26 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Rp400 Miliar Uang Rakyat Simalungun Dibegal

Fee proyek-Ilustrasi
Fee proyek-Ilustrasi

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Sejumlah oknum pejabat di kabupaten/kota di wilayah Sumut terindikasi masih menggunakan modus lama dalam menggeroti uang APBD. Mereka menikmati fee yang berkisar 10-20 persen, bahkan ada yang sampai 25 persen, dari nilai proyek. Tak pelak, roda pembangunan mau tak mau melambat.

Permainan proyek yang disedot pejabat ini dikemukan seorang pemain proyek di Kabupaten Simalungun. “Bayangkan untuk mendapatkan proyek, kita diwajibkan setor 25 persen di depan. Saya memilih mundur ketimbang ke penjara ujungnya,” kata SM, rekanan yang mengalami langsung penerapan uang kewajiban di sejumlah dinas di Simalungun, Selasa (9/8) malam.

Dijelaskan SM, semisal satu paket proyek nilainya mencapai Rp150 juta, maka pemborong diwajibkan stor uang kewajiban di depan hingga Rp37,5 juta. “Jadi yang mau kita kelola hanya sisa Rp112.500.000, kan ngeri itu. Ujung-ujungnya kerjaan yang dikorbankan. Kualitas juga pasti amburadul,” ungkapnya.

Belum lagi sambung SM, membayar bunga bank. “Kalau modal tanggung hancurlah. Makanya saya putuskan untuk tak kerja di Simalungun,” ujarnya.

Diapun menerangkan, APBD Simalungun tahun ini sebesar Rp2,3 triliun. Dari dana itu, uang yang digunakan untuk belanja modal di APBD 2016 senilai Rp1,6 triliun. Jadi, jika dikenakan kewajiban 25 persen, maka ada Rp400 miliar uang rakyat dibegal di tengah jalan.

EP, rekanan lain juga mengakui hal yang sama. “Kalau aku bang, tak ada kerjaku di Simalungun. Ngeri bang. Hancur awak. Sama saja bunuh diri,” tegasnya.

Lain pula halnya dengan PA, rekanan satu ini tergolong berani. “Kerjaan banyak, cuma belum ada yang main. Satu pun belum, makanya pening kepala,” tutur PA yang sudah sejak lama stor kewajiban.

Sementara itu sejumlah kepala dinas yang coba diminta tanggapan, enggan komentar. Kadisdik Lurinim Purba, Jan Posman Kadis Pertanian serta Benny P kadis Tamben, tak mau berkomentar. Begitu juga sejumlah anggota dewan seperti Jaya Sibarani dari Golkar, serta Suriadi dari PDI Perjuangan.

Bupati Simalungun JR Saragih, lewat humasnya M Akmal, mengaku akan menindak tegas jajarannya yang terbukti. “Tentu tidak dibenarkan dan pasti akan kita cari tau kebenarannya. Bila terbukti, pasti ditindak tegas,” ungkapnya.

Soal fee ini sebelumnya sudah disuarakan oleh Direktur Eksekutif Center for Budget Analisis (CBA), Uchok Sky Khadafi. Namun, dia menyebutkan fee masih sebatas 10-20 persen dan tidak seperti yang disinyalir di Simalungun hingga 25 persen. “Modus pemberian fee proyek masih terus terjadi. Memang untuk modus memainkan dana bansos di Sumut sudah mulai berkurang, tapi modus fee masih terjadi,” ujarnya kepada Posmetro di Jakarta, Senin (8/8).

Fee proyek-Ilustrasi
Fee proyek-Ilustrasi

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Sejumlah oknum pejabat di kabupaten/kota di wilayah Sumut terindikasi masih menggunakan modus lama dalam menggeroti uang APBD. Mereka menikmati fee yang berkisar 10-20 persen, bahkan ada yang sampai 25 persen, dari nilai proyek. Tak pelak, roda pembangunan mau tak mau melambat.

Permainan proyek yang disedot pejabat ini dikemukan seorang pemain proyek di Kabupaten Simalungun. “Bayangkan untuk mendapatkan proyek, kita diwajibkan setor 25 persen di depan. Saya memilih mundur ketimbang ke penjara ujungnya,” kata SM, rekanan yang mengalami langsung penerapan uang kewajiban di sejumlah dinas di Simalungun, Selasa (9/8) malam.

Dijelaskan SM, semisal satu paket proyek nilainya mencapai Rp150 juta, maka pemborong diwajibkan stor uang kewajiban di depan hingga Rp37,5 juta. “Jadi yang mau kita kelola hanya sisa Rp112.500.000, kan ngeri itu. Ujung-ujungnya kerjaan yang dikorbankan. Kualitas juga pasti amburadul,” ungkapnya.

Belum lagi sambung SM, membayar bunga bank. “Kalau modal tanggung hancurlah. Makanya saya putuskan untuk tak kerja di Simalungun,” ujarnya.

Diapun menerangkan, APBD Simalungun tahun ini sebesar Rp2,3 triliun. Dari dana itu, uang yang digunakan untuk belanja modal di APBD 2016 senilai Rp1,6 triliun. Jadi, jika dikenakan kewajiban 25 persen, maka ada Rp400 miliar uang rakyat dibegal di tengah jalan.

EP, rekanan lain juga mengakui hal yang sama. “Kalau aku bang, tak ada kerjaku di Simalungun. Ngeri bang. Hancur awak. Sama saja bunuh diri,” tegasnya.

Lain pula halnya dengan PA, rekanan satu ini tergolong berani. “Kerjaan banyak, cuma belum ada yang main. Satu pun belum, makanya pening kepala,” tutur PA yang sudah sejak lama stor kewajiban.

Sementara itu sejumlah kepala dinas yang coba diminta tanggapan, enggan komentar. Kadisdik Lurinim Purba, Jan Posman Kadis Pertanian serta Benny P kadis Tamben, tak mau berkomentar. Begitu juga sejumlah anggota dewan seperti Jaya Sibarani dari Golkar, serta Suriadi dari PDI Perjuangan.

Bupati Simalungun JR Saragih, lewat humasnya M Akmal, mengaku akan menindak tegas jajarannya yang terbukti. “Tentu tidak dibenarkan dan pasti akan kita cari tau kebenarannya. Bila terbukti, pasti ditindak tegas,” ungkapnya.

Soal fee ini sebelumnya sudah disuarakan oleh Direktur Eksekutif Center for Budget Analisis (CBA), Uchok Sky Khadafi. Namun, dia menyebutkan fee masih sebatas 10-20 persen dan tidak seperti yang disinyalir di Simalungun hingga 25 persen. “Modus pemberian fee proyek masih terus terjadi. Memang untuk modus memainkan dana bansos di Sumut sudah mulai berkurang, tapi modus fee masih terjadi,” ujarnya kepada Posmetro di Jakarta, Senin (8/8).

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/