30.6 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Bencana Sinabung Masih Level Kabupaten

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS Seorang warga berjalan menuju kota saat meninggalkan Desa Simacem, Tanahkaro, Kamis (19/9) lalu.
TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Seorang warga berjalan menuju kota saat meninggalkan Desa Simacem, Tanahkaro, Kamis (19/9) lalu.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, memang sudah membawa dampak besar. Namun, dampak tersebut belum membuat status kebencanaannya dinaikkan. Hingga saat ini, Sinabung masihn
dinilai sebagai bencana level kabupaten, dan dampaknya masih bisa diatasi Pemkab Karo.

Level bencana sangat terkait dengan upaya penanganan dampak dan pendanaannya. Jika bencana sudah dikategorikan nasional, maka pemerintah akan mengerahkan seluruh upaya di tingkat pusat untuk mengatasi bencana tersebut.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menuturkan, pihaknya sempat mendapat usulan agar bencana Sinabung menjadi bencana nasional. Usulan itu tidak mungkin diluluskan karena tidak memenuhi persyaratan dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

“Pemerintahan Pemda Karo masih berjalan normal. Selain itu juga tidak ada korban jiwa banyak dan terjadi eskalasi bencana yang luas,” ujarnya kemarin. Sutopo membandingkan kasus Sinabung dengan erupsi Gunung Merapi 2010. Kala itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan erupsi Merapi sebagai bencana nasional.

Keputusan presiden kala itu didasari jumlah korban jiwa maupun pengungsi yang sangat besar. Saat erupsi besar pada 5 November 2010, korban jiwa mencapai 114 orang, 218 luka-luka dan 300 ribu lainnya mengungsi. Kala itu, Presiden memerintahkan kendali operasi tanggap darurat dalam satu komando berada di tangan Kepala BNPB.

Sedangkan untuk Sinabung, hingga saat ini jumlah pengungsi mencapai 22.708 jiwa (7.079 KK) di 34 titik pengungsian. Tidak tercatat adanya korban jiwa dalam peristiwa erupsi yang sudah berlangsung ratusan kali itu. “Hingga saat ini, skala bencana adalah skala bencana kabupaten,” tambahnya. Pemkab Karo masih mampu untuk menangani dampak bencana Sinabung.

Di sisi lain, Bupati Karo kembali lakukan pergantian Dan SatGas Tanggap Darurat Bencana Erupsi Gunung Sinabung. Langkah pertama ini langsung berdampak pada terlunta-luntanya sekitar seribuan pengungsi asal Desa Payung, Kecamatan Payung.

Sebelumnya, Bupati Karo mengganti komandan tanggap darurat dari Dandim 0205 Tanah Karo, Letkol Prince Mayer Putong ke  Kadis Perhubungan Kab Karo, Lesta Karo-Karo pada, Minggu (5/1) lalu. Baru 3 hari berlaku, DR (HC) Kena Ukur Karo Jambi Surbakti kembali mengubah SK jabatan  dengan menunjuk Plt Asisten II Setdakab Karo, dr Sabrina br Tarigan sebagai gantinya, Rabu ( 8/1).

Informasi yang diperoleh sejumlah wartawan dari sumber di lingkungan Pemkab Karo, SK pergantian itu sudah ditandatangani. Namun karena sudah di luar jam kantor belum dinomori. Kemungkinan penomoran itu baru berlangsung hari ini. Walau begitu, dalam rapat koordinasi Rabu (8/1) di Posko Utama Tanggap Darurat Bencana Erupsi Gunung Sinabung,  Sabrina br Tarigan tampak sudah memimpin didampingi Plt kaban Kesbang dan Linmas, Ronda Tarigan.

Kebijakan ini pun banyak menuai tanggapan kurang sedap. Dari sebelah posko utama, tepatnya di DPRD Karo , pimpinan DPRD Karo mengaku kaget dengan langkah terbaru Karo Jambi. Menurut Ketua DPRD Karo, Effendi Sinukaban  didampingi Wakilnya, Ferianta Purba, jika demikian hal ini tentu sangat disayangkan karena kebijakan terdahulu jelas tanpa pertimbangan dan kurang matang.

“Kalau memang dinilai jajarannya tak mampu kenapa tidak dikembalikan saja penanganannya ke TNI. Ini masalah  serius, harusnya kebijakannya jangan plin-plan. Sekarang Tanah Karo sedang dilanda bencana,” ujar Effendi.

Pengungsi Terkatung-katung
Senada, Ferianta Purba menambahkan, penanganan yang dibuat Dandim 0205 Tanah Karo sebelumnya, Letkol  Prince Meyer Putong secara umum telah dilihat keberhasilannya. Jika jajaran Pemkab Karo tidak mampu, tidak ada salahnya jika diteruskan oleh pejabat Dandim yang baru.

Sementara, dampak pertama dari pergantian ini langsung kelihatan. Di Posko Utama Tanggap Darurat Penanggulangan Bencana Erupsi Sinabung terjadi penurunan aktivitas. Jumlah personel dari aparat keamanan khususnya TNI mulai berkurang dari sebelumnya. Tidak banyak terlihat kegiatan di sejumlah tenda, kecuali di ruang rapat kooordinasi, itupun hanya pada saat rapat berlangsung.

Bahkan, itu secara jelas diketahui ketika seribuan pengungsi baru asal Desa  Payung, Kecamatan Payung,  Rabu (8/1) siang sempat terkatung-katung di  depan Kantor Dinas Ketahanan Pangan. Tebaran debu vulkanik hasil erupsi kemarin dan dua hari sebelumnya secara berturut-turut, ke arah desa itu telah membuat warga setempat dan sejumlah pengungsi asal Desa Suka Meriah tidak mampu lagi bertahan.

“Sudah berapa kali kami tadi kontak Posko Utama untuk kendaraan evakuasi tapi tidak datang, sementara kami melihat saja sudah tidak bisa. Alasannya kami berada di luar radius, tapi bagaimana kalau kami tinggal nyawa baru dievakuasi,” terang pria bermarga Tarigan gemas.

Lantas tanpa menunggu lebih lama, dengan menggunakan kendaraan seadanya seribuan warga yang terdiri dari balita, pasangan usia subur, hingga lansia kabur dari desa menuju Kabanjahe, tepatnya kawasan Posko Utama. Sekitar 1 jam tanpa arahan pasti, akhirnya pengungsi baru tersebut diarahkan ke Gedung Kesenian kompleks Taman Mejuahjuah Berastagi.

Namun  akibat tidak termanejemennya pengelolaan bencana saat ini dengan baik, para pengungsi juga  mengalami hal yang sama. Tanpa ada perangkat Pemkab Karo, mereka hanya berseliweran di rerumputan dan pentas I, serta di sekitar Tugu Jamin Ginting, Taman Mejuah-juah.

Baru tak lama, tanpa diketahui secara detail, akhirnya para pengungsi  ditampung di lapangan Futsal Sembiring di kawasan Desa Lau Gumba, Kecamatan Berastagi. Pantauan dilapangan, para pengungsi khususnya lansia, sempat putus asa dengan perlakuan pemerintah daerah.

“Kami ini warga Negara Indonesia yang taat, tetapi mengapa diperlakukan begini. Jika tidak terpaksa, kami juga tidak mau meninggalkan kampung. Apalagi menyusahkan pihak lain,” ujar Pandia tegas.

Menurut sejumlah pengungsi baru asal Desa Payung, selama dua hari desa mereka mulai tertutup debu vulkanik. Tetapi mulai jelang siang kemarin, jarang pandang yang hanya mencapai jarak 1 meter, membuat mereka mulai khawatir mendiami kampung. (nng/smg/jpnn/rbb)

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS Seorang warga berjalan menuju kota saat meninggalkan Desa Simacem, Tanahkaro, Kamis (19/9) lalu.
TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Seorang warga berjalan menuju kota saat meninggalkan Desa Simacem, Tanahkaro, Kamis (19/9) lalu.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, memang sudah membawa dampak besar. Namun, dampak tersebut belum membuat status kebencanaannya dinaikkan. Hingga saat ini, Sinabung masihn
dinilai sebagai bencana level kabupaten, dan dampaknya masih bisa diatasi Pemkab Karo.

Level bencana sangat terkait dengan upaya penanganan dampak dan pendanaannya. Jika bencana sudah dikategorikan nasional, maka pemerintah akan mengerahkan seluruh upaya di tingkat pusat untuk mengatasi bencana tersebut.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menuturkan, pihaknya sempat mendapat usulan agar bencana Sinabung menjadi bencana nasional. Usulan itu tidak mungkin diluluskan karena tidak memenuhi persyaratan dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

“Pemerintahan Pemda Karo masih berjalan normal. Selain itu juga tidak ada korban jiwa banyak dan terjadi eskalasi bencana yang luas,” ujarnya kemarin. Sutopo membandingkan kasus Sinabung dengan erupsi Gunung Merapi 2010. Kala itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan erupsi Merapi sebagai bencana nasional.

Keputusan presiden kala itu didasari jumlah korban jiwa maupun pengungsi yang sangat besar. Saat erupsi besar pada 5 November 2010, korban jiwa mencapai 114 orang, 218 luka-luka dan 300 ribu lainnya mengungsi. Kala itu, Presiden memerintahkan kendali operasi tanggap darurat dalam satu komando berada di tangan Kepala BNPB.

Sedangkan untuk Sinabung, hingga saat ini jumlah pengungsi mencapai 22.708 jiwa (7.079 KK) di 34 titik pengungsian. Tidak tercatat adanya korban jiwa dalam peristiwa erupsi yang sudah berlangsung ratusan kali itu. “Hingga saat ini, skala bencana adalah skala bencana kabupaten,” tambahnya. Pemkab Karo masih mampu untuk menangani dampak bencana Sinabung.

Di sisi lain, Bupati Karo kembali lakukan pergantian Dan SatGas Tanggap Darurat Bencana Erupsi Gunung Sinabung. Langkah pertama ini langsung berdampak pada terlunta-luntanya sekitar seribuan pengungsi asal Desa Payung, Kecamatan Payung.

Sebelumnya, Bupati Karo mengganti komandan tanggap darurat dari Dandim 0205 Tanah Karo, Letkol Prince Mayer Putong ke  Kadis Perhubungan Kab Karo, Lesta Karo-Karo pada, Minggu (5/1) lalu. Baru 3 hari berlaku, DR (HC) Kena Ukur Karo Jambi Surbakti kembali mengubah SK jabatan  dengan menunjuk Plt Asisten II Setdakab Karo, dr Sabrina br Tarigan sebagai gantinya, Rabu ( 8/1).

Informasi yang diperoleh sejumlah wartawan dari sumber di lingkungan Pemkab Karo, SK pergantian itu sudah ditandatangani. Namun karena sudah di luar jam kantor belum dinomori. Kemungkinan penomoran itu baru berlangsung hari ini. Walau begitu, dalam rapat koordinasi Rabu (8/1) di Posko Utama Tanggap Darurat Bencana Erupsi Gunung Sinabung,  Sabrina br Tarigan tampak sudah memimpin didampingi Plt kaban Kesbang dan Linmas, Ronda Tarigan.

Kebijakan ini pun banyak menuai tanggapan kurang sedap. Dari sebelah posko utama, tepatnya di DPRD Karo , pimpinan DPRD Karo mengaku kaget dengan langkah terbaru Karo Jambi. Menurut Ketua DPRD Karo, Effendi Sinukaban  didampingi Wakilnya, Ferianta Purba, jika demikian hal ini tentu sangat disayangkan karena kebijakan terdahulu jelas tanpa pertimbangan dan kurang matang.

“Kalau memang dinilai jajarannya tak mampu kenapa tidak dikembalikan saja penanganannya ke TNI. Ini masalah  serius, harusnya kebijakannya jangan plin-plan. Sekarang Tanah Karo sedang dilanda bencana,” ujar Effendi.

Pengungsi Terkatung-katung
Senada, Ferianta Purba menambahkan, penanganan yang dibuat Dandim 0205 Tanah Karo sebelumnya, Letkol  Prince Meyer Putong secara umum telah dilihat keberhasilannya. Jika jajaran Pemkab Karo tidak mampu, tidak ada salahnya jika diteruskan oleh pejabat Dandim yang baru.

Sementara, dampak pertama dari pergantian ini langsung kelihatan. Di Posko Utama Tanggap Darurat Penanggulangan Bencana Erupsi Sinabung terjadi penurunan aktivitas. Jumlah personel dari aparat keamanan khususnya TNI mulai berkurang dari sebelumnya. Tidak banyak terlihat kegiatan di sejumlah tenda, kecuali di ruang rapat kooordinasi, itupun hanya pada saat rapat berlangsung.

Bahkan, itu secara jelas diketahui ketika seribuan pengungsi baru asal Desa  Payung, Kecamatan Payung,  Rabu (8/1) siang sempat terkatung-katung di  depan Kantor Dinas Ketahanan Pangan. Tebaran debu vulkanik hasil erupsi kemarin dan dua hari sebelumnya secara berturut-turut, ke arah desa itu telah membuat warga setempat dan sejumlah pengungsi asal Desa Suka Meriah tidak mampu lagi bertahan.

“Sudah berapa kali kami tadi kontak Posko Utama untuk kendaraan evakuasi tapi tidak datang, sementara kami melihat saja sudah tidak bisa. Alasannya kami berada di luar radius, tapi bagaimana kalau kami tinggal nyawa baru dievakuasi,” terang pria bermarga Tarigan gemas.

Lantas tanpa menunggu lebih lama, dengan menggunakan kendaraan seadanya seribuan warga yang terdiri dari balita, pasangan usia subur, hingga lansia kabur dari desa menuju Kabanjahe, tepatnya kawasan Posko Utama. Sekitar 1 jam tanpa arahan pasti, akhirnya pengungsi baru tersebut diarahkan ke Gedung Kesenian kompleks Taman Mejuahjuah Berastagi.

Namun  akibat tidak termanejemennya pengelolaan bencana saat ini dengan baik, para pengungsi juga  mengalami hal yang sama. Tanpa ada perangkat Pemkab Karo, mereka hanya berseliweran di rerumputan dan pentas I, serta di sekitar Tugu Jamin Ginting, Taman Mejuah-juah.

Baru tak lama, tanpa diketahui secara detail, akhirnya para pengungsi  ditampung di lapangan Futsal Sembiring di kawasan Desa Lau Gumba, Kecamatan Berastagi. Pantauan dilapangan, para pengungsi khususnya lansia, sempat putus asa dengan perlakuan pemerintah daerah.

“Kami ini warga Negara Indonesia yang taat, tetapi mengapa diperlakukan begini. Jika tidak terpaksa, kami juga tidak mau meninggalkan kampung. Apalagi menyusahkan pihak lain,” ujar Pandia tegas.

Menurut sejumlah pengungsi baru asal Desa Payung, selama dua hari desa mereka mulai tertutup debu vulkanik. Tetapi mulai jelang siang kemarin, jarang pandang yang hanya mencapai jarak 1 meter, membuat mereka mulai khawatir mendiami kampung. (nng/smg/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/