27.8 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Jadi Saksi Kasus Pungli BPKAD Siantar, Wali Kota Ngaku Tak Tahu Kutipan 15 Persen

SAKSI: Wali Kota Pematangsiantar, Hefriansyah menjadi saksi dalam kasus pungli BPKD Siantar, Kamis (6/2) sore. Pematangsiantar, Hefriansyah menjadi saksi dalam kasus pungli BPKD Siantar, Kamis (6/2) sore.
Agusman/SUMUT POS
SAKSI: Wali Kota Pematangsiantar, Hefriansyah menjadi saksi dalam kasus pungli BPKD Siantar, Kamis (6/2) sore. Pematangsiantar, Hefriansyah menjadi saksi dalam kasus pungli BPKD Siantar, Kamis (6/2) sore.
Agusman/SUMUT POS

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wali Kota Pematangsiantar Hefriansyah menjadi saksi dalam persidangan dengan terdakwa mantan Kaban dan Bendahara Pengeluaran Badan Pengelola Keuangan Aset dan Daerah (BPKAD), Adiyaksa Purba dan Erni Zendrato, di ruang Cakra 4, Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (6/2) sore.

Dalam persidangan tersebut, Hefriansyah tidak terlalu banyak mendapat pertanyaan baik dari penuntut umum, penasehat hukum terdakwa maupun majelis hakim tipikor yang diketuai Jarihat Simarmata.

Bahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Hendrik Sipahutar sempat menanyakan tentang pemotongan 15 persen di BPKAD Pematang Siantar. “Apakah anda tahu ada pemotongan selama ini sebelum terjadinya OTT,” tanya Hendrik.

“Saya tidak mengetahui soal pemotongan itu. Saya hanya sempat dipanggil penyidik Polda Sumut sebagai saksi,” jawab Hefriansyah.

Begitu juga, saat Nety selaku penasehat Hukum terdakwa Adiaksa, menanyakan tentang perjalanan dinas atau tamu-tamu apakah ditanggung dalam anggaran. Kegiatan itu, kata Hefriansyah, sudah terjadwal dan sudah dianggarkan pada Bagian Umum.

“Bila sudah dimasukkan diawal atau sebelum pembahasan anggaran bisa saja diterima. Namun kalau tak masuk, ya menunggulah karena semua itu sudah disusun sesuai anggaran,” urainya.

“Namun bila secara teknis bisa ditanyakan pada bagian Umum dan Kesra,” sambungnya lagi.

Ia juga menyangkal pernah menyuruh orang menjumpai Adiaksa terkait anggaran yang tidak ditampung dalam anggaran. Tapi ketika mengenai perjalanan ke Solo, apakah ditanggung dari BPKAD, Hefriansyah mengaku tidak ingat secara pasti, dan tetap mengarahkan kepada bagian umum.

Hefriansyah menyatakan bahwa saat OTT terjadi, Adiaksa memang tidak di Kota Pematang Siantar. “Setahu saya, Pak Adiaksa berada di Jakarta dalam rangka Diklat Pim atau semacam belajar untuk promosi jabatan,” katanya.

Mendengar itu, Nety menanyakan jadi izin yang diberikan bagaimana secara tertulis atau lisan.

Hefriansyah menyatakan ketika itu terdakwa mengajukan secara tertulis dan kemudian disetujuinya.

Sementara itu, Lodewyk selaku staff Humas Protokoler Pemkot Pematang Siantar yang menjadi saksi mengaku pernah mendatangi Adiaksa untuk meminta iklan ucapan ulang tahun media cetak. Itu sifatnya sukarela.

Penagihan iklan itu pun dilakukan karena ada perintah dari Kabag Humas dan Protokoler Pemkot Pematang Siantar, yang waktu itu Amal Saleh. Namun kesaksian Lodewyk ini, langsung disanggah oleh Adiaksa, tidak benar itu sukarela tapi ada biaya nominal yang tertera.

Sedangkan kesaksian Marlon Sitorus selaku Ajudan Walikota Pemkot Siantar yang mengaku tidak pernah bertemu, lagi mendapat sanggahan dari Adiaksa kalau ia beberapa kali bertemu dengan Marlon. Ini juga dikuatkan oleh Erni Zendrato yang membenarkan ada pertemuan itu.

“Benar kalau si Marlon pernah datang, tapi kalau untuk urusan apa ia tak tahu,” katanya.

Usai mendengarkan keterangan para saksi, majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda kesaksian ahli.

Diluar persidangan, Hefri yang ditemui awak media di Halaman Gedung Pengadilan Negeri Medan, terlihat gelisah soal pungli di BPKAD.

“Saya kaget jugakan, sebelumnya saya Wakil Walikota dan 2017 baru jadi Wali Kota Pematangsiantar. Karena setahu saya tidak ada kabar seperti ini. Kalau ada pasti sudah saya suruh inspektorat memeriksanya,” tandasnya, yang buru-buru meninggalkan awak media. (man/btr)

SAKSI: Wali Kota Pematangsiantar, Hefriansyah menjadi saksi dalam kasus pungli BPKD Siantar, Kamis (6/2) sore. Pematangsiantar, Hefriansyah menjadi saksi dalam kasus pungli BPKD Siantar, Kamis (6/2) sore.
Agusman/SUMUT POS
SAKSI: Wali Kota Pematangsiantar, Hefriansyah menjadi saksi dalam kasus pungli BPKD Siantar, Kamis (6/2) sore. Pematangsiantar, Hefriansyah menjadi saksi dalam kasus pungli BPKD Siantar, Kamis (6/2) sore.
Agusman/SUMUT POS

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wali Kota Pematangsiantar Hefriansyah menjadi saksi dalam persidangan dengan terdakwa mantan Kaban dan Bendahara Pengeluaran Badan Pengelola Keuangan Aset dan Daerah (BPKAD), Adiyaksa Purba dan Erni Zendrato, di ruang Cakra 4, Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (6/2) sore.

Dalam persidangan tersebut, Hefriansyah tidak terlalu banyak mendapat pertanyaan baik dari penuntut umum, penasehat hukum terdakwa maupun majelis hakim tipikor yang diketuai Jarihat Simarmata.

Bahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Hendrik Sipahutar sempat menanyakan tentang pemotongan 15 persen di BPKAD Pematang Siantar. “Apakah anda tahu ada pemotongan selama ini sebelum terjadinya OTT,” tanya Hendrik.

“Saya tidak mengetahui soal pemotongan itu. Saya hanya sempat dipanggil penyidik Polda Sumut sebagai saksi,” jawab Hefriansyah.

Begitu juga, saat Nety selaku penasehat Hukum terdakwa Adiaksa, menanyakan tentang perjalanan dinas atau tamu-tamu apakah ditanggung dalam anggaran. Kegiatan itu, kata Hefriansyah, sudah terjadwal dan sudah dianggarkan pada Bagian Umum.

“Bila sudah dimasukkan diawal atau sebelum pembahasan anggaran bisa saja diterima. Namun kalau tak masuk, ya menunggulah karena semua itu sudah disusun sesuai anggaran,” urainya.

“Namun bila secara teknis bisa ditanyakan pada bagian Umum dan Kesra,” sambungnya lagi.

Ia juga menyangkal pernah menyuruh orang menjumpai Adiaksa terkait anggaran yang tidak ditampung dalam anggaran. Tapi ketika mengenai perjalanan ke Solo, apakah ditanggung dari BPKAD, Hefriansyah mengaku tidak ingat secara pasti, dan tetap mengarahkan kepada bagian umum.

Hefriansyah menyatakan bahwa saat OTT terjadi, Adiaksa memang tidak di Kota Pematang Siantar. “Setahu saya, Pak Adiaksa berada di Jakarta dalam rangka Diklat Pim atau semacam belajar untuk promosi jabatan,” katanya.

Mendengar itu, Nety menanyakan jadi izin yang diberikan bagaimana secara tertulis atau lisan.

Hefriansyah menyatakan ketika itu terdakwa mengajukan secara tertulis dan kemudian disetujuinya.

Sementara itu, Lodewyk selaku staff Humas Protokoler Pemkot Pematang Siantar yang menjadi saksi mengaku pernah mendatangi Adiaksa untuk meminta iklan ucapan ulang tahun media cetak. Itu sifatnya sukarela.

Penagihan iklan itu pun dilakukan karena ada perintah dari Kabag Humas dan Protokoler Pemkot Pematang Siantar, yang waktu itu Amal Saleh. Namun kesaksian Lodewyk ini, langsung disanggah oleh Adiaksa, tidak benar itu sukarela tapi ada biaya nominal yang tertera.

Sedangkan kesaksian Marlon Sitorus selaku Ajudan Walikota Pemkot Siantar yang mengaku tidak pernah bertemu, lagi mendapat sanggahan dari Adiaksa kalau ia beberapa kali bertemu dengan Marlon. Ini juga dikuatkan oleh Erni Zendrato yang membenarkan ada pertemuan itu.

“Benar kalau si Marlon pernah datang, tapi kalau untuk urusan apa ia tak tahu,” katanya.

Usai mendengarkan keterangan para saksi, majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda kesaksian ahli.

Diluar persidangan, Hefri yang ditemui awak media di Halaman Gedung Pengadilan Negeri Medan, terlihat gelisah soal pungli di BPKAD.

“Saya kaget jugakan, sebelumnya saya Wakil Walikota dan 2017 baru jadi Wali Kota Pematangsiantar. Karena setahu saya tidak ada kabar seperti ini. Kalau ada pasti sudah saya suruh inspektorat memeriksanya,” tandasnya, yang buru-buru meninggalkan awak media. (man/btr)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/