25.6 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Tamin Sukardi Dituntut 10 Tahun Penjara

Sebelumnya, kasus Tamin Sukardi ini berawal di tahun 2002. Tamin mengetahui ada 106 hektar lahan yang digunakan PTPN II, kebun Helvetia sudah habis HGU nya dan tidak diperpanjang. Dia pun ingin menguasai lahan itu. Berbekal 65 lembar Surat Keterangan Tentang Pembagian dan Penerimaan Tanah Sawah/Ladang (SKTPPSL).

 

Dia dibantu Tasman dan Misran Sasimita yang merupakan mantan karyawan PTPN II serta Sudarsono. Mereka kemudian menyuap warga agar mengaku sebagai pewaris tanah. SKTPPSL itu pun dibuat seolah-olah dikeluarkan pada tahun 1954. Dengan menyerahkan KTP warga dijanjikan akan mendapatkan tanah masing-masing seluas 2 hektare.

 

Ternyata, nama 65 lembar SKPPTSL itu bukanlah nama dari orangtua warga yang di sana. Mereka juga sama sekali tidak pernah memiliki tanah di lokasi itu. Selanjutnya, warga juga dikoordinir untuk datang ke notaris. Di sana mereka menandatangani dokumen-dokumen berkaitan dengan tanah itu.

 

Pada 2006, warga diakomodasi agar memberikan kuasa kepada Tasman Aminoto (Alm) untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) di Deli Serdang. Setiap selesai persidangan, kata jaksa, warga juga singgah ke rumah Tamin di Jalan Thamrin Medan. Mereka diberi uang Rp 100.000-Rp 500.000 melalui Tasman Aminoto ataupun anaknya Endang.

 

Gugatan warga akhirnya dikabulkan oleh pengadilan. Setelah putusan pengadilan tingkat pertama, pada 2007 Tasman Aminoto melepaskan hak atas tanah itu kepada Tamin Sukardi yang menggunakan PT Erni Putera Terari (Direktur Mustika Akbar) dengan ganti rugi Rp 7.000.000.000. Akta di bawah tangan kemudian didaftarkan ke Notaris Ika Asnika (waarmerking).

 

Kemudian, atas dasar akta di bawah tangan dan putusan tingkat pertama itu, pada 2011, PT Erni Putera Terari tanpa mengurus peralihan hak atas tanah itu dan tanpa melalui ketentuan UU Agraria, menjual 74 hektare dari 106 hektare lahan yang dikuasainya kepada Mujianto selaku Direktur PT Agung Cemara Reality sebesar Rp 236.250.000.000. Namun, Mujianto baru membayar sekitar Rp.132.468.197.742 kepada Tamin Sukardi. Sisanya akan dibayarkan setelah sertifikat tanah terbit.

 

Masalahnya, status tanah yang menjadi objek jual beli antara PT Erni Putera Terari dengan PT Agung Cemara Reality masih tercatat sebagai tanah negara. Tidak ada rekomendasi melepas hak negara dimaksud dari Menteri BUMN yang membawahi PTPN 2. (pra/JPC)

 

Sebelumnya, kasus Tamin Sukardi ini berawal di tahun 2002. Tamin mengetahui ada 106 hektar lahan yang digunakan PTPN II, kebun Helvetia sudah habis HGU nya dan tidak diperpanjang. Dia pun ingin menguasai lahan itu. Berbekal 65 lembar Surat Keterangan Tentang Pembagian dan Penerimaan Tanah Sawah/Ladang (SKTPPSL).

 

Dia dibantu Tasman dan Misran Sasimita yang merupakan mantan karyawan PTPN II serta Sudarsono. Mereka kemudian menyuap warga agar mengaku sebagai pewaris tanah. SKTPPSL itu pun dibuat seolah-olah dikeluarkan pada tahun 1954. Dengan menyerahkan KTP warga dijanjikan akan mendapatkan tanah masing-masing seluas 2 hektare.

 

Ternyata, nama 65 lembar SKPPTSL itu bukanlah nama dari orangtua warga yang di sana. Mereka juga sama sekali tidak pernah memiliki tanah di lokasi itu. Selanjutnya, warga juga dikoordinir untuk datang ke notaris. Di sana mereka menandatangani dokumen-dokumen berkaitan dengan tanah itu.

 

Pada 2006, warga diakomodasi agar memberikan kuasa kepada Tasman Aminoto (Alm) untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) di Deli Serdang. Setiap selesai persidangan, kata jaksa, warga juga singgah ke rumah Tamin di Jalan Thamrin Medan. Mereka diberi uang Rp 100.000-Rp 500.000 melalui Tasman Aminoto ataupun anaknya Endang.

 

Gugatan warga akhirnya dikabulkan oleh pengadilan. Setelah putusan pengadilan tingkat pertama, pada 2007 Tasman Aminoto melepaskan hak atas tanah itu kepada Tamin Sukardi yang menggunakan PT Erni Putera Terari (Direktur Mustika Akbar) dengan ganti rugi Rp 7.000.000.000. Akta di bawah tangan kemudian didaftarkan ke Notaris Ika Asnika (waarmerking).

 

Kemudian, atas dasar akta di bawah tangan dan putusan tingkat pertama itu, pada 2011, PT Erni Putera Terari tanpa mengurus peralihan hak atas tanah itu dan tanpa melalui ketentuan UU Agraria, menjual 74 hektare dari 106 hektare lahan yang dikuasainya kepada Mujianto selaku Direktur PT Agung Cemara Reality sebesar Rp 236.250.000.000. Namun, Mujianto baru membayar sekitar Rp.132.468.197.742 kepada Tamin Sukardi. Sisanya akan dibayarkan setelah sertifikat tanah terbit.

 

Masalahnya, status tanah yang menjadi objek jual beli antara PT Erni Putera Terari dengan PT Agung Cemara Reality masih tercatat sebagai tanah negara. Tidak ada rekomendasi melepas hak negara dimaksud dari Menteri BUMN yang membawahi PTPN 2. (pra/JPC)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/