26.7 C
Medan
Wednesday, May 22, 2024

Nelayan Simandulang Bakar Satu Paket Pukat Trawl

Kapal pukat twarl dibakar nelayan di perairan Kualuh Leidong, Labuhanbatu Utara (Labura).
Kapal pukat twarl dibakar nelayan di perairan Kualuh Leidong, Labuhanbatu Utara (Labura).

RANTAUPRAPAT – Kapal pukat trawl yang tidak memiliki izin terus beroperasi tanpa hambatan, puluhan warga sekitaran Desa Simandulang Kecamatan Kualuh Leidong, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) mengamuk. Minggu (9/10) sekitar pukul 10.00 WIB, mereka kompak membakar satu paket Pukat Trawl. Beruntung kapal ukuran mesin besar berhasil kabur.

Atas kejadian itu petugas mengambil langkah pengamanan. Tidak hanya orang dewasa, beberapa anak dibawah umur juga ikut diangkut.

Kepala Desa Simandulang, Sangkot yang ditemui di Mapolres Labuhanbatu menceritakan, kemarahan warga tidak datang seketika. Aksi itupun dianggap sebagai bentuk “perlawanan” kebijakan yang sangat tidak membela nelayan tradisional.

Proses penangkapan sekitar 40-an warganya diakui diluar sepengetahuannya. Sekitar pukul 12.30 WIB itulah baru ada sejumlah warga melapor kepadanya terkait adanya penangkapan sebagian warganya.

Padahal, paginya di Minggu itu Sangkot masih bertemu dengan warga yang melaporkan masih beroperasinya pukat trawl dan dirinya kembali menyarankan agar mempertanyakannya kepada pihak Keamanan Laut (Kamla) Desa Simandulang.

“Sejak beberapa malam itu memang sudah resah karena pukat masih beroperasi. Kita pertemukan antara aparat, pengusaha dan warga, belum lagi selesai, terjadilah peristiwanya,” terangnya.

Setelah mendapatkan kabar, diapun mencari warga ke Sei Berombang Kecamatan Panai Hilir, Kabupaten Labuhanbatu, tetapi tidak bertemu. Maka dilanjutkannya ke Polres Labuhanbatu.

“Ini sering mau bentrok dan diamankan, namun tidak selesai juga, sudah capek juganya saya. Awalnya mau diselesaikan, tapi saya disuruh mencari solusi bagi karyawan pukat yang tidak bekerja, mana mungkin itu,” sebutnya.

Menurut warga kepada saya, sambung Sangkot, pihak Kamla Simandulang sempat berjanji akan menarik kapal pukat trawl jika beroperasi. Namun kenyataannya masih tetap berlanjut hingga terjadi pembakaran.

Sejak wilayah perairan Tanjung Balai dan Asahan tidak lagi diperbolehkan beroperasinya pukat trawl, nelayan warganya sudah hidup berkecukupan. Tetapi sejak kambuhnya alat tangkap ikan ilegal tersebut, kembali nelayan kesusahan ekonomi.

“Nelayan tradisional hanya untuk perutnya yang dipikirkan, bukan kekayaan. Kami berharap ada solusi agar masyarakat tidak menjadi imbas,” kata Sangkot berharap.

Sementara, menurut pengakuan Khairul Amri (21) warga Sei Kepayang Timur, Kabupaten Asahan selaku tekong boat langsir hasil tangkapan pukat trawl, sebelum aksi pembakaran, boatnya masih ditarik kapal rekannya untuk menyandar.

Namun setelah melihat beberapa unit boat mengejar mereka, rekannya melepaskan tali yang menarik boatnya dan tinggallah dia sendiri. “Lalu saya dihampiri boat warga yang mengejar,” terangnya.

Setelah dirinya berpindah ke boat nelayan dan dibawa untuk merepat ke tangkahan, tiba-tiba dia melihat boatnya yang tidak bermuatan hasil tangkapan tersebut, sudah terbakar dan melihat kepulan asap serta tidak tahu lagi bagaimana nasib boat tokenya yang dipercayakan kepadanya.

Sejak beberapa tahun membawa boat pengusahanya, Khairul Amri tidak mempunyai rumah tempat tinggal dan hanya mengandalkan boatnya untuk tidur dan kegiatan sehari-harinya. “Tidurnya di boat lah aku, kalau sudah lama baru aku pulang ke kampung,” terangnya.

Kapal pukat twarl dibakar nelayan di perairan Kualuh Leidong, Labuhanbatu Utara (Labura).
Kapal pukat twarl dibakar nelayan di perairan Kualuh Leidong, Labuhanbatu Utara (Labura).

RANTAUPRAPAT – Kapal pukat trawl yang tidak memiliki izin terus beroperasi tanpa hambatan, puluhan warga sekitaran Desa Simandulang Kecamatan Kualuh Leidong, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) mengamuk. Minggu (9/10) sekitar pukul 10.00 WIB, mereka kompak membakar satu paket Pukat Trawl. Beruntung kapal ukuran mesin besar berhasil kabur.

Atas kejadian itu petugas mengambil langkah pengamanan. Tidak hanya orang dewasa, beberapa anak dibawah umur juga ikut diangkut.

Kepala Desa Simandulang, Sangkot yang ditemui di Mapolres Labuhanbatu menceritakan, kemarahan warga tidak datang seketika. Aksi itupun dianggap sebagai bentuk “perlawanan” kebijakan yang sangat tidak membela nelayan tradisional.

Proses penangkapan sekitar 40-an warganya diakui diluar sepengetahuannya. Sekitar pukul 12.30 WIB itulah baru ada sejumlah warga melapor kepadanya terkait adanya penangkapan sebagian warganya.

Padahal, paginya di Minggu itu Sangkot masih bertemu dengan warga yang melaporkan masih beroperasinya pukat trawl dan dirinya kembali menyarankan agar mempertanyakannya kepada pihak Keamanan Laut (Kamla) Desa Simandulang.

“Sejak beberapa malam itu memang sudah resah karena pukat masih beroperasi. Kita pertemukan antara aparat, pengusaha dan warga, belum lagi selesai, terjadilah peristiwanya,” terangnya.

Setelah mendapatkan kabar, diapun mencari warga ke Sei Berombang Kecamatan Panai Hilir, Kabupaten Labuhanbatu, tetapi tidak bertemu. Maka dilanjutkannya ke Polres Labuhanbatu.

“Ini sering mau bentrok dan diamankan, namun tidak selesai juga, sudah capek juganya saya. Awalnya mau diselesaikan, tapi saya disuruh mencari solusi bagi karyawan pukat yang tidak bekerja, mana mungkin itu,” sebutnya.

Menurut warga kepada saya, sambung Sangkot, pihak Kamla Simandulang sempat berjanji akan menarik kapal pukat trawl jika beroperasi. Namun kenyataannya masih tetap berlanjut hingga terjadi pembakaran.

Sejak wilayah perairan Tanjung Balai dan Asahan tidak lagi diperbolehkan beroperasinya pukat trawl, nelayan warganya sudah hidup berkecukupan. Tetapi sejak kambuhnya alat tangkap ikan ilegal tersebut, kembali nelayan kesusahan ekonomi.

“Nelayan tradisional hanya untuk perutnya yang dipikirkan, bukan kekayaan. Kami berharap ada solusi agar masyarakat tidak menjadi imbas,” kata Sangkot berharap.

Sementara, menurut pengakuan Khairul Amri (21) warga Sei Kepayang Timur, Kabupaten Asahan selaku tekong boat langsir hasil tangkapan pukat trawl, sebelum aksi pembakaran, boatnya masih ditarik kapal rekannya untuk menyandar.

Namun setelah melihat beberapa unit boat mengejar mereka, rekannya melepaskan tali yang menarik boatnya dan tinggallah dia sendiri. “Lalu saya dihampiri boat warga yang mengejar,” terangnya.

Setelah dirinya berpindah ke boat nelayan dan dibawa untuk merepat ke tangkahan, tiba-tiba dia melihat boatnya yang tidak bermuatan hasil tangkapan tersebut, sudah terbakar dan melihat kepulan asap serta tidak tahu lagi bagaimana nasib boat tokenya yang dipercayakan kepadanya.

Sejak beberapa tahun membawa boat pengusahanya, Khairul Amri tidak mempunyai rumah tempat tinggal dan hanya mengandalkan boatnya untuk tidur dan kegiatan sehari-harinya. “Tidurnya di boat lah aku, kalau sudah lama baru aku pulang ke kampung,” terangnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/