan berat hati berjanji tidak akan menahan permintaan daerah yang sudah disahkan dan disetujui.

Gatot Pujo Nugroho
Gatot Pujo Nugroho

Hal ini disampaikan orang nomor satu di Sumatera Utara itu saat ditemui di Grand Aston, usai membuka Rakornas Jarlitbang Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Rabu (4/6).

“Terus terang saya berat hati (menyetujui pemekaran). Tapi apa mau dikata, karena permintaan pemisahaan diri itu sudah disahkan DPR, yang sekarang tinggal melaksanakannya,” ujarnya.

Disinggung mengenai dana hibah dari provinsi induk 3 calon provinsi daerah otonomi baru yakni Propinsi Tapanuli, Sumatera Tenggara dan Kepulauan Nias masing-masing Rp50 miliar. Sedangkan bakal Provinsi Sumatera Timur masih akan ditentukan kemudian setelah statusnya lebih jelas.

Gatot memaparkan bahwa bantuan itu tersebut pastinya menunggu persetujuan DPR-RI dan Mendagri soal calon provinsi baru ini. “Selama ini anggaran dana hibah yang sudah kita ajukan itu hanya untuk membantu 3 provinsi saja. Itu pun dengan anggaran Rp50 miliar. Anggaran itu belum dikucurkan karena kita belum menerima surat persetujuan dari DPR-RI,” tegasnya.

Lebih lanjut, mantan Ketua DPW PKS Sumut itu menyatakan, pihaknya juga menunggu persetujuan dari dari Mendagri  soal permintaan pemekaran dan dibentuknya calon provinsi baru tersebut.

“Jika sudah turun surat persetujuan dari DPR-RI dan Mendagri, maka Pemprovsu akan segera memberikan bantuan seperti apa yang dibutuhkan calon provinsi baru tersebut,” tegasnya.

Karena sambungnya penggunaan anggaran yang begitu besar harus melalui persetujuan dari pusat untuk penggunaanya hingga proses provinsi tersebut berdiri dan terbentuk.

“Kalau pun nanti tahun ini Mendagri menyetujui ketiga provinsi baru itu, maka anggaran untuk ketiga provinsi itu bisa mendahului dikucurkan  oleh Pemprovsu sebagai provinsi induk. Bisa juga dianggarkan di P dulu, karena anggaran provinsi Sumut untuk 2014 ini sudah disahkan,” tegas Gatot.

Dikatakannya, yang penting disahkan dulu ketiga provinsi baru itu oleh Mendagri, dan pasti anggarannya dari provinsi Sumut sebagai provinsi induk akan ada. “Jika sudah disahkan Mendagri, mengenai anggarannya sudah clear itu, dan mengenai apakah anggaran Rp150 miliar itu sudah cukup, itu kita lihat nanti saja. Bisa saja, saat kita ajukan ke DPR Ri dan Mendagri, tiba-tiba ditambah mereka lagi. Kalaupun itu misalnya nanti disahkan, jumlah  anggarannya juga akan dicantumkan dalam UU pengesahan ketiga provinsi baru  itu,” katanya, seraya meminta semua pihak agar menunggu pengesahan dari Mendagri terkait pembentukan ketiga provinsi baru itu.

Mayoritas Provinsi Pemekaran Berhasil

Sejak 1999, hingga saat ini ada penambahan delapan provinsi baru. Yakni Banten, Kepulauan Riau, Sulawesi Barat, Gorontalo, Papua Barat, Maluku Utara, Bangka Belitung, dan termuda Provinsi Kalimantan Utara.

Mayoritas dari delapan provinsi itu dinilai berhasil mengalami kemajuan, dibanding ketika masih menjadi bagian dari wilayah provinsi induknya masing-masing.

Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menyebut, dari delapan provinsi itu yang masih masuk kategori gagal yakni Banten dan Maluku Utara.

Untuk kasus Banten, itu pun lebih disebabkan faktor kepemimpinan, yakni dipimpin Ratu Atut Chosiyah, yang belakangan terjerat kasus korupsi.

“Yang lain oke. Gorontalo oke, Kepri juga oke apalagi di sana ada Batam. Jadi untuk provinsi hasil pemekaran memang relatif berhasil, dibanding kabupaten (hasil pemekaran),” ujar Robert Endi Jaweng kepada koran ini di Jakarta, kemarin (4/6), sesaat setelah pertemuan di Kantor Wapres membahas soal pemekaran daerah.

Robert menjelaskan, provinsi-provinsi baru relatif berhasil lantaran berbagai faktor. Antara lain, faktor SDM di tingkat provinsi lebih baik dibanding di kabupaten. “Tentu pendidikannya lebih baik, sarana dan prasarananya juga lebih baik. Jadi provinsi baru cukup siap ketika menjalankan roda pemerintahannya dan fungsi pelayanannya,” ujar Robert.

Dijelaskan juga bahwa berhasil tidaknya daerah baru hasil pemekaran, entah itu provinsi, kabupaten, atau kota, sangat tergantung dari figur kepala daerahnya. Jika kepala daerahnya punya visi yang baik dalam upaya menyejahterakan rakyatnya, berani dan tegas, inovatif, biasanya daerah anyar itu akan berhasil.

“Contohnya Kubu Raya, Tarakan, Cimahi, Kota Banjar, Lombok Utara, itu bisa bagus karena faktor kepemimpinan,” ujarnya.

Nah, dalam kaitannya dengan sosok pemimpin di daerah baru hasil pemekaran ini, Robert mengatakan, partai politik mempunyai peran penting. Pasalnya, kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat, pencalonannya harus diusung parpol.

“Jika parpol-parpol mencalonkan kadernya yang bagus-bagus, maka yang terpilih juga pasti yang bagus. Nah, pemimpin yang bagus akan membawa keberhasilan daerahnya,” papar pria asal Flores, NTT, itu.

Pernyataan Robert terkait potensi bakal pecahnya Sumut menjadi lima provinsi. Yakni Provinsi Tapanuli (Protap), Provinsi Sumatera Tenggara (Sumtra), Provinsi Kepulauan Nias, Provinsi Pantai Timur Sumatera, dan Provinsi Sumut sebagai induknya.

Untuk Protap dan Kepulauan Nias, sudah siap untuk dibahas DPR bersama pemerintah, yang akan disusul berikutnya Sumtra. Sedang Pantai Timur Sumatera, upaya pembentukannya baru dideklarasikan di tingkat daerah.

Sebelumnya, dalam berbagi kesempatan, para petinggi Kemendagri menyebut, 78 persen daerah otonom baru, gagal. Seperti diketahui, terdapat 220 daerah otonom baru sejak 1999, yang delapan di antaranya provinsi, yang lain kabupaten/kota.

Namun, hasil evaluasi yang dilakukan Kemendagri itu sempat menuai polemik. Sebagian kalangan menilai, angka itu wajar lantaran daerah-daerah itu masih berusia muda, masih tahap berbenah.

Itu pun diakui Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan. Dia pernah mengatakan, memang ada tren, semakin tambah usia, daerah otonom makin membaik. “Tambah umur tambah kemampuan dan pengalaman,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Seperti pendapat Robert, Djohermansyah juga menyebut, untuk provinsi-provinsi baru, termasuk kota, relatif berhasil. Mayoritas yang gagal adalah kabupaten anyar. Mendagri Gamawan Fauzi sendiri juga pernah mengatakan, hasil evaluasi daerah otonom baru hasilnya jeblok, karena memang mereka masih berusia muda, yakni di bawah tiga tahun saat dilakukan evaluasi.

“Daerah ini masih berusaha menyusun organisasi, pola kerja, dan memenuhi sumber daya manusia,” kata Gamawan.

Sedang Guru Besar dari Universitas Indonesia Eko Prasojo, pernah mengatakan, mayoritas daerah otonom gagal lantaran proses pembentukannya kental dengan kepentingan elite, bukan untuk niatan membangun daerah.

Kepentingan elit dimaksud, yakni hanya sebagai upaya menciptakan lapangan kerja baru untuk kader partai politik di DPRD dan kursi-kursi empuk di birokrasi.

Kajian Harus Independen

Sedangkan Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Sumut Sopar Siburian mengatakan, pemekaran harus mempertimbangkan antara kebutuhan dan potensi. Dari kedua faktor tadi lantas diperlukan kajian mendalam agar tahapan pemekaran nantinya benar-benar matang.

“Sepanjang itu untuk memakmurkan rakyat, itu sah saja. Tapi kalau berdasarkan sentimen kedaerahaan, itu yang tujuannya tidak baik,” ujarnya.

Namun Sopar menilai untuk saat ini, baru tiga wilayah yang memungkinkan untuk dimekarkan menjadi provinsi sendiri, yakni Tapanuli, Kepulauan Nias dan Sumatera Tenggara (Sumteng).

“Kalau DPRD (Sumut) kan sudah mengeluarkan rekomendasi untuk 3 wilayah pemekaran. Syarat dan ketentuannya kemudian dibahas Rancangan Undang-undang (RUU) nya. Untuk jadi lima itu, harus aja kajian lebih dalam. Sebenarnya tiga (wilayah yang di mekarkan) saja sudah cukup,” katanya kepada Sumut Pos, kemarin.

Ditambahkannya, bakal Provinsi Tapanuli yang meliputi kabupaten Samosir, Tobasa, Humbahas, Taput, Tapteng dan kota Sibolga serta bakal Provinsi Kepulauan Nias yang meliputi kabupaten Nias, Nias Selatan, Nias Barat, Nias Utara dan kota Gunung Sitoli, sudah disusun RUU nya. Sementara Sumteng masih dilakukan pembahasan setelah direkomendasi.

“Prosesnya panjang dan masih jauh. Kita lihat nanti pandangan anggota dewan yang baru. Kan akan ada pembentukan Pansus (panitia khusus) membahasnya. Untuk Sumteng kan sudah keluar surat presiden, tinggal menunggu pemngesahan RUU,” ujarnya.

Ditanya soal provinsi mana yang lebih potensial untuk berkembang, dirinya menyebutkan Tapanuli dan Sumteng. Sedangkan Kepulauan Nias layak jika dilihat dari letak geografisnya.

“Tapanuli dan Sumteng sangat potensial. Disana ada sumber energi yang cukup, panas bumi, tenaga listrik hydro (air) serta pertambangan, pertanian dan perkebunan. Selain itu, dua sarana transportasi udara yakni bandara Silangit di Taput,  Pinang Sori di Tapteng dan Aek Godang di Paluta,” sebutmya.

Terpisah, Sekretaris DPD Partai Golkar Sumut, Yasir Ridho Lubis menyebutkan pemekaran sangat wajar. Tetapi dirinya menekankan perlunya penelitianm endalam menggunakan perimeter yang jelas.

“Kajiannya pun harus independen, indikatornya juga meski dipenuhi. Harapan kita sebenarnya, jangan sampai pemekaran itu dilakukan dalam rangka merebut kekuasaan. Sebab yang terpenting adalah kelayakan untuk kepentingan masyarakat,” ujarnya.(rud/sam/bal)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/