26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Koruptor Alkes 7 Tahun Bebas Berkeliaran

Koruptor – Ilustrasi

KARO, SUMUTPOS.CO -Meski perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap, namun sampai hari ini terdakwa korupsi lelang pengadaan alat kesehatan tahun 2009, Parlaungan Hutagalung masih bebas berkeliaran. Kepala Cabang PT Mandjangan Medan itu tak kunjung berhasil dieksekusi Kejari Kabanjahe, meski pada akhir 2016 lalu hakim Mahkamah Agung menghukumnya selama 4,6 tahun penjara.

Selain kurungan badan, hakim MA yang diketuai Salman Luthan itu juga memerintahkan agar terdakwa segara ditahan. Dalam amar putusannya, hakim menyatakan Parlaungan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah karena mengkorup uang rakyat sebanyak Rp550 juta.

Seperti diketahui,kasus ini bermula saat RS Umum Kabanjahe, Kabupaten Karo mengadakan lelang pengadaan alat kesehatan 2009 senilai Rp 1,2 miliar.

Dalam perjalanan proyek tersebut, Kepala RSU Kabanjahe, Dr Suara Ginting menyarankan  PT Mendjangan Medan yang dipimpin Parlaungan untuk ikut lelang. Ternyata lelang itu penuh dengan permainan dan dimenangi Parlaungan.

Dari nilai kontrak Rp1, 2 miliar,  hanya Rp 689 juta dana yang dipakai Parlaungan untuk penyediaan alat kesehatan. Sedang sisanya, Rp 550 juta, masuk ke kantong pribadinya. Namun sial, aksi Perlaungan tercium oleh aparat penegak hukum yang langsung menyelidiki tender proyek tersebut.

Setelah melakukan penyelidikan, tanggal 16 November 2009 lalu, Parlaungan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan diseret ke kursi pesakitan. Pada tanggal 1 Desember 2010 lalu, hakim Pengadilan Negeri (PN) Kabanjahe hanya memvonis Parlaungan dengan pidana 1 tahun penjara. Merasa putusan hakim terlalu ringan, jaksa penuntut umu mengajukan banding. Namun hakim Pengadilan Tinggi Sumut hanya menguatkan vonis PN Kabanjahe pada 14 Maret 2012 lalu.

Jaksa yang menuntut terdakwa 4, 6 tahun penjara kembali tak terima hingga mengajukan kasasi. Gayung bersambut. Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan jaksa penuntut umum serta menghukum terdakwa sesuai dengan tuntutan jaksa.

Selain itu, MA juga menghukum Parlaungan membayar uang pengganti sebesar Rp 550 juta. Bila tidak membayar uang pengganti, maka diganti dengan penjara selama 2 tahun. Dalam putusan itu, hakim juga meminta jaksa segera menahan terdakwa untuk menjalani hukuman tersebut.

Namun mirisnya,pasca berstatus terdakwa 7 tahun lalu, Parlaungan yang berstatus tahanan kota itu tak kunjung mendekam di penjara. Kuat dugaan Parlaungan sengaja tak dieksekusi jaksa untuk dijadikan “ATM berjalan”. Namun saat dikonfirmasi, Kasi Pidsus Kejari Kabanjahe, David Manurung SH menyangkal hal tersebut.

“Pasca putusan MA keluar, kita sudah 3 kali melayangkan surat panggilan ke terdakwa. Namun surat panggilan tersebut tak sampai ke terdakwa yang diduga sudah pindah alamat,” kata David saat dikonfirmasi Sumut Pos, Jumat (10/2) sore. Kenapa tidak melakukan penjemputan paksa?  David berdalih pihaknya tak mengetahui dimana alamat pasti terdakwa saat ini.

“Kita sudah kirim surat panggilan 3 kali ke rumah terdakwa di Jalan Setia Budi Medan dan ke perusahaannya, tapi surat yang kita kirim via kantor pos itu selalu kembali karena terdakwa tak tinggal lagi di alamat tersebut,”paparnya. Ironisnya, meski sudah menghilang, tapi Kejari Kabanjahe tak juga memasukkan terdakwa dalam daftar pencarian orang (DPO). “Sebelum menetapkan DPO, kita harus berkordinasi dulu ke Kejatisu dan mengumumkan pemanggilan terdakwa di media massa,” elaknya. surat pengg. Lalu berapa lama jaksa menuntaskan kasus ini? Kita tunggu saja kinerja Kajari Kabanjahe, Gloria Sinuhaji. (deo/han)

Koruptor – Ilustrasi

KARO, SUMUTPOS.CO -Meski perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap, namun sampai hari ini terdakwa korupsi lelang pengadaan alat kesehatan tahun 2009, Parlaungan Hutagalung masih bebas berkeliaran. Kepala Cabang PT Mandjangan Medan itu tak kunjung berhasil dieksekusi Kejari Kabanjahe, meski pada akhir 2016 lalu hakim Mahkamah Agung menghukumnya selama 4,6 tahun penjara.

Selain kurungan badan, hakim MA yang diketuai Salman Luthan itu juga memerintahkan agar terdakwa segara ditahan. Dalam amar putusannya, hakim menyatakan Parlaungan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah karena mengkorup uang rakyat sebanyak Rp550 juta.

Seperti diketahui,kasus ini bermula saat RS Umum Kabanjahe, Kabupaten Karo mengadakan lelang pengadaan alat kesehatan 2009 senilai Rp 1,2 miliar.

Dalam perjalanan proyek tersebut, Kepala RSU Kabanjahe, Dr Suara Ginting menyarankan  PT Mendjangan Medan yang dipimpin Parlaungan untuk ikut lelang. Ternyata lelang itu penuh dengan permainan dan dimenangi Parlaungan.

Dari nilai kontrak Rp1, 2 miliar,  hanya Rp 689 juta dana yang dipakai Parlaungan untuk penyediaan alat kesehatan. Sedang sisanya, Rp 550 juta, masuk ke kantong pribadinya. Namun sial, aksi Perlaungan tercium oleh aparat penegak hukum yang langsung menyelidiki tender proyek tersebut.

Setelah melakukan penyelidikan, tanggal 16 November 2009 lalu, Parlaungan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan diseret ke kursi pesakitan. Pada tanggal 1 Desember 2010 lalu, hakim Pengadilan Negeri (PN) Kabanjahe hanya memvonis Parlaungan dengan pidana 1 tahun penjara. Merasa putusan hakim terlalu ringan, jaksa penuntut umu mengajukan banding. Namun hakim Pengadilan Tinggi Sumut hanya menguatkan vonis PN Kabanjahe pada 14 Maret 2012 lalu.

Jaksa yang menuntut terdakwa 4, 6 tahun penjara kembali tak terima hingga mengajukan kasasi. Gayung bersambut. Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan jaksa penuntut umum serta menghukum terdakwa sesuai dengan tuntutan jaksa.

Selain itu, MA juga menghukum Parlaungan membayar uang pengganti sebesar Rp 550 juta. Bila tidak membayar uang pengganti, maka diganti dengan penjara selama 2 tahun. Dalam putusan itu, hakim juga meminta jaksa segera menahan terdakwa untuk menjalani hukuman tersebut.

Namun mirisnya,pasca berstatus terdakwa 7 tahun lalu, Parlaungan yang berstatus tahanan kota itu tak kunjung mendekam di penjara. Kuat dugaan Parlaungan sengaja tak dieksekusi jaksa untuk dijadikan “ATM berjalan”. Namun saat dikonfirmasi, Kasi Pidsus Kejari Kabanjahe, David Manurung SH menyangkal hal tersebut.

“Pasca putusan MA keluar, kita sudah 3 kali melayangkan surat panggilan ke terdakwa. Namun surat panggilan tersebut tak sampai ke terdakwa yang diduga sudah pindah alamat,” kata David saat dikonfirmasi Sumut Pos, Jumat (10/2) sore. Kenapa tidak melakukan penjemputan paksa?  David berdalih pihaknya tak mengetahui dimana alamat pasti terdakwa saat ini.

“Kita sudah kirim surat panggilan 3 kali ke rumah terdakwa di Jalan Setia Budi Medan dan ke perusahaannya, tapi surat yang kita kirim via kantor pos itu selalu kembali karena terdakwa tak tinggal lagi di alamat tersebut,”paparnya. Ironisnya, meski sudah menghilang, tapi Kejari Kabanjahe tak juga memasukkan terdakwa dalam daftar pencarian orang (DPO). “Sebelum menetapkan DPO, kita harus berkordinasi dulu ke Kejatisu dan mengumumkan pemanggilan terdakwa di media massa,” elaknya. surat pengg. Lalu berapa lama jaksa menuntaskan kasus ini? Kita tunggu saja kinerja Kajari Kabanjahe, Gloria Sinuhaji. (deo/han)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/