26.7 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Banyak Kelemahan

Antony Napitupulu, anggota DPRD Kabupaten Deliserdang- Fraksi PDI Perjuangan.

LUBUKPAKAM, SUMUTPOS.CO–Pandemi Covid-19 memukul ekonomi masyarakat. Banyak sektor-sektor usaha yang ditutup atau terjadi pengurangan karyawan demi efisiensi,  bahkan karena perusahaan merugi. Dalam keadaan tersebut, negara diminta hadir membantu masyarakat memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti ketersediaan pangan, kesiapan pelayanan kesehatan, dan bantuan untuk pendidikan anak sekolah.

“Untuk memenuhi semua kebutuhan masyarakat, pemerintah sudah melakukan berbagai kebijakan, baik di sektor keuangan maupun sektor ekonomi. Namun sepertinya pejabat-pejabat di daerah masih lambat mengambil sikap. Salah satu contohnya, pembagian bantuan paket pangan atau bantuan uang tunai. Dalam hal penyalurannya, pemerintah daerah terkesan masih amburadul. Akibatnya, masyarakat berduyun-duyun menyeruduk kantor kecamatan atau kantor desa untuk menyampaikan protes karena tidak kebagian bantuan,” kata Antony Napitupulu, anggota DPRD Kabupaten Deliserdang- Fraksi PDI Perjuangan, kepada Sumut Pos, kemarin.

Kejadian seperti itu menurutnya bisa terjadi, karena data Dinas Sosial tentang masyarakat tidak mampu (miskin), tidak akurat.

“Seharusnya, DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) di Dinas Sosial dapat menjadi acuan dalam penyampaian bantuan-bantuan tersebut. Karena di DTKS, ada data masyarakat tidak mampu,” kata Antony.

Adapun masyarakat yang belum masuk ke dalam DTKS, disebut Non DTKS. Dalam hal ini, kata dia, perangkat desa melalui kepala dusun atau RT/RW harus mendata masyarakat miskin di tiap-tiap wilayahnya yang belum masuk DTKS untuk diusulkan ke Bupati/Walikota, dan di teruskan ke Gubernur untuk mendapatkan bantuan.

“Dalam situasi ini, kita berharap aparat pemerintah melakukan tugas dan peranan masing-masing secara bersungguh-sungguh. Mulai dari tingkat yang terendah sampai tingkat tertinggi. Perangkat desa melalui kepala dusun atau RT/RW agar benar-benar mendata warga yang masuk kategori miskin, dan segera mengusulkannya ke Bupati/Walikota. Kemudian, Pemerintah Kabupaten/ Kota melalui Dinas Sosial, memperbaharui (update) data per triwulan. Sehingga data selalu terbaru. Jangan lagi ditemukan data masyarakat yang sudah meninggal atau masyarakat yang sudah pindah domisili,” cetusnya.

Kata Antony, DTKS untuk program Perlindungan Sosial juga untuk memperbaiki kualitas penetapan sasaran program-program perlindungan sosial. Dengan menggunakan data dari DTKS, jumlah dan sasaran penerima manfaat program dapat di analisa sejak awal perencanaan program. “Hal ini akan membantu mengurangi kesalahan dalam penetapan sasaran program perlindungan social,” cetusnya. (rel)

Antony Napitupulu, anggota DPRD Kabupaten Deliserdang- Fraksi PDI Perjuangan.

LUBUKPAKAM, SUMUTPOS.CO–Pandemi Covid-19 memukul ekonomi masyarakat. Banyak sektor-sektor usaha yang ditutup atau terjadi pengurangan karyawan demi efisiensi,  bahkan karena perusahaan merugi. Dalam keadaan tersebut, negara diminta hadir membantu masyarakat memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti ketersediaan pangan, kesiapan pelayanan kesehatan, dan bantuan untuk pendidikan anak sekolah.

“Untuk memenuhi semua kebutuhan masyarakat, pemerintah sudah melakukan berbagai kebijakan, baik di sektor keuangan maupun sektor ekonomi. Namun sepertinya pejabat-pejabat di daerah masih lambat mengambil sikap. Salah satu contohnya, pembagian bantuan paket pangan atau bantuan uang tunai. Dalam hal penyalurannya, pemerintah daerah terkesan masih amburadul. Akibatnya, masyarakat berduyun-duyun menyeruduk kantor kecamatan atau kantor desa untuk menyampaikan protes karena tidak kebagian bantuan,” kata Antony Napitupulu, anggota DPRD Kabupaten Deliserdang- Fraksi PDI Perjuangan, kepada Sumut Pos, kemarin.

Kejadian seperti itu menurutnya bisa terjadi, karena data Dinas Sosial tentang masyarakat tidak mampu (miskin), tidak akurat.

“Seharusnya, DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) di Dinas Sosial dapat menjadi acuan dalam penyampaian bantuan-bantuan tersebut. Karena di DTKS, ada data masyarakat tidak mampu,” kata Antony.

Adapun masyarakat yang belum masuk ke dalam DTKS, disebut Non DTKS. Dalam hal ini, kata dia, perangkat desa melalui kepala dusun atau RT/RW harus mendata masyarakat miskin di tiap-tiap wilayahnya yang belum masuk DTKS untuk diusulkan ke Bupati/Walikota, dan di teruskan ke Gubernur untuk mendapatkan bantuan.

“Dalam situasi ini, kita berharap aparat pemerintah melakukan tugas dan peranan masing-masing secara bersungguh-sungguh. Mulai dari tingkat yang terendah sampai tingkat tertinggi. Perangkat desa melalui kepala dusun atau RT/RW agar benar-benar mendata warga yang masuk kategori miskin, dan segera mengusulkannya ke Bupati/Walikota. Kemudian, Pemerintah Kabupaten/ Kota melalui Dinas Sosial, memperbaharui (update) data per triwulan. Sehingga data selalu terbaru. Jangan lagi ditemukan data masyarakat yang sudah meninggal atau masyarakat yang sudah pindah domisili,” cetusnya.

Kata Antony, DTKS untuk program Perlindungan Sosial juga untuk memperbaiki kualitas penetapan sasaran program-program perlindungan sosial. Dengan menggunakan data dari DTKS, jumlah dan sasaran penerima manfaat program dapat di analisa sejak awal perencanaan program. “Hal ini akan membantu mengurangi kesalahan dalam penetapan sasaran program perlindungan social,” cetusnya. (rel)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/